View Full Version
Selasa, 24 Dec 2019

Merindukan Peran Ibu Cerdas, Pencetak Generasi Berkualitas

 

Oleh:

Ernadaa Rasyidah

Penulis Bela Islam

 

IBU adalah sosok wanita dengan segudang peran domestik maupun publik yang dilakoni, di bahunya dititipkan amanah mencetak generasi, menentukan kelestaraian manusia di muka bumi.

Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, sosok yang sangat dekat dan pertamakali berinteraksi dengan anak. Bahkan sejak dalam kandungan, ibu sudah mempengaruhi fisik dan mental anaknya. Ketika anak lahir melalui proses yang penuh perjuangan dan pengorbanan, ibu pula yang mengukirkan warna dalam lembaran-lembaran putihnya.

Sangat tepatlah Islam menempatkan posisi mulia bagi sosok ibu, atas setiap lelahnya dalam mengandung, kesiapan menanggung resiko kematian saat melahirkan, menyusui, mengasuh dan memenuhi segala kebutuhan anaknya, hingga Islam menempatkan surga di bawah telapak kaki ibu.

Namun saat ini, kehidupan sekuler yang jauh dari nilai-nilai agama telah menggerus peran ibu, membuat Ibu abai dalam menjalankan perannya. Dominasi sistem kehidupan kapitalis telah merasuki kehidupan sebagian besar kaum muslim, tidak terkecuali kaum ibu. Mengukur standar bahagia hanya dengan materi semata, yang telah menggeser makna bahagia yang semula diraih dengan ketaatan dan limpahan pahala dari sang pencipta atas tugas mulia sebagai ummu wa robbatul bayt, berganti standar kapitalistik dengan berlimpahan materi dan bergaya hidup mewah.

Seorang ibu menjadi minder dan merasa tidak produktif jika tidak bekerja dan menghasilkan uang, menganggap peran ibu di sektor domestik seputar dapur, sumur dan kasur sebagai penghambat aktualisasi dan karir. Akibatnya, beramai-ramai menyerbu sektor publik untuk mengejar puncak karir, mirisnya ada sebagian yang menolak untuk menjadi ibu atau mau melahirkan tapi tidak sempat mendidik anaknya dengan baik.

Dalam Islam, bekerja bagi perempuan di ranah publik, secara syar'i hukumnya boleh. Bahkan mengamalkan ilmu di luar rumah sebagai guru, dokter, perawat, bidan dan lain-lain termasuk fardlu kifayah. Namun, kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga tetap menjadi yang utama dan tidak boleh terabaikan. Yang keliru adalah pandangan bahwa ibu harus bekerja menafkahi keluarga bersama suami. Karena kewajiban memberi nafkah, telah Allah tetapkan di pundak suami bukan istri, dan ini adalah perintah Allah sang maha pencipta dalam QS. Al - Baqarah :233.

 

Menjadi Ibu Cerdas

Syariah Islam telah menetapkan bahwa seorang perempuan justru memegang peranan yang sangat penting dalam membangun perdaban yang gemilang.

Islam mewajibkan seorang perempuan untuk menjadi Ibu yang memiliki peran strategis sebagai pencetak generasi dan pendidik pertama bagi anak-anaknya. Memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mengkokohkan dan membina kepribadian Islam bagi generasi. Peletak pondasi dasar dalam pembentuk pola pikir dan pola sikap anak, agar sesuai dengan fitrah Islamnya.

Pada saat yang sama, sosok Ibu memiliki peran sebagai manager bagi terciptanya keluarga sakinah, mawaddah warahmah.

Peran ini tentu membutuhkan keahlian, keterampilan, mengelola, mengatur, menjaga, dan merawat. Menciptakan suasan aman dan nyaman, tempat melebur lelah juga membangun asa. Ungkapan rumahku surgaku, bukan sekedar kata tapi terealisasi secara nyata. Dan semua ini bisa terwujud dengan kecerdasan ibu dalam memanege rumah tangganya.

Kita mengenal sosok wanita mulia dari kalangan shahabiyah bernama al-Khansa binti Amr yang sukses menghantarkan empat orang putranya menjadi mujahid, dan meraih kedudukan mulia sebagai syuhada.

Kita juga mengenal banyak nama tokoh Islam seperti Imam Bukhori, seorang perawi hadits yang diakui seluruh kaum muslimin. Imam Syafi'i, seorang ahli Fiqh yang berhasil menghafal al-quran pada usia 7 tahun. Imam Hambali, seorang ahli hadits, ahli fiqh dan mujtahid. Imam asy-Syaukani, seorang ulama besar dan pakar pendidikan. Jabir bin Hayyan, seorang ahli Kimia yang menciptakan skala timbangan akurat dan mendefinisikan senyawa kimia. Mereka adalah anak-anak berkualitas dari para ibu cerdas yang memahami kewajibannya untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya dalam ketaatan.

Generasi berkualitas, lahir dari proses yang tidak instan. Membutuhkan kesungguhan dan ketangguhan dalam mendidik dan membina dengan sabar yang tidak terbatas.

Yang tiidak kalah penting adalah peran lingkungan dan sistem aturan yang diterapkan ditengah kehidupan kita. Dibutuhkan sebuah sistem yang mendukung terwujudnya ibu cerdas dan generasi berkualitas. Sistem ini harus berasal dari pencipta manusia, yaitu sistem Islam yang telah terbukti mampu melahirkan para generasi unggul yang tidak diragukan lagi kualitas ilmu, iman dan ketaatannya.

Karenanya, merindukan peran ibu cerdas yang melahirkan generasi berkualitas bukan sekedar hayalan, tapi kepastian yang dapat terwujud dengan maksimal melalui penerapan Islam secara kaffah ditengah-tengah kehidupan kita.Wallahu a'lam.*


latestnews

View Full Version