Oleh: Dr. Tgk. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Mencintai Rasul Shallahu 'Alaihi Wasallam (SAW)merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Bahkan seseorang belum dikatakan beriman dengan iman yang sempurna sebelum ia mencintai Rasul SAW melebihi cintanya kepada manusia dan harta. Karena, mencintai Rasul SAW termasuk perkara ushuluddin (pokok agama). Ini bukti dan konsekuensi beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah makna syahadatain yang wajib diikrarkan oleh seorang muslim, baik dari orang kafir yang masuk Islam atau orang Islam yang terlahir dalam Islam.
Namun sangat disayangkan, banyak orang yang salah paham dalam memaknai cinta kepada Rasul SAW. Mereka memaknai cinta kepada Rasul SAW dengan melakukan perayaan maulid Nabi SAW pada setiap bulan Rabiul Awwal setiap tahunnya dengan berbagai ritual dan kegiatan seperti makan-makan, membaca barzanji dan dalail khairat, bershalawat dan berzikir yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasul SAW, menyantuni anak yatim, ceramah, memuji Rasul SAW secara berlebihan, dan lainnya.
Semua kegiatan ini dilakukan dengan alasan mencintai Rasul SAW. Padahal, Rasul SAW tidak pernah melakukan perayaan maulid. Beliau tidak pula menganjurkannya. Tidak ada dalil satupun mengenai hal ini. Begitu pula para sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in tidak pernah melakukannya. Seandainya perbuatan ini baik dan bentuk cinta kepada Rasul saw, pasti mereka telah mendahului kita dalam melakukannya. Karena, mereka adalah orang yang paling besar kecintaannya kepada Rasul saw. Tidak ada seorangpun yang lebih besar kecintaan kepada Rasul saw daripada para sahabat. Perayaan maulid baru muncul pertama kali dilakukan oleh dinasti Syi'ah Fathimiyyah di Mesir pada abad ke empat Hijriyyah.
Di sisi lain mereka (yang mengaku cinta kepada Nabi SAW) meninggalkan Sunnah Nabi saw, baik berupa kewajiban maupun sunnat (anjuran). Bahkan mereka melakukan maksiat yang dilarang oleh Rasul SAW seperti bid'ah, syirik, khurafat, tahayyul, menipu/manipulasi, zhalim, mencuri, korupsi, berjudi, minum-minuman keras, pacaran, percampuran laki-laki dan perempuan (ikhtilath), pamer aurat, meninggalkan shalat, shalat tidak berjama'ah bagi laki-laki, dan sebagainya.
Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak mengikuti Sunnahnya. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak menghidupkan dan mengamalkan Sunnahnya,. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun bershalawat dan berzikir tidak sesuai dengan tuntunannya. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak taat terhadap perintah dan larangannya. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak membela syariatnya. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak mengikuti orang-orang yang beliau cintai yaitu para sahabatnya. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak mencintai apa yang ia cintai. Mereka mengaku cinta kepada Rasul SAW, namun tidak membenci apa yang ia benci.
Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Rasul SAW itu kewajiban setiap muslim, karena hal itu merupakan perintah Allah swt dan bukti keimanan seseorang kepada Rasul SAW. Bahkan mencintai Rasulullah SAW termasuk persoalan ushuluddin (pokok agama) yang sangat menentukan kualitas iman seseorang.
Allah swt berfirman,
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah: 24).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) juga berfirman,
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ
Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri...(Al-Ahzab: 6).
Allah SWT juga berfirrman,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ali 'Imran: 31).
Rasul SAW bersabda,
لا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن والِدِهِ ووَلَدِهِ والنَّاسِ أجْمَعِينَ
Tidaklah salah seorang dari kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sehingga aku lebih dicintai dari kedua orang tuanya, anaknya dan manusia semua. (HR. Al-Bukhari).
Rasul SAW juga bersabda,
لا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن نفس
Tidaklah salah seorang dari kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sehingga aku lebih dicintai dari dirinya sendiri. (HR. Ahmad).
Kualitas iman seseorang sangat ditentukan dengan kecintaannya kepada Rasul SAW. Orang yang memiliki iman yang sempurna selalu memposisikan cintanya kepada Rasul SAW dengan posisi urutan pertama dibandingkan kepada manusia lain dan harta. Cintanya kepada Rasul SAW melebihi cintanya kepada orang tuanya, istrinya, suaminya, anaknya, hartanya dan bahkan dirinya sendiri.
Itu sebabnya Rasul SAW pernah menegur Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu ketika ia menggambarkan kecintaannya kepada Rasul SAW, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri, maka Rasul SAW menegurnya dengan menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya kepada Rasul SAW di atas segala-galanya. Maka Umarpun menegaskan cintanya kepada Rasul SAW melebihi dirinya. Lalu Rasul SAW membenarkannya. (HR. Al-Bukhari).
Dengan demikian, jelaslah bahwa seseorang belum menjadi menjadi Muslim yang sempurna keislamannya atau belum beriman dengan iman yang sempurna jika ia belum mencintai Rasul SAW melebihi dari cintanya kepada kedua orang tuanya, anaknya, istrinya, suaminya, dan semua orang lainnya hartanya bahkan dirinya sendiri.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa mencintai Rasul SAW berarti mengikuti petunjuk Rasul SAW , mengamalkan sunnahnya, membela sunnahnya, membela syariatnya, bershalawat kepadanya sesuai petunjuknya, patuh kepada perintah dan larangannya, menjadikannya sebagai idola dan panutan, mencintai oramg-orang ia cintai yaitu keluarga dan para sahabatnya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci seperti bid'ah, syirik, khurafat dan tahayul dan maksiat lainnya. Inilah makna mencintai Rasul SAW sesuai dengan syariat Islam (Al-Qur'an dan As-Sunnah).
Allah SWT berfirrman,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ali 'Imran: 31).
Allah SWT juga berfirrman,
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7).
Allah SWT juga berfirrman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa': 59)
Allah SWT juga berfirrman,
اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur: 51).
Allah SWT memuji akhlak Rasul SAW dan menjadikannya sebagai sosok teladan dan idola yang wajib diikuti.
Allah SWT berfirman,
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Sesunggguhnya engkau benar-benar berakhlak yang agung. (Al-Qalam: 4).
Allah SWT berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sesunggguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab: 21)
Tabiat orang yang mencintai seseorang adalah mengikuti orang yang dicintai, patuh kepada perintah dan larangannya, memujinya, menyebut-nyebut namanya, membelanya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci.
Seseorang yang mencintai Rasulullah berarti dia mengikuti Rasul saw, patuh kepada perintah dan larangnya, mengamalkan sunnahnya, membela sunnahnya, membela syariatnya, mencintai apa yang ia cintai dan membenci apa yang ia benci. Bila tidak, berarti ia tidak mencintai Rasul SAW. Ucapannya hanya klaim semata tanpa bukti, bahkan kedustaan yang nyata.
Dalam kitabnya “Asy- Syifaa Bi Ta’riifi Huquuqil Mushthafaa”, Al-Qadhi Iyadh rahimahullah (wafat 544 H), seorang ulama besar dari Andalusia, menyebutkan tanda-tanda orang yang mencintai Rasul SAW, yaitu: Pertama, mengikuti Sunnah Rasul saw, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan. Dia akan mengerjakan seluruh perintah Rasul SAW, menjauhi larangannya dan berperilaku seperti beliau dalam keadaan suka dan duka. Kedua, lebih memprioritaskan ajaran syariat Rasul SAW sehingga rela untuk mengeyampingkan dorongan syahwatnya. Ketiga, membenci manusia karena Allah, bukan berdasarkan dendam pribadi. Keempat, seringkali menyebut-nyebut nama baginda Rasul SAW. Sebab, seseorang yang mengaku cinta kepada sesuatu, maka dia pun akan sering kali menyebut-nyebut sesuatu yang dia cintai itu. Kelima, seringkali merasa rindu untuk bertemu dengan Rasul SAW, sebab setiap pecinta itu akan sangat senang bila dengankekasihnya. Keenam, menghormati dan memuliakan sang kekasih ketika namanya disebut. Dia akan memperlihatkan sikap khusyu’ dan merasa tersentuh takkala mendengar nama Rasul SAW. Ketujuh, mencintai orang-orang yang mencintai Rasul SAW dan orang-orang yang dicintai oleh beliau, seperti keluarga Rasul SAW dan para sahabat. Kedelapan, membenci orang-orang yang memusuhi Rasul SAW dan orang-orang yang dibenci oleh beliau. Kesembilan, mencintai Al-Quran yang telah dibawa oleh Rasul SAW. Kesepuluh, mencintai ummat Rasul SAW dan suka memberikan nasihat kepada mereka. Kesepuluh, hidup zuhud di dunia dan rela untuk fakir.
Dengan demikian, mencintai Rasul SAW berarti mengikuti petunjuknya, mentaati perintah dan larangannya, mengamalkan Sunnahnya pada setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar seremonial yang sifatnya kondisional dan temporal, bershalawat kepadanya sesuai yang tuntunannya, menjadikannya sebagai idola dan panutan, mencintai orang-orang dicintainya yaitu keluarganya dan para sahabatnya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci seperti bid'ah, syirik, khurafat, tahayul, dan maksiat lainnya.
Sebagai penutup, mari kita senantiasa mencintai Rasul SAW melebihi cinta kita kepada manusia, harta bahkan keluarga dan diri sendiri. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mencintai Rasul SAW agar kita dicintai oleh Allah SWT dan dimasukkan ke dalam surga-Nya, karena kita diperintahkan untuk mencintai Rasul SAW setiap hari dan setiap bulan, bukan hanya setahun sekali pada bulan Rabiul Awwal.
*Dr. Tgk. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA adalah Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh pada Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Anggota Ikatan Ulama dan Da'i Asia Tenggara، Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh,, Ketua bidang Dajwah PW Persis Aceh, dan Wakil Ketua Majelis Pakar PW Parmusi Aceh.
/photos6/ab2019/muhammad .jpg