View Full Version
Jum'at, 12 Feb 2021

Biden Menang, Israel Tetap Anak Emas Amerika Serikat

 

Oleh: Dewi Royani, MH

Sejak pergantian presiden Amerika Serikat (AS) dari Trump ke Joe Biden, dunia Islam menaruh harapan besar bahwa Biden akan membawa angin segar atas interaksi Israel-Palestina. Harapan atas perdamaian, stabilitas, dan keamanan Timur Tengah. Seperti pernyataan Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit,ia berharap pemerintahan Joe Biden akan membarui kebijakan Timur Tengahnya. Ia secara spesifik menyinggung mengenai penyelesaian konflik Israel-Palestina. (Republika.co.id,25/1/2021)

Pernyataan ini mengacu pada kebijakan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump. Pada masa Trump, AS dianggap sudah tidak lagi menjadi mediator yang netral karena memihak pada kepentingan politik Israel. Trump telah mengambil sejumlah kebijakan yang sangat merugikan Palestina. Diantaranya, Desember 2017 Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama di dunia yang melakukan hal tersebut.

Di bulan Mei 2018 Trump memutuskan memindahkan kedutaan besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Trump juga telah menutup kantor utusan Palestina di Washington bahkan menghentikan donasi humanisme pada Palestina. Langkah itu seketika membuat United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) menghadapi krisis keuangan.

Berdasarkan pernyataan Biden, memang terjadi sedikit perubahan kebijakan untuk konflik Israel-Palestina. Diantaranya Biden berjanji mengembalikan donasi humanisme untuk Palestina. Biden juga menentang kegiatan pembangunan pemukiman Israel di Tepi Barat yang mereka duduki.

Namun berdasarkan beberapa pengamat, kebijakan Biden tersebut tidak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk konflik Israel-Palestina. Terlebih lagi Biden tidak akan menjadi juru selamat bagi Palestina. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Biden yang mengungkapkan bahwa tidak akan memindahkan kedutaan Israel keluar dari Yerusalem. Biden juga telah menyambut pemulihan hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, meskipun Palestina mengutuk tindakan itu.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Jake Sullivan telah melakukan pembicaraan dengan Penasihat Keamanan Nasional Israel Meir Ben Shabbat. Sullivan menegaskan komitmen pemerintahan Joe Biden terhadap keamanan Israel. Mereka membahas peluang menaikkan kemitraan termasuk menciptakan keberhasilan pengaturan normalisasi Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko.

Kebijakan yang diambil Biden ini artinya menempatkan keamanan nasional Israel tetap menjadi perhatian yang utama. AS pun tidak menempatkan konflik Israel-Palestina menjadi prioritas utama dalam politik luar negerinya. Seperti yang disampaikan oleh analis politik Gaza, Hani Habib mengatakan “Dalam hal kebijakan luar negeri, Biden memiliki masalah yang jauh lebih penting dan mendesak daripada konflik Israel-Palestina seperti Iran, NATO, dan aliansi dengan Eropa." Jadi Israel akan permanen sebagai anak emas bagi pemerintah AS meskipun kepemimpinan telah beralih ke Biden.

Amerika Serikat adalah negara yang berideologi kapitalisme sekuler yang memiliki  asas politik luar negeri yang khas yaitu imperialisme. Sebagai presiden negara kapitalis, Biden tidak punya pilihan selain meneruskan imperialisme sebagai kebijakan politik luar negerinya. Meskipun Presiden AS berganti–ganti, AS akan permanen menjaga dominasi global untuk kepentingan politik dan ekonomi AS. Inilah mengapa kemenangan Biden atas Trump tidak serta merta membawa angin segar yang  menyejukkan bagi kaum muslim di seluruh dunia.

Di timur tengah AS memiliki tiga agenda utama yang menjadi kepentingannya. Pertama, menjaga sumber-sumber energi agar tetap dikendalikan Amerika terutama minyak dan gas. Kedua, mencegah munculnya kekuatan politik Islam di Timur Tengah. Apalagi kekuatan politik yang bisa menyatukan Timur Tengah secara politik yang akan mengancam kepentingan Amerika Serikat. Ketiga, jaminan terhadap eksistensi negara penjajah Yahudi. Tiga hal ini merupakan kepentingan utama AS di Timur Tengah yang sampai kapan pun tidak berubah.

Oleh karena itu, berharap kepada AS dan Biden untuk penyelesaian pendudukan Israel terhadap Palestina adalah suatu kemustahilan. Adapun secara normatif Islam telah menjelaskan bahwa haram hukumnya kaum muslimin berharap pada negara seperti AS, dalam urusan kaum muslimin. Karena AS termasuk negara kafir harbi muhariban fi’lan negara kafir yang wajib diperangi. Memohon ataupun  berharap kepada mereka  tergolong pada tindakan muwalah atau sikap setia kepada orang kafir. Allah Swt. berfirman dalam surat Al maidah ayat 51 yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin,sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian lainnya. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya".  (Al Maidah 5:51). Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version