View Full Version
Selasa, 24 Aug 2021

Childfree atau Mindfree?

 

Penulis: 

Keni Rahayu || Influencer Dakwah Millenial

 

BUKAN isu baru tapi masih booming. Bahkan, semakin booming. Apa tuh? Ide ini nih, childfree. Hmmm... Makanan apa itu childfree?

Mohon maap, bund. Childfree bukan makanan, ini mah ide atau gagasan. Sebuah pandangan yang menyatakan keinginan pasangan menikah untuk tidak memiliki anak. What?

Dunia sudah tua, bung. Semakin lama semakin terbatuk-batuk. Penghuninya makin rusak. Bukan balik ke petunjuk penggunaan biar bisa kembali normal, eh malah makin parah. Makin lama makin bebas, makin bertindak sesuka hati.

Gagasan childfree ini sejatinya kepanjangan dari ide feminisme, dalam rangka menyetarakan gender antara laki-laki dengan perempuan. Atas nama cinta, suami meridai istrinya tidak hamil sesuai keinginan. Istri tidak ingin hamil dengan berbagai alasan. Di antara alasan itu adalah tidak ingin ribet punya anak. Ada juga sebab takut tubuhnya rusak pascamelahirkan. Ada juga merasa belum siap. Lah, Allah ciptakan rahim pada perempuan emang hiasan doang? 

Kita tahu bahwa akar feminisme adalah liberalisme. Makanya ide ini menjunjung kebebasan individu setinggi-tingginya. Agama bukan yang tertinggi. Posisi agama dalam kehidupan diserahkan kembali ke individu, apakah ia mau menjunjungnya tinggi-tinggi atau setengah hati. Bebas, dong. Namanya juga liberal-is-me.

Padahal kenyataannya kaum sekuler inkonsisten juga. Atas nama aturan negara, mereka melarang individu dan masyarakat muslim mengupayakan Islam dalam kehidupan bernegara. Tapi, di sisi lain sebaliknya, negara ikut campur pada ranah individu. Negara melarang penggunaan atribut-atribut Islam, memboikot kelompok tertentu yang menyuarakan Islam. Apa akhirnya topeng sekularisme terbongkar? Ia hanya ramah pada selain Islam dan galak pada Islam saja.

Bagaimana bisa liberalisme berlaku demikian pada agama? Sangat tidak sopan! Maklum saja ide ini begini, sebab asas liberalisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh ada di ranah masyarakat dan negara. Agama adalah ranah pribadi, sehingga tidak ada hak kita mencampuri urusan agama orang lain. Itu kata kaum sekuler. Mereka menutup mata pada aturan pencipta. Sehingga mereka membuat aturan sendiri sesuai kebutuhan masing-masing orang.

 

Hilang Akal

Daripada childfree, saya lebih suka mengatakan sebagai mindfree. Kebebasan berpikirnya bablas, bahkan sampai hilang akal. Menikah untuk apa kalau bukan untuk memiliki keturunan? Apa sebegitu hilang akalnya sampai seperti manusia tak berpikir sama sekali? Itulah mengapa menggunakan akal harus dibimbing wahyu, agar tidak zalim.

Jika menikah tidak dalam rangka memiliki keturunan, kemudian bagaimana kehidupan bisa berjalan? Tidakkah terjadi kepunahan manusia? Sebab yang menikah tak bersedia memiliki keturunan.

Childfree senada dengan pikiran sesat lain, yakni lagibete. Kaum lagibete hendak mengekspresikan rasa cintanya kepada sejenisnya, kemudian bagaimana mungkin bisa punya keturunan? Pinjam rahim tentu bukan solusi, itu adalah melahirkan masalah baru terkait nasab. Anak manusia jadi tidak memiliki kemuliaan lagi. 

Tidak ada ide manusia yang bisa memanusiakan manusia. Hanya aturan dari  pencipta manusia yang bisa melakukannya. Islam. Satu-satunya solusi dari fikroh sampai thoriqoh. Islam punya rinciannya.

Allah ciptakan setiap manusia memiliki potensi yang luar biasa, ada akal, kebutuhan jasmani dan naluri. Naluri yang Allah berikan ada tiga, yakni naluri bertuhan, naluri eksistensi diri, dan naluri berkasih sayang. Permasalahan childfree ini erat kaitannya dengan naluri berkasih sayang. Gharizah nau', nama lainnya. Tujuan Allah menciptakan gharizah nau' pada manusia adalah untuk melestarikan jenis manusia. Diciptakan manusia berpasang-pasangan tentu dalam rangka hal ini.

Gagasan yang menginginkan pernikahan tanpa adanya anak, tandanya ia belum paham hakikat pernikahan. Ia tak paham mengapa diciptakan rasa (gharizah). Rasa bukan sekadar untuk diikuti, tapi untuk dijalani sesuai hakikat penciptaannya. Pernikahan adalah memfasilitasi anak manusia lahir melalui jalan yang beradab.

Kenapa sih kaum feminis selalu suuzon sama Islam? Mana ada perempuan terkekang dengan tunduk pada fitrah dari Allah? Seharusnya akal kita ini digunakan dalam rangka memantaskan diri jadi hamba yang dicinta Allah, dengan cara mematuhi semua aturan-Nya. Akal dipakai dalam rangka memahami syariat-syariat Allah, duduk bermajelis mendalaminya.

Jangan ada childfree, mendingan pahami nih realfree. Realfree-nya perempuan adalah ketika ia bebas taat pada Allah tanpa ada campur tangan apalagi pandangan miring ide-ide busuk pemikiran Barat. Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version