View Full Version
Senin, 07 Dec 2020

Korupsi Marak, Inilah Langkah Cegah Tangkal Sesuai Syara

 

Oleh: Hana Rahmawati

Tanggal 5 Desember 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos). OTT ini diduga terkait penanganan pandemi COVID-19. Ada enam orang yang diamankan. Sebelumnya, OTT dilakukan pada Jumat (4/12/2020) pukul 23.00-02.00 WIB. Ketua KPK Firli Bahuri telah membenarkan OTT itu.

Tak tanggung-tanggung, para pejabat ini diduga telah mengorupsi dana bantuan sosial untuk warga terdampak covid-19. Di saat seharusnya rakyat mendapatkan bantuan menghadapi covid, dana bantuan tersebut malah menjadi konsumsi para pejabat kementrian sosial.

Dalam konteks kepemimpinan, nyatanya kasus korupsi belum juga dapat dibasmi. Sejumlah oknum pejabat masih saja akrab dengan aktivitas demikian. Bukankah saat kampanye menjelang pemilihan mereka lantang menyuarakan anti korupsi? Lalu mengapa setelah kekuasaan di genggaman mereka lupa dengan apa yang pernah diucapkan.

Sejatinya, pada sistem hari ini dimana agama dan negara dipisahkan, telah membawa dampak buruk bagi kehidupan terutama kehidupan bernegara. Hari ini, seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak dibekali dengan keimanan yang akan membuat dirinya terjaga dari tindakan kedzaliman. Dampak dari pemisahan agama dengan kehidupan inilah yang membuat seseorang berani melakukan tindakan mendzalimi orang lain. Bagaimana tidak dikatakan dzalim, ketika rakyat kesulitan pejabatnya justru bersenang-senang dalam kemewahan.  

Disinilah pentingnya peranan Islam, menjaga individu dari tindak kedzaliman dan kesewenangan. Mengajarkan arti kepemimpinan sejati, bahwa penguasa adalah periayah umat. Penguasa adalah junnah bagi umat, dan pelayan urusan umat. Maka wajib bagi para pemimpin mengetahui tugasnya dalam memimpin rakyatnya.

Teladan Sahabat Menasihati Pejabat

Di masa sahabat tindakan serupa pernah terjadi, namun saat itu ulama adalah penasihat penguasa. Sehingga mereka senantiasa mengingatkan saat ada tindakan yang menyimpang.  

Ketika Abu Hurairah diutus oleh Nabi SAW, seorang kepala negara, untuk mengambil jizyah dan kharaj dari warga yahudi, mereka berusaha menyuap utusan Nabi tersebut dengan mengumpulkan perhiasan istri-istri mereka dan anak-anak mereka dengan maksud agar Abu Hurairah mau mengurangi jumlah pungutan yang diambil. Namun dengan tegas Abu Hurairah menolak hal tersebut. Kelompok Yahudi tidak lantas marah, mereka mengatakan, "Andai saja para pejabat negara seperti Anda, niscaya langit dan bumi akan tegak selamanya."

Inilah teladan yang Abu Hurairah berikan. Sebab aqidah Islam lah yang menjadi kontrol diri seorang pejabat melakukan sebuah tindakan. Hal serupa pun pernah terjadi pada masa khalifah Ja'far bin al-Manshur.

Saat itu khalifah Ja'far berangkat haji dari Baghdad ke tanah suci dengan menyertakan rombongan. Seorang ulama berdiri menasihatinya seraya mempertanyakan dana yang digunakan sang khalifah untuk memberangkatkan mereka. Ulama itu adalah Sufyan ats-Tsauri. Inilah kesinambungan antara ulama dan penguasa. Seorang pejabat yang berkuasa harus memiliki ketaqwaan kepada Allah untuk membentuk social control dalam diri tiap individu.

Islam Mencegah Tindak Korupsi

Untuk menghentikan praktik politik seperti ini tidak akan pernah bisa dilakukan selama pondasi, standar dan cara pandang politiknya masih dibangun berdasarkan sekularisme dan asas manfaat. Maka, harus ada perubahan mendasar untuk menghentikan hal semacam ini. Akidah sekularisme yang menjadi pondasi politik oportunistis harus dibuang dan diganti dengan sistem Islam.

Aqidah Islam menjadikan setiap pemeluknya memiliki ketaqwaan kepada Allah dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga akan muncul self control di dalam diri mereka.

Dalam Islam ada tiga aspek yang harus ada agar sistem pemerintahan tegak dengan baik.

Pertama, ketaqwaan individu. Hal ini harus ada baik pada rakyat jelata maupun pada pejabat negara, agar segala tingkah laku terkontrol dengan baik dalam segala hal. Menghadirkan ruh hubungan manusia dengan Allah dalam segala aktivitas yang dilakukannya.

Kedua, kontrol masyarakat. Kelompok, partai politik, ataupun organisasi massa melakukan kontrol terhadap siapa pun yang melakukan tindak penyimpangan. Hal ini diperlukan, agar amar ma'ruf nahyi munkar berjalan dengan baik. Mengingatkan bahwa siapa pun ia pasti akan dimintai pertanggungjawaban kelak atas apa yang telah diperbuat selama hidup di dunia. Dengan adanya hal demikian, diharapkan seorang pejabat publik akan selalu mawas diri dalam berbuat.

Ketiga, penegakan hukum oleh negara. Tanpa memandang darimana ia berasal, bagaimana silsilah keturunannya atau apapun jabatannya, jika telah menyalahi aturan dan syariat maka hukum wajib ditegakkan atas dirinya.

Jika ketiga aspek ini ada dan benar-benar berjalan dengan baik, maka sistem yang baik akan tegak. Praktik penyimpangan sekecil apapun bisa diatasi sejak dini dengan sebaik-baiknya berdasarkan syariat yang telah Allah tetapkan.

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al A'raf:96)

Wallahu A'lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version