View Full Version
Sabtu, 28 Dec 2019

Wanita dalam Jeratan Kapitalisme

 

Oleh:

Puji Astutik, M.Pd.I

 

DESEMBER menjadi salah satu bulan istimewa bagi wanita. Pada bulan ini, ada tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai hari ibu. Wanita memang istimewa. Wanita memang berharga. Indahnya dunia ini karena ada wanita. Demikian pula hinanya dunia bisa juga karena wanita.

Wanita memiliki kecantikan dengan iman dan ketaatan yang terpatri. Wanita memiliki pesona dengan budi pekerti nan akhlaq yang mulia. Wanita memiliki ketinggian akal dengan ilmu yang digengam. Wanita perhiasan dunia.

Sebaliknya, wanita bisa menjadi seburuk-buruk makhluk di bumi dengan keingkarannya kepada Allah ﷻ. Sebagaimana Allah ﷻ terangkan dalam ayatNya berikut.

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir karena mereka tidak beriman” (QS: Al Anfal: 55)

Ingkar kepada Allah ﷻ bermakna tidak beriman, tidak taat kepada Allah ﷻ. Bila seorang wanita tidak beriman, tidak taat kepada Tuhannya, lantas karena dan untuk siapa kebaikan yang dilakukannya? Aturan siapa yang dijadikan pegangan dalam hidupnya?

Oleh karena itu, duhai pemilik paras yang cantik. Pemilik mata yang lentik. Pemilik tubuh yang seksi. Pemilik suara yang mendayu. Pemilik pesona dari ujung kaki hingga rambut. Bukan apa yang melekat pada diri wanita sebagai media tebar pesona. Bukan pula alat pencari uang. Bukan pula untuk merayu lelaki. Tapi itu semua Allah ﷻ karuniakan agar wanita mengerti betapa kuasanya Allah ﷻ. Dengan pesona yang ada supaya menjadi jalan untuk mengimani al Khaliq –Sang Pencipta-  bukan malah melalaikan yang menciptakan.

 

Moment Instropeksi

Hari ibu, moment untuk instropeksi. Instropeksi, bahwa kini, wanita dalam gengagaman sistem kapitaliesme. Sistem yang menggiringwanita kelembah liberalisme, materialisme. Mungkin tidak disadari oleh kaum wanita. Karena generasi saat ini lahir langsung menghirup udara kapitaliesme. Mode pingsanini harus diakhiri. Sehingga wanita bisa segera memainkan peran mulianya.

Jangan lagi wanita larut dalam hedonisme. Bahkan senang dan menikmatinya. Sama halnya itu denganmembasahi tubuh dengan lumuran dosa. Demi kenikmatan meraih sejumlah uang dengan menghalalkan segala macam cara. Misal menjadi bintang iklan dengan menunjukkan daya seksualitasnya, bahkan menjadi bintang film yang buka aurat, ikhtilat, tabarruj dan rentetan pelanggaran syariah lainnya.  Astagfirullah.

Sadarilah bahwa itu permainan ideologi kapitaliesme.Menjadikan diri wanita sebagai komoditas ekonomi. Seluruh potensinyadihargai dengan uang. Hakikatnya, wanita diperas. Bila salah ambil peran dalam kehidupan ini. Seolah berharga, tapi dimata Allah ﷻ hina. Bila peran hidupnya bergelut dengan pelanggaran terhadap syariah Nya.   

 

Sisi Lain Wanita

Dengan segala pesona wanita, tidak heran jika banyak lelaki dibuat gila oleh wanita. Bagaimana kecantikan Cleopatra mampu menakhlukkan Julius Caesar. Bagaimana pula kecerdikan Hindun mampu membawa akal Abu Sufyan tunduk padanya –sebelum keduanya masuk Islam-. Dan bagaimana pula bapak-bapak takut istri yang menjadikan mereka bertekuk lutut dipaha istrinya.

Dilain sisi, ada kenyataan yang berbeda. Bagaimana keimanan Asiyah membuat jantung Firaun mau copot. Bagaimana pula kesabaran Maryam menakhlukkan semua fitnah keji atas dirinya. Kekuasaan dan kekayaan Ratu Bilqis menghantarkannya bertemu Nabi Sulaiman. Dan bagaimana tokoh nasional Cut Nyak Dien mampu membakar semangat jihad rakyat sumatera untuk mengusir Belanda.

Wanita adalah fakta yang ada didunia. Dan nyata mereka memiiki daya pengaruh luar biasa. Tidak heran, jika dikatakan baiknya bangsa tergantung peran yang dimainkan wanita. Bahkan dikata wanita tiangnya negara. Bisa dibayangkan betapa mulia tanggungjawab wanita. Jika tiang itu bengkok bisa dipastikan negara akan bengkok pula. Bila tiang itu rapuh maka negara menuju robohnya. Jika tiang itu jatuh maka hancurlah negara.

Namun jika tiang itu berakar kuat maka akan menopang negara menunjukkan taringnya. Jika tiang itu kokoh maka negara kuat menjalankan peran periayahan kepada rakyat. Jadi, wanita punya daya positif dan juga negatif.

 

Peran Mulia Wanita

Ada lebih dari satu peran seorang wanita. Mulai dari peran sebagai hamba Allah ﷻ, anak dari kedua orang tuanya, menjadi istri jika sudah menikah, anggota masyarakat dimana ia tinggal, dan peran keummatan sebagai aktualisasi dari ilmu, ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya. Keseluruhan peran ini  perwujudan eksistensi wanita dalam kehidupan.    

Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidhomul Ijtima’ menyebutkan bahwa peran perempuan diluar rumah ditujukan untuk memuliakan umat ini. Dengan catatan tetap terikat dengan hukum syara’ dan tidak meninggalkan tanggungjawab dia sebagai umm wa rabbatul bait jika ia sudah menikah. Dengan demikian, wanita bisa memilih peran yang berkesesuain dengan fitrahnya dan tidak bertentangan dengan hukum syara’.

Misal pilihan peran menjadi seorang guru, dosen, dokter, administratif  dan lainnya yang tidak mengambil banyak waktu dan tenaga. Hal terpenting sebagai pertimbangan adalah kehalalan pekerjaan itu, tidak menjadi jalan melanggar syariat, memberikan kontribusi positif bagi umat,bisa menyeimbangkan dengan peran domestik dikedepannya dan menjadi jalan mempermudah melaksanakan perintah Allah ﷻ lainnya.

Dengan demikian, peran yang dimainkan wanita akan menghantarkan kepada kemuliaan dirinya, umat dan negara. Sehingga wanita sebagai tiang negara, bukan hanya slogan. Ketika titik peran yang diambil wanita tepat dan diridhoi Allah ﷻ akan berbalas keberkahan. Bukan hanya wanita itu sendiri yang merasakannya bahkan hingga tataran negara.

 

Berlepas dari Jerat Kapitalisme

Mengembalikan kemuliaan wanita berarti harus berlepas dari sistem kapitaliesme maupun sosialisme. Agenda berlepas dari jerat kapitaliesme ini harus menjadi agenda bersama. Baik kaum Adam maupun Hawa. Benar, tatanan kapitaliesme membawa kemajuan, modernitas, globalisasi namun pijakan hukumnya pada akal dan nafsu manusia. Sehingga peradaban yang dihasilkan malah semakin menjauhkan manusia dari adab. Baik adab kepada Tuhannya, sesama manusia, dan pada alam. Sebagaimana Allah ﷻ terangkan dalam ayatNya berikut.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41)

Jadi, momen hari ibu, moment bagi wanita untuk menyadari jerat-jerat kapitalisme. Berintropeksi dan bersama dengan lainnya menyuarakan perubahan. Perubahan untuk mewujudkan peradaban yang beradab. Mewujudkan negeri yang baldatun tahyyibatun wa rabbun ghofur. Dengan iman sebagai dasar dorongan. Sehingga berada di jalan yang Allah ﷻ berikan nikmat bukan jalan yang dimurkaiNya lagi sesat. Wallahua’lam bis shawab.*


latestnews

View Full Version