View Full Version
Rabu, 10 Feb 2021

Pandemi Diprediksi Masih 7 Tahun Lagi, Adakah Solusi Pasti?

 

Oleh: Shita Ummu Bisyarah

     Pandemi Covid-19 di Indonesia tak kunjung menemui usainya. Grafik yang masih terus menerus meroket tajam bahkan belum menemui puncaknya menandakan pandemi ini masih akan lama kita lalui. Tercatat di laman worldometers.com sebanyak 1,157,837 jiwa telah terinveksi virus mematikan ini dengan kematian 31,556. Lebih parahnya Indonesia masuk peringkat 3 kematian nakes terbanyak di dunia. IDI mengumumkan sebanyak 647 nakes meninggal akibat terinfeksi Covid-19 per 28 Januari 2021.

     Sungguh yang tertera dalam angka - angka yang berbaris rapi itu adalah manusia bukan angka statistik biasa. Terlihat bagaimana penanganan pandemi di Indonesia maupun global dunia gagal total. Mengorbankan jutaan nyawa manusia bahkan dokter yang berusaha menyelamatkan mereka.

     Angin segar datang dengan ditemukannya vaksin di berbagai negara. Bahkan vaksin - vaksin yang dikembangkan banyak negara ini satu per satu telah mengumumkan hasil uji klinis fase 3 nya dengan angka efikasi yang spektakuler. Tercatat Pfizer, Moderna, AstraZeneca memiliki efikasi lebih dari 90% dan sinovac 65.3%. Vaksin - vaksin ini terbukti dapat membentuk antibodi terhadap virus Corona ini.

     Namun lagi-lagi masalah birokrasi. Vaksin pertama yang diproduksi habis diborong negara yang memiliki modal besar. Dilansir dari cnbcindonesia.com (18/09/2020) bahwa lembaga amal international, Oxfam mengatakan 51% vaksin Covid-19 potensial telah di pesan oleh negara kaya (read : maju). Negara kaya ini setara dengan 13% populasi dunia.

     Parahnya lagi vaksinasi Indonesia berjalan sangat lambat. Dilansir dari cnbcindonesia.com (01/02/2021) Indonesia hanya melakukan vaksinasi pada 42.804 orang per hari, padahal targetnya 900.000 orang per hari. Dengan lambatnya vaksinasi ini pastilah akan lambat juga terbentuk herd imunity. Lalu kapan pandemi di Indonesia akan berakhir ketika vaksinasi berjalan sangat lambat seperti ini?

     Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Bloomberg, Johns Hopkins University menghitung berapa lama herd imunity akan tercapai dengan kecepatan imunisasi yang seperti sekarang ini. Dalam research tersebut disimpulkan bahwa dunia akan tercipta kekebalan global  pada 7 tahun kedepan dengan data kecepatan vaksinasi saat ini 4,5 juta dosis per day (data per 5 Februari 2021 pukul 21.00 waktu setempat).

     Negara-negara yang "kaya" dan menyiapkan vaksinasinya sejak awal dengan memesan vaksin dan mengedukasi masyarakat nya, mereka bisa mencapai herd imunity lebih cepat. Seperti Israel, Saudi Arabia yang hanya membutuhkan waktu 2 bulan, Inggris 6 bulan, Amerika 11 bulan, Prancis 3.8 tahun, Brazil 3.9 tahun, China 5.5 tahun. Sedangkan negara - negara "miskin" diprediksi lebih lama mencapai herd imuniti karena lambatnya proses vaksinasi. Sebut saja India, Rusia, Indonesia membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mencapainya. Bisa jadi jika birokrasi lebih lambat lagi maka pandemi juga lebih lama mereda.

     Dari penelitian ini dapat kita lihat betapa ketimpangan sosial ekonomi antara negara kaya dan negara miskin sangat gamblang adanya. Negara kaya bisa menebas habis vaksin dan hampir tidak menyisakan untuk negara miskin. Hal ini sangat wajar sekali terjadi di iklim kapitalisme. Kapitalisme dengan tolok ukur perbuatannya yakni materialisme jelas meniscayakan manusia berbuat berdasarkan untung rugi belaka. Ekonomi adalah aspek nomor satu, sedang nyawa manusia tak jadi prioritas utamanya. Paradigma seperti inilah yang membuat penanganan pandemi global carut marut tak kunjung usai. Kapitalis telah gagal menangani pandemi, karena keegoisan pribadi atas nama ekonomi.

     Hal ini berbeda jauh dengan paradigma ideologi Islam. Islam memandang bahwa nyawa manusia sangatlah berharga sebagaimana sabda Rosul

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

     Paradigma seperti inilah yang akan membangun prinsip Islam dalam membuat peraturan. Karena nyawa manusia lebih berharga daripada sebesar apapun nilai dunia, maka sistem kesehatan dinilai sebagai kebutuhan pokok umat. Sehingga negara wajib memberikannya secara gratis dan cuma-cuma. Hal ini tentu saja didukung sepenuhnya oleh sistem ekonomi dan politik Islam berikut sekumpulan konsep sahihnya. Sistem pendidikan sebagai pilar utama membentuk masyarakat yang hidup sehat, politik riset dan industri dilandaskan pada paradigma shahih Islam, sementara pembiayaan berbasis baitul mal dengan anggaran bersifat mutlak.

     Apabila terjadi pandemi maka negara yang menerapkan Islam akan menerapkan secara sungguh - sungguh 3 prinsip dasar yang diajarkan Syariat dalam menangani pandemi. Pertama pengambilan kebijakan lockdown sesegera mungkin. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

     Ke-dua mengisolasi orang yang sakit memisahkannya dengan yang sehat. Sabda Rasulullah SAW, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.”(HR Imam Bukhari).

     Ke-tiga Pengobatan yang sakit segera hingga sembuh. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.”

     Dengan paradigma dan prinsip seperti itu mudah saja bagi negara dalam menyelesaikan wabah. Seperti melakukan screening epidemiology ( pemeriksaan yang cepat dan akurat terhadap semua orang dengan gejala klinis serta melakukan contac tracking dengan teknologi GPS yang sudah maju seperti sekarang). Bisa diprediksi hanya dalam waktu kurang dari 12 jam bahkan bisa dipilah mana orang yang terinfeksi dan mana yang sehat karena orang - orang Islam adalah manusia yang taat pada syariat. Sehingga bisa dilaksanakan 3 prinsip yang sudah dijelaskan di atas.

     Begitulah Islam sebagai sistem kehidupan yang sohih dengan seperangkat aturan yang kompleks serta paradigma yang mulia sehingga bisa menjadi solusi setiap problematika dunia. Sangat layak Islam diterapkan sebagai pengatur alam, bukan kapitalis yang terbukti gagal hingga jutaan nyawa melayang. Karena Islam hadir tak hanya menjadi rahmat bagi kaum muslim tapi rahmat bagi seluruh alam. Wallahualambissawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version