View Full Version
Sabtu, 15 Feb 2020

Menjadikan Generasi Terbaik dengan Islam

 

Oleh:

Dian Salindri

Anggota Tim Komunitas Muslimah Menulis

 

AWAL tahun ini saya dikejutkan dengan sebuah berita tentang siswi SMP yang mencoba bunuh diri dengan cara melompat dari lantai tiga gedung sekolahnya. Siswi ini diduga kuat korban dari perundungan yang dilakukan oleh teman sekolahnya. Ada beberapa fakta-fakta yang mengindikasikan siswa tersebut sudah lama menjadi korban bullying yang sampai pada akhirnya ia memutuskan mengakhiri hidupnya. Sungguh ironis. 

Ini hanya salah satu contoh kasus bullying di kalangan remaja. Tercatat ada lebih dari 37.000 kasus bullying yang dilakukan remaja secara nyata ataupun melalui media sosial yang pernah dilaporkan kepada KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indinesia di sepanjang tahun 2011-2019. Bayangkan betapa banyaknya kasus yang terjadi, itu pun yang dilaporkan. Entah berapa banyak lagi kasus bullying yang tidak terdeteksi oleh KPAI. 

Rasanya bullying ini seolah menjadi trend di kalangan anak remaja. Jika mampu mem-bully seseorang, maka si anak tersebut bisa masuk ke dalam kategori anak keren. Mungkin awalnya hanya untuk seru-seruan saja, atau ikut-ikutan agar terlihat trendi atau mungkin untuk menaikan popularitas agar si pelaku disegani oleh teman-temannya. Entah mengapa seakan popularitas menjadi hal yang patut diburu oleh kalangan remaja masa kini. Namun di pihak lain, korban bullying biasanya  anak yang pendiam di sekolahnya, anak yang memang tidak banyak bergaul dengan teman-temannya atau biasa disebut anak kuper (kurang pergaulan). 

Lantas apa yang melatarbelakangi atau yang memotivasi si “anak keren” untuk mem-bully temannya? Ternyata banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satunya adalah peran media yang sering menyuguhkan konten-konten yang minim adab, atau pun konten-konten kekerasan yang dianggap lumrah di masyarakat. Mereka, merasa sangat keren jika bisa menjadi bagian dari sebuah budaya yang mengatasnamakan kebebasan berkehendak. 

Selain itu, rendahnya kesadaran orang tua untuk berperan aktif dalam mendidik anak-anaknya merupakan faktor terbesar yang mendorong seseorang untuk melakukan bullying. Orang tua masa kini sering abai untuk mengambil peran dalam menanamkan akhlak yang baik kepada anak-anaknya. Juga tidak mempedulikan pergaulan dan lingkungan di sekitar anaknya serta menyerahkan segala urusan pendidikan kepada guru-guru disekolah.

Banyak orang tua yang menilai anaknya hanya dari prestasi akademik saja dan menghiraukan akhlak ataupun kepribadian si anak. Sehingga secara disadari atau tidak, orang tua ini menciptakan generasi yang krisis identitas. Mereka melewati masa remajanya tanpa bimbingan yang benar dari orang tua. 

Inilah yang terjadi saat ini ketika kita memisahkan agama dengan urusan pergaulan, urusan pendidikan, bahkan urusan negara, semua jadi serba tidak teratur. Karena jauh sekali dari aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT Sang Pencipta manusia, yang paling mengenal makhluk ciptaan-Nya. Bahasa kekiniannya, Ambyaaar. 

Bagaimana hal yang dalam Islam? Dalam Islam, remaja/pemuda/syabab sebagai akar dari sikap optimis dan positif serta merupakan wujud keimanan terhadap Allah SWT. Pada masa kejayaan Islam, tak ada pemuda yang santai, yang hanya mengejar popularitas. Semua pemuda ingin berkontribusi memajukan pendidikan dan negaranya, juga untuk agamanya. 

Generasi-generasi Islam terbaik ini tidak dimulai dari pendidikan akademis, tapi diawali dari pendidikan tentang adab atau akhlak. Karena ada adab sebelum ilmu dan tentunya amal setelah memiliki ilmu. Sebut saja tokoh pemuda Islam yang ceritanya sangat mahsyur seantero dunia, dia adalah Muhammad Al-Fatih, sang penakluk konstantinopel. Sebelum beliau belajar tentang ilmu sains dan strategi perang, beliau sudah hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun.  

Ataupun Ibnu Sina yang buku karangannya tentang dunia kedokteran sampai saat ini masih digunakan sebagai rujukan bagi mahasiswa kedokteran di seluruh dunia. Beliau pun mengawali pendidikan dasarnya dengan mendalami Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an adalah sumber hukum dan pedoman hidup bagi manusia beriman, sehingga sehebat apapun para pemuda di masa itu, pastilah memiliki akhlak yang mulia.

Untuk mewujudkan suatu genarasi yang terbaik, tentunya perlu ada sinergi antara negara, orang tua dan semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan, sehingga dapat membangun sebuah peradaban yang baik pula. Semua itu hanya bisa didapat jika kembali kepada aturan Islam dan tidak memisahkan agama dari kehidupan masyarakat.*


latestnews

View Full Version