View Full Version
Rabu, 15 Mar 2023

Perlunya Pengawasan terhadap Pertamina

 

Oleh: Ong Hwei Fang

 

Terminal bahan bakar minyak atau Depo Plumpang milik Pertamina, Koja, Jakarta Utara, Jumat (3/3) dilalap si jago merah. Sedikitnya 19 korban tewas, puluhan luka-luka, dan ratusan warga mengungsi karena kediaman mereka ludes dilalap api. Penyebab kebakaran diduga gangguan teknis saat pengisian bahan bakar pertamax hingga menimbulkan tekanan berlebih yang mengakibatkan depo terbakar.

Sepatutnya kita menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dari kebakaran tersebut. Namun, duka mendalam saja tidak cukup menyikapi peristiwa yang memprihatinkan itu. Seharusnya, kebakaran itu sudah bisa diantisipasi PT Pertamina (persero). Mengingat kebakaran di Depo Plumpang bukan kali pertama. Pada 2009, Depo Plumpang pernah mengalami kebakaran. Saat itu satu petugas keamanan Pertamina tewas.

Dua hal yang harus diperbaiki dari insiden kebakaran Depo Plumpang pada Jumat malam itu. Pertama, mengevaluasi sekaligus menginvestigasi mengapa peristiwa kebakaran itu terjadi. Apakah ada kaitannya dengan technical error, human error, atau faktor alam. Baik technical error apalagi human error harus diungkap ke publik siapa yang harus bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Tim investigasi kebakaran harus bekerja secara independen, akuntabel, dan transparan.

Dalam tiga tahun terakhir, sejumlah fasilitas milik Pertamina terbakar, yakni kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat, pada 2021, kilang minyak Cilacap, Jawa Tengah, terbakar dua kali pada 2021, kilang minyak Balikpapan terba-kar dua kali pada 2022. Serangkaian insiden kebakaran pada objek vital nasional itu jangan lagi terulang atau setidaknya diminimalkan karena menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Baik materiel maupun korban jiwa.

Kedua, terkait dengan kebakaran Depo Plumpang, perbaikan yang harus dilakukan ialah pembuatan zona penyangga antara depo dan permukiman warga, terutama di sisi utara. Bahkan, tembak rumah warga menempel dengan tembok pembatas depo. Pembuatan kawasan buffer zone sempat menjadi isu hangat pascakebakaran Depo Plumpang pada 2009. Namun, isu tersebut tak ada juntrungannya hingga Depo Plumpang terbakar lagi.

Pembuatan kawasan penyangga sangat penting dilakukan sekaligus merelokasi ribuan warga yang mendiami secara ilegal lahan milik Pertamina. Merelokasi warga ialah pilihan yang paling realistis ketimbang merelokasi depo yang berdiri sejak 1972. Merelokasi depo tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun demikian, merelokasi warga Tanah Merah juga pilihan yang sulit karena rawan dipolitisasi menjelang Pemilu 2024. Alhasil, hanya keberanian politik pemerintahlah yang akan bisa merelokasi warga yang tinggal di lahan yang bukan milik mereka itu.

Pengelolaan objek vital nasional perlu langkah serius. Kapasitas tangki timbun Depo Plumpang sebesar 291.889 kiloliter. Depo itu menyuplai sekitar 20% kebutuhan BBM harian di Indonesia atau sekitar 25% dari total kebutuhan SPBU Pertamina. Depo itu menyuplai kebutuhan untuk wila yah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) serta sebagian Jawa Barat dan Banten.

Pengelolaan objek vital nasional memiliki payung hukum Keputusan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan objek vital nasional. Depo Plumpang adalah Objek Vital Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI pada 2022.

Karena itu. Depo Plumpang menyangkut hajat hidup orang banyak dan bersifat strategis sehingga pengelolaannya tak bisa asal-asalan tanpa manajemen risiko. Objek vital nasional tak boleh dikepung permukiman. Patut kiranya pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kebakaran Depo Plumpang ditunjukkan kepada publik, terlebih lagi sudah dua kali kejadian. Ingat, hanya keledai yang jatuh kedua kali di lubang yang sama.

Dalam Islam, keselamatan rakyat adalah hal utama.  Dan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat.  Maka  penguasa  akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya.  Sebagaimana saat akan membangun. Demikian pula negara dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga.  Melalui berbagai kebijakan atas tanah  seperti  kebijakan atas tanah mati, tanah yang selama 3 tahun tidak dikelola dan lain sebagainya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version