View Full Version
Ahad, 13 Mar 2022

Dilematis Makanan Sehat

 

Oleh:

Keni Rahayu || Dakwah Influencer

 

SIAPA yang mau sakit? Gak ada. Semua pingin sehat. Siapapun itu gak ada yang suka dengan sakit. Sebab rasa sakit menghilangkan sebagian nikmat dari tubuh kita.

Salah satu faktor penyebab penyakit adalah makanan. Maka kalau mau sehat ya harus menjaga makanan. Baik dari segi pola makan maupun jenisnya. Makanan termasuk salah satu faktor penguat tubuh manusia menuju sehat.

Sayangnya, tidak semua orang paham dengan makanan sehat. Selama ini kita hanya menduga makanan yang ini sehat, makanan yang itu sepertinya sehat, makanan yang lain rasanya tidak sehat. Semua diklasifikasikan berdasarkan praduga. Tidak ada upaya lebih dalam rangka menggali informasi status makanan yang akan dikonsumsi, apakah itu sehat atau tidak.

Ditambah, semua dugaan ini tidak diteruskan menjadi sebuah amal berarti. Bahkan ketika mengetahui jenis makanan tertentu adalah makanan sehat, tidak ada upaya bagi dia untuk mengonsumsinya. Sebaliknya, ketika sudah tahu makanan tertentu tidak sehat tidak ada upaya berarti untuk menghindarinya.

Kita tahu bahwa buah dan sayur baik bagi kesehatan. Namun sangat minim sekali upaya untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan keduanya. Dengan dalih "tidak enak", sayur dan buah tertentu masuk ke dalam list buah yang terlarang dikonsumsi.

Di sisi lain, di Indonesia mie instan seolah menjadi makanan wajib yang bisa mengganti bahkan mendampingi makan nasi. Padahal, nasi adalah karbohidrat begitu juga dengan mie. Mie adalah zat tepung yang intinya ya karbohidrat juga. Meski mengandung pengawet, mie semakin banyak penggemarnya.

Bahkan bayi alias balita sudah dikenalkan dengan makanan panjang bak karet gelang ini. Lahir mie instan untuk bayi dari berbagai merk dagang. Bukankah miris bayi Indonesia lahir di lumbung padi, namun disuguhi makanan instan?

Hari ini kita bebas makan apa saja yang kita ingini tanpa peduli ini dan itu. Dampaknya memang tak terasa hari ini, namun tunggu saja beberapa tahun lagi. Obesitas, kanker, diabetes, semua menanti. Kita makan asal kenyang, tanpa peduli nutrisi.

Hari ini tidak jarang perempuan menyandang penyakit PCOS. Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita di usia subur. Penderita PCOS mengalami gangguan menstruasi dan memiliki kadar hormon maskulin (hormon androgen) yang berlebihan (Alodokter, 11/10/19).

Kalau kata dokter Zaidul Akbar, PCOS itu sel telur tidak matang. Ketika sel telur tak matang, ia tak akan pernah siap dibuahi meski bertemu sel sperma berkali-kali. Wajar saja apabila kehamilan tak kunjung datang. Penyebabnya adalah pola makan yang tidak teratur, lebih-lebih jenis makanannya sembarangan. Lengkap sudah penderitaan tubuh kita.

Yang lebih dilema lagi, kemiskinan meniscayakan rakyat makan apa saja yang ada. Alih-alih buah, nasi aking sudah terhitung sangat murah. Peran siapa lagi kalau bukan negara? Mau sosialisasi gimana aja mengenai stunting, isi piring dan sebagainya, tanpa ada perbaikan ekonomi semuanya hanya himbauan saja. Tak mampu rakyat menjangkaunya.

Mengapa Harus Makanan Sehat?

Perintah Allah adalah makan makanan halalan tayyiban. Tidak cukup halal, melainkan juga harus tayyib baik dari bahan maupun jenis makanannya. Sejatinya Islam sudah mengajarkan kita menghindari makan makanan yang merusak tubuh.

Mengapa masih saja dilakukan? Sebab muslim tidak paham hakikat makanan sehat. Tidak pernah ada bimbingan serius dari negara untuk mengonsumsi makanan yang layak bagi tubuh. Tidak ada mata pelajaran khusus yang mengedukasi mendalam terkait hal ini. Jadi akibatnya manusia asal enak ya dimakan.

Di sisi lain, negara juga tidak menggunakan peran besarnya dalam mengatur pangan yang beredar di masyarakat. BPOM bekerja lebih ke arah bisnis daripada kecintaan pada tubuh manusia. Tentu berbeda dengan negara yang menjalankan Islam. Islam memperhatikan dengan serius pengelolaan pangan yang ada di sebuah negara.

  1. Halal. Hanya makanan halal yang diizinkan beredar. Bukan label halal yang dicantumkan, melainkan sebaliknya yakni label haram disematkan dalam semua jenis makanan haram. Sebab yang haram lebih sedikit daripada yang halal bukan? Seharusnya begitu mindset yang ada di Indonesia. Sayangnya yang berlaku adalah yang sebaliknya.

  2. Tayyib. Islam direpresentasikan oleh para pemimpinnya, memastikan makanan yang dikonsumsi rakyat tidak memberikan dampak panjang yang buruk bagi kesehatan. Negara memiliki peran besar untuk memfilter makanan yang demikian.

  3. Media. Bagaimana rakyat teredukasi dengan makanan sehat jika iklan yang tampil adalah fast food, camilan manis, minyak goreng dan tepung-tepungan. Sudahlah tidak ada edukasi makanan sehat, makanan penyakit ditayangkan setiap hari bak emas yang menyilaukan.

  4. Industri. Negara mengelola industri sektor pangan berdasarkan syariat Islam. Selain halal, tayyib, makanan kemasan dijadikan makanan pelengkap saja. Misalnya pada kondisi aneh tertentu, seperti saat bepergian.

  5. Pendidikan. Ini tak kalah penting. Dalam pendidikan, negara menanamkan edukasi sejak dini untuk membantu manusia memilah makanan sehat. Makan bukan asal kenyang melainkan yang bernutrisi. Edukasi ini harus ditanam kuat sampai mentahjasad dalam keyakinan. Mengapa? Sebab tubuh adalah investasi akhirat. Ketika tubuh kita sakit, bagaimana kita bisa beribadah kepada Allah? Satu hal lagi yang sepertinya remeh, edukasi mengolah bahan makanan menjadi menu sehat bergizi. Adalah ibu-ibu yang sering banget bingung mau masak menu apa yang sehat, bergizi dan enak untuk keluarga, akan terbantu dengan pendidikan terkait ini.

Setidaknya lima poin di atas bisa mengurangi dilema kita dalam konsumsi makanan halal dan baik. Harapan penulis, tulisan ini bisa jadi refleksi kita untuk senantiasa menjaga tubuh kita. Sebab tubuh ini adalah amanah Allah yang harus kita jaga sebaik-baiknya dengan konsumsi makanan halal dan tayyib. Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version