View Full Version
Ahad, 29 Nov 2020

Muslim Temukan Vaksin Corona saat Islamophobia Eropa Meningkat

 

Oleh: Ummu Bisyarah

Tanggal 9 November 2020 kabar gembira datang dari Pfizer bahwa vaksin Covid 19 yang mereka produksi menurut uji interim menunjukkan efektivitas 90%.  Efektivitas tersebut nampak pada hari ke 28 pasca suntikan pertama diberikan. Press release nya pun sudah ada di Jurnal Ilmiah. Tak lama kemudian vaksin Sputnik V dari Rusia dan Moderna juga mengeluarkan press releasenya dengain klaim efektivitas lebih bombastis.

Dilansir dari health.detik.com pada tanggal 18 November Pfizer mengumumkan bahwa hasil akhir uji klinis tahap akhir vaksin COVID-19 buatannya menunjukkan efektivitas 95%. Dalam hitungan hari, izin penggunaan darurat ( EUA ) akan didaftarkan dalam beberapa hari ke depan.

Efikasi atau kemanjuran vaksin yang dikembangkan bersama BioNTech asal Jerman ini menunjukkan konsistensi pada sebaran demografi umur dan etnis. Tidak ada efek samping serius yang dilaporkan, pertanda bahwa imunisasi bisa dilakukan secara luas di dunia.

Dikutip dari Reuters, temuan lain yang cukup memuaskan adalah pada usia di atas 65 tahun, efikasi tercatat 94 persen. Kelompok ini merupakan yang paling rentan terhadap risiko COVID-19.

Dengan selesainya uji klinis tahap akhir ini, Pfizer menunjukkan kepada dunia bahwa tim nya lah yang pertama kali menemukan vaksin covid 19 yang efektif untuk masyarakat dunia. Yang lebih mengagumkan lagi adalah sosok suami istri dibalik penemuan vaksin Pfizer ini. Yakni pasangan suami Istri muslim berdarah Turki bernama Ugur Sahin dan Ozlem Tureci.

Ugur Sahin  merupakan imigran dari Turki. Dia dan keluarganya pindah ke Jerman tahun 1965. Dia tumbuh di Jerman dan menguasai bahasa Jerman. Setelah lulus SMA dia melanjutkan pendidikannya di University of Cologne jurusan kedokteran sampai jenjang PhD. Saking jeniusnya dia memperoleh gelar PhD hanya 3 tahun setelah lulus sarjana. Selama 8 tahun dia menjadi residen di Saarland University Hospital sebelum bergabung dengan University of Mainz tahun 2000, dan menjadi professor di sana pada tahun 2006. Dia juga aktif di berbagai perusahaan salah satunya adalah perusahaan yang didirikan oleh Ozlem Tureci yang pada tahun 2002 dia resmi menjadi Istri Sahin.

Pada tahun 2008 Sahin dan Tureci mendirikan sebuah perusahaan dibidang bioteknologi bernama BioNTech yang fokus meneliti tentang imunoterapi untuk kanker dan penyakit langka. Ketika terjadi epidemi di Wuhan, China Sahin memutuskan seluruh peneliti di BioNTech yang sedang fokus meneliti vaksin untuk kanker, beralih untuk mencari vaksin untuk penyakit nCoV yang lebih viral disebut covid-19. Karena besarnya biaya meneliti vaksin ini maka BioNTech bekerja sama dengan perusahaan farmasi raksasa bernama Pfizer.

Pfizer ini adalah vaksin pertama yang telah melewati uji klinis terakhirnya dengan efektifitas mengagumkan, bahkan hampir tidak ada efek samping. Selain itu hal yang mengagumkan lainnya adalah pembuatan vaksin ini menggunakan teknologi paling canggih saat ini yaitu mRNA (messenger RNA). Berbeda dengan pembuatan vaksin lainnya yang masih menggunakan teknologi kuno yakni dengan melemahkan virus (merusak materi genetiknya).

Apa yang dilakukan Sahin adalah membaca RNA novel coronavirus sepanjang 3000an RNA dan meneliti RNA mana yang mengandung informasi "mahkota" si virus. Kemudian memotongnya  dan potongan RNA inilah yang akan menjadi vaksin. Uji klinis tahap 3 pada 45.000 manusia sudah membuktikan bahwa vaksin mereka sangat efektif untuk mencegah infeksi covid-19. Dilansir dari CNBC Sahin menargetkan perusahaannya bisa membuat 300 juta dosis vaksin per April 2021 dan bisa disuntikkan pada musim gugur 2021.

Kejeniusan yang akan menyelamatkan banyak jiwa ini pertama kali ditemukan oleh seorang imigran muslim di Jerman, Eropa. Padahal disana Islamophobia saat ini sedang sengit-sengitnya. Isu Islamophobia layaknya "kanker sosial" yang menjalar di tubuh Uni Eropa. Hal ini tak lain karena giringan opini umum dari media arus utama atas nama kepentingan politik, khususnya karena partai-partai populis sayap kanan makin maju di benua ini. Mereka meraup lebih banyak suara pemilih dari 10,6 persen pada 1980 menjadi 18,4 persen pada 2017.

Di saat kondisi Islamophobia di Eropa seperti itu, muslimlah yang justru menyelamatkan warga Eropa bahkan dunia. Hal ini seperti menjadi bantahan bagi mereka dengan isu-isu hoaks yang beredar di tengah mereka, yakni muslim itu teroris. Padahal muslim datang ke Eropa pasca Perang Dunia II untuk membantu rekonstruksi Eropa yang hancur akibat perang. Setelah menetap lebih dari tiga generasi di Eropa, warga Muslim menjelma menjadi warga Eropa, tidak lagi memandang dirinya sebagai "imigran", tetapi  "warga negara". (republika.id)

Maka isu Islamofobia sebenarnya tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, karena faktanya umat Islam bukanlah seperti yang mereka tuduhkan. Hal ini marak terjadi tidak lain karena umat Muhammad tidak punya perisai hakiki yakni negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version