View Full Version
Sabtu, 13 Jul 2013

Shaum Yang Begitu Indah Bagi Kehidupan

Depok (voa-islam.com) Al-Qur’an menyatakan: “kutiba ‘alaikumushiyam” Telah diwajibkan atas kamu berpuasa. Para ahli tafsir menyatakan berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa berpuasa itu diwajibkan bagi setiap bagian tubuh.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179)

Dengan demikian makna puasa lidah adalah menjauhi kebohongan. Berkata yang baik atau diam. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata baik atau diam”. Demikian hadits Rasulullah SAW.

Pilihan pertama adalah: “fal yakul khairan” “Berkata baik” semua kata yang terucap didasari niat yang baik, cara yang baik (kalimat yang baik) dan tujuannya adalah mencari kebenaran.

Al-haqqu min robbika. Kebenaran (yang haq) itu berasal dari Rabbmu. “Fala takunana minal mumtarin” Maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu.” Berapa banyak di antara kita ketika berbicara menggunakan lidah yang dikaruniakan Allah kepada kita berdasarkan “Syahwatul kalam”, nuansanya tidak lagi mencari kebenaran melainkan kemenangan pendapat.

Kita bisa melihat dalam acara debat, dalam acara kampanye, dalam urusan bisnis, dalam masalah poligami, dalam masalah kenegaraan juga dalam masalah rumah tangga.

Mari dalam masalah apapun, gunakan lidah kita dengan nuansa shaum, yaitu mengembalikan semua potensi berkata-kata untuk mengajak manusia pada al-haq. Sebagaimana para rasul diutus oleh Allah SWT. Mengajak manusia kembali ke jalan Allah.

Makna puasa telinga berarti tidak mendengarkan hal-hal yang maksiat. Bagi muslimah suara adalah aurat. Kenapa sampai seperti itu. Banyak di sekitar kita laki-laki yang memiliki penyakit hati.

Janganlah karena kita tidak bisa mengatur nada suara, mengatur irama kesedihan sehingga kita curahkan dan akhirnya membuat telinga orang yang mendengarkan suara kita menjadi sumber maksiat. Lebih baik menghindari mudhorot daripada mencari manfaat.

Berhati-hatilah bahkan di tempat-tempat yang mulia, di tempat orang yang sholeh sedang berda’wah pun bila seorang muslimah tidak pandai menjaga hatinya setiap alunan da’wah yang mengandung kebenaran bisa berubah menjadi alunan setan dalam bentuk kekaguman, keterpesonaan.

Berawal pada suasana diskusi, konsultasi, terdengar oleh telinga kita bagai sesuatu yang mempesona. Mulailah bergeser fungsi telinga kita yang seharusnya mendengarkan kalimat-kalimat yang haq bergeser secara halus perlahan dan pasti memasuki hati menjadi penggoda hati.

Waspadalah dengan telinga dan berbagai berita atau ilmu atau sekalipun berada dalam nuansa kemuliaan atau di masjid atau di mimbar-mimbar da’wah, dsb. Tetap jagalah hati agar telinga selamat di akhirat.

Puasa mata berarti tidak melihat semua bentuk kemaksiatan atau dosa. “Pandangan pertama adalah rahmat, pandangan kedua laknat, dan pandangan ketiga berasal dari iblis atau setan”.

Wahai muslimah yang sholihah kita harus sadar, menjaga pandangan hanya bisa berhasil dilaksanakan oleh orang-orang yang kuat imannya. Mungkin kita sebagai muslimah yang berhijab mampu mengamalkan hal itu.

Tapi dapatkah kehadiran kita yang kadang penuh pesona, bisa membuat semua laki-laki yang melintas di sekitar kita menundukkan pandangan.

Berkacalah, kenapa? Dari ujung rambut sampai ujung kaki sesungguhnya seorang muslimah sangat menarik. Dia pandai menundukkan mata, tapi dia tidak pandai menjaga tampilannya agar membuat orang lain yang bukan muhrim agar juga menundukkan pandangannya.

Jaga tampilanmu di ruang-ruang terbuka. Jangan sampai busana muslimah yang kita gunakan justru membuat kita menjadi semakin menarik dan indah dipandang sehingga membuat orang lain akhirnya terperangkat pada pesona mata.

Kita bisa lihat betapa banyaknya foto-foto wanita cantik tersebar dimana-mana, sekalipun berjilbab, tapi tetap senyum cantik mempesona. Doakanlah agar setiap laki-laki yang memandang, barangkali suami kita tetap istiqomah dalam keimanannya.

Puasa diri berarti membebaskan diri dari hawa nafsu. Ingatlah sesungguhnya hawa nafsu itu selalu mengajak kepada kebinasaan. Dalam bulan Ramadhan, suami istri yang sah saja tetap dilatih mengendalikan hawa nafsunya di siang hari.

Allah mendidik kita mengendalikan diri terhadap sesuatu yang dihalalkan. Apalagi terhadap yang jelas-jelas keharamannya. Janganlah kita termasuk orang-orang yang tunduk patuh pada perintah hawa nafsu.

Jangan kita seperti orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsunya. Nafsu itu bermacam-macam. Ada nafsul muthmainnah, nafsul lawamah. Nafsul muthmainnah itulah yang harus kita ikuti, yaitu semua keinginan untuk melakukan fastabiqul khoirat (berlomba-lomba dalam kebaikan).

Puasa hati berarti membuang kecintaan terhadap benda-benda dunia. Yakinlah apapun yang kita miliki saat ini akan binasa. Tubuh kita akan kembali menjadi tanah. Benda apapun yang kita miliki tidak akan dibawa mati. Bayangkan indahnya keabadian surga.

Berpikirlah, bagaimana kita akan mendirikan bangunan di surga. Sebagaimana doa Siti Asiah, pasangan Fir’aun dalam doanya: “Ya Rabbi, dirikan untukku sebuah rumah disisimu di surga, dan lindungi aku dari kezholiman Fir’aun”

Itulah hakikat kecintaan terhadap dunia. Siti Asiah pasangan Fir’aun sadar bahwa istananya yang megah di tepi sungai nil adalah fana, yang abadi adalah surga-Nya.

Puasa pikiran berarti menjauhkan pikiran dari selain Allah. Adapun orang-orang yang beriman, mereka mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring.

Allah sangat senang dengan dzikir kita. Bila dalam keadaan senang kita selalu ingat kepada Allah. Insya Allah bila kita dalam keadaan susah, dalam keadaan musibah, Allah akan ingat kita dan selalu memberi pertolongan kepada kita.

Wahai muslimah yang sholihah, jadikan shaum kita indah di mata Allah. Amin ya Robbal ‘alamin. Ratna Mulyana

Depok, 10 Juli 2013

1 Ramadhan 1434 H


latestnews

View Full Version