View Full Version
Kamis, 01 Oct 2020

Tak Terbayangkan Kalau Dulu PKI Menang dan Berkuasa

 

Oleh:

Asyari Usman || Wartawan Senior

 

MASA-MASA menjelang 30 September 1965, usia saya masih sekitar 8 tahun. Baru mau belajar sholat dan puasa. Alhamdulillah, waktu itu sudah bisa membaca ‘alif-alif’. Begitu dulu orang menyebut ‘iqra’ yang dikenal akhir-akhir ini.

Tentu saja saya belum mengerti apa itu ‘komunis’ atau ‘komunisme’. Saya banyak mendengar orang dewasa yang menyebut-nyebut ‘PKI’. Tetapi, belum lagi paham dalam konteks apa ‘PKI’ itu dibicarakan. Tidak mengerti juga apa itu politik.

Yang masih terngiang di telinga saya adalah slogan ‘ganyang PKI’. Terus, saya masih ingat tentang ‘lubang’ yang dibuat di halaman rumah. Di samping atau di depan. Umumnya lubang itu berbentuk huruf ‘L’. Semua rumah tangga di kampung wajib memilikinya. Tidak ada penjelasan yang tegas tentang mengapa lubang-lubang itu harus dibuat.

Ada yang mengatakan, lubang itu akan digunakan bila ada serangan udara dari Malaysia. Waktu itu, sedang top pula ‘ganyang Malaysia’. Yaitu, konfrosntasi yang dikobarkan oleh Presiden Soekarno.

Serangan dari Malaysia sangat masuk akal sebagai penjelasan tentang lubang-lubang itu. Sebab, kebetulan pula kampung kami berada tak jauh dari pantai Selat Melaka. Jadi, bila ada serangan udara, penduduk langsung berlindung di dalam lubang. Terasa pas juga penjelasan ini.

Ternyata, bertahun-tahun setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, barulah diperoleh jawaban yang ‘akurat’ mengenai peruntukan lubang-lubang tsb. Yaitu, kata warga yang lebih paham tentang gerakan PKI, untuk menguburkan mayat-mayat penduduk yang bakal dibantai oleh orang-orang PKI. Waktu itu.

Penjelasan ini jauh lebih masuk akal. Itu pun setelah terjadi peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira menengah TNI pada dini hari 30 September 1965. Yang disusul dengan pengejaran terhadap orang-orang PKI yang melakukan perbuatan makar itu.

Ketahuanlah kegunaan lubang-lubang yang digali di halaman rumah-rumah penduduk itu. Bahwa, jika PKI yang menjadi kuat dan di atas angin, maka mayat-mayat warga kaum muslimin akan dimasukkan ke lubang yang digali sendiri oleh mereka.

Ketika itu, perangkat pemerintahan desa tidak tahu lubang itu untuk apa. Mereka juga diperintahkan atasan agar memerintahkan warga menggali lubang di halaman rumah masing-masing.

Perhatikan! PKI bisa menginfiltrasi kekuasaan. Mereka bisa mengatur agar pemerintah menginstruksikan rakyat untuk menggali lubang yang akan digunakan untuk menguburkan mayat yang menggali lubang itu sendiri.

Alhamdulillah, PKI digagalkan oleh Allah SWT. Berkat doa umat dan para ulama, ustad, dan para kiyai, akhirnya rakyat bersama ABRI (TNI) berhasil menghentikan makar PKI. Rakyat dan tentara melakukan penumpasan. Para pengkhianat bangsa dengan lambang palu-arit itu pun tak berkutik.

Tak terbayangkan kalau PKI menang dalam pemberontakan 30 September 1965 itu. Andaikata mereka berhasil merebut kekuasaan, tentu umat Islam akan dijadikan sasaran utama. Agama pastilah akan dikekang dan kemudian dilenyapkan.

Mungkinkah mereka melakukan itu? Sangat mungkin. Sebab, begitu PKI berkuasa pada 1965 itu, maka hampir pasti pemerintahan yang dikuasai komunis akan meminta bantuan dari RRT (RRC). Poros Djakarta-Peking telah terbangun waktu itu. Peking (Beijing) pasti melakukan apa saja untuk mendukung kekuasaan PKI.

Sekali lagi, Alhamdulillah. Kita terhindar dari kemenangan PKI pada 30 September 1965. Betapa seramnya jika mereka yang berkuasa.

Mari kita ceritakan kepada anak-anak generasi muda. Agar mereka paham tentang makar PKI yang bertujuan untuk melenyapkan agama, khususnya agama Islam, dari bumi Inonesia. Kita wajib menceritakan ini karena ada pertanda yang kuat dan jelas bahwa komunisme gaya baru (neo-komunisme) dan PKI gaya baru (neo-PKI) ingin bangkit dan berperan kembali.*


latestnews

View Full Version