View Full Version
Sabtu, 03 Dec 2022

Obral Gelar HC, Mahasiswa Meradang di Tengah Politik Balas Budi

 

Oleh: Siti Maryam

 

Menjelang akhir tahun, ada yang marak di dunia perpolitikan tanah air. Beberapa saat lalu, pemberian gelar Doktor Honoris Causa diberikan secara obral pada pihak-pihak tertentu. Salah satu pihak pemberi itu adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes). 

Mahasiswa menyoroti sejumlah gelar kehormatan yang dikeluarkan Unnes kepada beberapa pejabat. Mereka menuntut Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengkaji seluruh penganugrahan gelar kehormatan yang pernah diterbitkan Unnes. Perwakilan mahasiswa, Ramdan Fitrisal mengatakan Kemendikbudristek mencabut gelar Doktor Honoris Causa yang diberikan Unnes apabila terbukti tak memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mereka juga meminta pimpinan Unnes memberikan klarifikasi kepada publik untuk transparansi pemberian gelar kehormatan. Mahasiswa juga meminta uji publik setiap pemberian gelar kehormatan. Hal tersebut dibutuhkan untuk mempertegas dan memperbaiki marwah kampus.

Obral Gelar HC, Bukti Kampus Tersandera Politik Balas Budi

Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum menilai pemberian gelar HC kepada Jenderal TNI (Purn) Dr Dr (HC) Moeldoko sudah sangat tepat karena kontribusinya dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM), energi, dan pangan guna menghadapi kompleksitas krisis, tantangan global, dan ketidakpastian dunia modern. Rektor Unnes ini juga menambahkan bahwa, tantangan perguruan tinggi sekarang ini sangat besar.

Perguruan tinggi dihadapkan perubahan dunia yang begitu cepat pada era revolusi industri 4.0, teknologi disruptif, dan tantangan kenormalan baru pascapandemi covid-19. Untuk menghadapi tantangan tersebut, perguruan tinggi membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, dunia usaha, dan industri juga tokoh-tokoh publik yang memiliki kompetensi dan integritas khusus di berbagai bidang. Pemikiran dan terombosan Moeldoko dalam pengembangan SDM, energi dan pangan ini sangat berharga bagi perkembangan pendidikan Indonesia. Karena itulah Rektor Unnes memberikan gelar HC ini kepada Jendral TNI (Purn) Dr Dr (HC) Moeldoko atas kontribusinya dalam penanganan Sumber Daya Manusia (SDM)

Selain itu, tidak hanya Moeldoko, sebelumnya Unnes juga pernah memberikan gelar HC ini kepada politikus Nurdin Halid karena kontribusinya di bidang olah raga.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap kontribusi yang dikeluarkan oleh seseorang harus di bayar dengan sebuah gelar Kehormatan (HC). Meskipun menurut Rektor Unnes, pemberian gelar HC ini sudah sesuai dengan kriterianya. Namun pada faktanya hal inipun banyak menimbulkan pertentangan di berbagai pihak khususnya mahasiswa, karena dirasa Unnes terlalu mudah untuk memberikan sebuah gelar kehormatan terhadap seseorang.

Inilah buah dari bobroknya Kapitalisme yang berasaskan manfaat. Setiap apa yang dilakukan dilandaskan pada manfaat semata.

Sudah sepatutnya bagi setiap penguasa mendedikasikan seluruh pemikiran dan tenaganya bagi seluruh masyarakat karena sudah merupakan tanggung jawabnya sebagai para penguasa.

Setiap kontribusi yang di berikan kepada masyarakat tak lepas dari politik balas budi. Seolah semua hanya dijadikan sebagai ajang jual beli. Jasa yang ditukar dengan gelar Kehormatan memberikan pengaruh besar bagi para pemain politik.

Beda Sistem Beda Kelas

Islam dalam masa kejayaannya mampu melahirkan para generasi cerdas dan cemerlang yang bisa memberikan kontribusi terbaik bagi seluruh umat. Para ilmuwan hebat yang terbukti bisa memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang terjadi. Baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan. Semua tak lepas dari kerja keras dan dedikasi generasi cerdas ini.

Salah satunya adalah Al Khawarizmi yang dikenal sebagai bapak aljabar dunia. Atas dedikasinya menciptakan pemakaian secans dan tangens dalam trigonometri dan astronomi. selain itu, Al Khawarizmi juga menciptakan sistem penomoran yang sangat penting hingga digunakan pada zaman sekarang.

Kemudian, selanjutnya ada Ibnu Sina salah satu ilmuan Islam di bidang kedokteran. Dia juga disebut sebagai bapak kedokteran modern. Ada juga Ibnu Haitham yang banyak melakukan penelitiaan mengenai cahaya dan telah memberi ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Dan masih banyak lagi para ilmuwan lainnya yang mendedikasikan seluruh kemampuannya untuk kemaslahatan umat. Namun di antara mereka tak satupun yang meminta sebuah gelar kehormatan atas jasa dan pengorbanannya.

Kontribusi yang diberikanpun banyak memberikan kemaslahatan bagi umat. Bahkan sampai saat ini masih bisa kita rasakan hasilnya. Semua tak akan ada tanpa para ilmuwan tersebut. Adapun sebutan-sebutan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai bentuk kehormatan yang diberikan umat untuk kontribusi besar yang didedikasikan kepada masyarakat, tanpa adanya paksaan atau bahkan balas budi.

Keahlian, kemampuan, kecerdasan, hasil karyanya semua diberikan kepada umat semata mata demi kemaslahatan umat dan hanya mengharapkan keridaan dari Allah semata. Karena kesadarannya terhadap gelar tertinggi hanya akan didapatkan dari Allah Swt. semata.

Begitu pula dengan para sahabat Rasulullah yang banyak memberikan kontribusi besar bagi Islam. Tidak ada satupun yang meminta diberi gelar atas pengorbanannya tersebut. Namun Allah sendirilah memberi gelar terbaik bagi para Sahabat Rasul itu. Seperti Abu bakar sebagai As-siddiq (membenarkan), Hamzah sebagai Asyadullah (singa Allah), Umar sebagai Al faruq (yang membedakan antara hak dan batil), Utsman sebagai Dzun Nurain (pemilik 2 cahaya), Ali sebagai Babul I'lmi (pintunya ilmu pengetahuan). Dan masih banyak gelar lainnya yang disematkan pada setiap sahabat Rasulullah. Bukan mereka sendiri yang meminta gelar-gelar itu. Mereka upayakan segala yang terbaik untuk Allah dan Rasul-Nya, tanpa meminta sebuah kehormatan atas setiap kontribusi besarnya untuk agama dan umat. Wallahua'lam bishshawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version