View Full Version
Selasa, 17 Dec 2019

Memahami Emosi Pasangan, 4 Langkah Menuju Keluarga Samara

                             

                               Oleh: Yumna Umm Nusaybah
 

Si A curhat tentang suaminya, “Suamiku sekarang sedikit berubah mbak. Kalau dulu awal awal kita sering leyeh-leyeh di sofa bareng-bareng. Sekarang dia hampir nggak punya waktu. Sibuk sama kerjaannya. Kadang sibuk sama HPnya. Lebih suka berdua dengan HP nya daripada berduaan dengan saya.”
.
Si B menjawab, “Wah sampe segitunya ya mbak? Sampeyan sudah pernah ngecek apa yang dia lihat di HP nya? Temanku pernah dapat kasus yang sama, ternyata suaminya punya selingkuhan mbak!”
.
Grubyak! Glodhak!
.
Kalau punya teman kayak si B, tenggelamkan aja ke laut (ikut ikutan Bu Susi). Eh...Bukannya mengajak berpikir obyektif, positif dan optimis, malah menanam ‘benih’ kehancuran dan kegalauan.
.
Sebaliknya, jadilah teman yang menyejukkan. Bukan teman yang justru bikin gerah. Kalau rumah tangga gaduh gara-gara benih yang kita tanam maka suatu saat Allah ﷻ akan meminta pertanggungjawaban.
.
Bukankah itu kerjaan para syaitan, menggoda yang belum menikah untuk pacaran? Membuat yang sudah menikah dan halal menjadi berantakan. Lalu Kenapa mau menjadi kaki tangan syaitan? Amal baik yang susah susah dikumpulkan, harus menjadi tebusan dari lidah yang tidak terjaga.
.
Jadi yang sering ngerumpiin suami apalagi ngasih komen negatif tentang suami orang, tolong HENTIKAN. Rekatkan yang sedang renggang. Kuatkan yang sedang bimbang. Rangkul yang sedang berjuang. Support mereka dengan pikiran positif hingga akhirnya bisa menemukan jalan keluar.
.
Bagi akhwatifillah yang sedang diuji oleh Allah ﷻ dengan pasangan, bersabarlah. Mungkin ini jalan ke surga. Kuatkan hubungan kita dengan Allah. Semangati diri dengan contoh mulia panutan kita, ibunda Khadijah bint Khuwailid Radhiyallahu ‘anha.
.
Ibunda Khadijah RA adalah tempat bersandar Rasulullah secara emosional dan spiritual. Beliau RA tidak pernah berfikir negatif tentang suaminya meskipun kadang Rasulullah ﷺ meragukan diri beliau sendiri. Saat beliau ﷺ menerima wahyu pertama, apa yang terbersit dalam benak baginda? Bahwa beliau telah kerasukan. Pasti ini kerjaan makhluk ghaib. Tapi apa respon Ibunda Khadijah Radhiyallahu ‘anha?
.
Dari Imam Ahmad, Rasulullah ﷺ pernah mengatakan kepada Khadijah:
.
‎إِنِّي أَرَى ضَوْءًا، وَأَسْمَعُ صَوْتًا، وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَكُونَ بِي جَنَنٌ”. قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ اللهُ لِيَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ يَا ابْنَ عَبْدِ اللهِ. ثُمَّ أَتَتْ ورقة بن نوفل، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: إِنْ يَكُ صَادِقًا، فَإِنَّ هَذَا نَامُوسٌ مِثْلُ نَامُوسِ مُوسَى، فَإِنْ بُعِثَ وَأَنَا حَيُّ، فَسَأُعَزِّرُهُ، وَأَنْصُرُهُ، وَأُومِنُ بِهِ
.
“Sungguh aku melihat suatu cahaya. Aku mendengar suara. Aku takut kalau aku gila.” Khadijah menjawab, “Tidak mungkin Allah akan membuatmu demikian wahai putra Abdullah.” Kemudian Khadijah menemui Waraqah bin Naufal. Ia ceritakan keadaan tersebut padanya. “Jika benar, maka itu adalah Namus seperti Namusnya Musa. Sekiranya saat dia diutus dan aku masih hidup, aku akan melindunginya, menolongnya, dan beriman kepadanya,” kata Waraqah. (HR. Ahmad 2846).
.
Perhatikan cara Khadijah RA merespon curhatan suaminya ﷺ
.
1. Beliau memakai afirmasi positif. Sayyidah Khadijah mengingatkan dan mendaftar kualitas baik Rasulullah ﷺ. Bahwa beliau adalah orang yang suka menyantuni anak yatim, menyambung silaturahmi dan selalu siap membantu orang yang membutuhkan. Ungkapan ini menjadi amunisi yang menguatkan kembali mental Rasulullah ﷺ
.
2. Sayyidah Khadijah RA tidak mencerca dengan jutaan pertanyaan sekembalinya Rasulullah ﷺ dari gua Hira. Beliau melakukan apa yang Rasulullah minta. Menyelimuti suaminya ﷺ. Setelah Rasulullah tenang, dan menceritakan apa yang yang terjadi, Khadijah mendengarkan dengan seksama. Tanpa menyela maupun mengecilkan perkara.
.
3. Setelah mengetahui bahwa apa yang dihadapi suaminya ﷺ adalah perkara yang tidak mampu mereka pecahkan, Khadijah RA mengusulkan untuk meminta bantuan. Pergilah mereka berdua ke paman Khadijah RA, Waraqah bin Naufal. Sikap suportif, sigap dan bijak itulah yang menjadikan Rasulullah ﷺ sangat mencintai ibunda Khadijah RA. Sampai sampai Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menceritakan,

‎كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ – قَالَتْ – فَغِرْتُ يَوْماً فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْراً مِنْهَا. قَالَ « مَا أَبْدَلَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْراً مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِى إِذْ كَفَرَ بِى النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِى إِذْ كَذَّبَنِى النَّاسُ وَوَاسَتْنِى بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِى النَّاسُ وَرَزَقَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِى أَوْلاَدَ النِّسَاءِ »

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan Khadijah pasti ia selalu menyanjungnya dengan sanjungan yang indah. Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyampaikan, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.”

(HR. Ahmad, 6:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih.)
.
Pelajaran bagi kita:
.
1. Kenali dan baca emosi pasangan kita. Butuh waktu dan intensitas interaksi untuk bisa memahaminya. Karenanya, luangkan waktu hanya berdua saja. Mungkin saat anak-anak bersama kakek neneknya, atau saat mereka sekolah dan suami sengaja mengambil satu Jam dari jadwal padatnya untuk makan siang untuk bisa bersama istri tercinta.
.
2. Berilah pasangan kita ruang untuk berkembang. Jangan jadi pasangan yang terlalu bergantung (clingy). Dengan begini, tidak ada pihak yang identitasnya hilang sebagai ‘orang’. Kita ada bukan karena pasangan kita. Kita ada karena Allah ﷻ menginginkan kita menghamba kepadaNya.
.
3. Luangkan waktu untuk diri kita sendiri. Lakukan apa yang membuat kita bahagia. Bisa jadi itu menjahit, olahraga, menulis, membaca. Apapun itu asal halal. Ingat! Bukanlah tanggung jawab pasangan kita untuk membuat kita bahagia. Diri kita sendirilah yang bertanggung jawab mencarinya.
.
4. Menuntut hak sangatlah mudah. Namun menunaikan kewajiban selalu lebih sulit. Jika masing masing fokus menunaikan kewajiban dan tanggung jawab, maka hak pasangan akan terpenuhi. Jika sang isteri merasa terlalu banyak memberi, maka sekali sekali bolehlah meminta. Tapi jelaskan duduk permasalahannya. Jangan sampai penjelasan diiringi dengan piring terbang dan suara yang memekakkan telinga. Yang penting jangan diam seribu bahasa. Pilih waktu yang cocok untuk berbincang. Tunggu agar masing-masing sudah tenang dan melunak.
.
Ingatlah bahwa dinamika masing masing rumah tangga berbeda. Tidak akan pernah bisa dibandingkan pun diimpikan.
.
Karenanya, bandingkan saja kondisi kita sendiri. Tengok keadaan, kematangan, kekurangan kita dua, tiga tahun yang lalu. Apakah sekarang lebih baik atau masih jalan di tempat.
.
‎مَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ مثل اَمۡسه فهو مَغۡبُون. ومَن كان يومه شَرًّا مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون
.
“Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Barang siapa hari ini sama seperti kemarin, maka ia merugi. Barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin, ia celaka.”

Semoga Allah menjaga rumah tangga kita dengan semakin memahami emosi pasangan masing-masing. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)


.


latestnews

View Full Version