View Full Version
Jum'at, 20 Mar 2020

Perempuan dan Kemiskinan

 

Oleh:

Putri Irfani S, S.Pd

 

KEMISKINAN dan ketimpangan hidup antara kelas atas, menengah dan bawah, didalam dominasi kapitalisme demokrasi global saat ini merupakan masalah klasik di dunia. Hampir seluruh negara diberbagai belahan bumi, mengalami kesenjangan hidup dan kemiskinan. Bahkan Kemiskinan seringkali dijadikan alasan bagi kaum feminis gender untuk meningkatkan partisipasi perempuan di ranah publik. Opini ini terus digiring dalam masalah  perempuan dan kemiskinan, serta rumah tangga  yang seringkali menjadi target serangan kaum gender. Sehingga, rumah tangga dianggap sebagai salah satu sumber diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan.

Akhir November 2019 lalu, Komnas Perempuan mengeluarkan siaran pers tentang “Refleksi 25 Tahun Pelaksanaan Beijing Platform for Action (BPfA+25) di Indonesia: Komitmen Negara dalam Menjawab Tantangan 12 Bidang Kritis Kehidupan Perempuan”. BPfA sendiri adalah kesepakatan dari negara-negara PBB dalam rangka melaksanakan konvensi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms Discrimination Against Women) pada tahun 1995 di Beijing.

Dalam konferensi dunia tentang perempuan yang dilaksanakan di Beijing tanggal 4 hingga 15 September 1995 ini, seluruh negara anggota PBB sepakat untuk mengadopsi BPfA menjadi resolusi dan merekomendasikan Majelis Umum dalam sesi kelima untuk mengesahkan BPfA. BPfA menghasilkan 12 bidang kritis dan setiap 5 tahun harus dilaporkan perkembangannya oleh setiap negara. Salah satu bidang kritis tersebut adalah masalah perempuan dan kemiskinan.

Jika dicermati,  dalam BPFA posisi perempuan nampak selalu mendapat sorotan khusus. Bahkan dalam proyek-proyek itu, kaum perempuan menjadi objek yang terus dievaluasi kondisinya dalam potret besar problem kemiskinan dunia. Karena kaum perempuan dipandang sebagai entitas paling rentan terhadap kemiskinan. Perempuan juga diyakini akan berpengaruh terhadap kualitas hidup serta dibutuhkan  partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan. Itu artinya, secara gamblang telah mengaitkan peran aktif kaum perempuan dalam pengentasan kemiskinan yang ada pada saat ini. Kaum perempuan didorong untuk terlibat total dalam menyelesaikan problem kemiskinan global dengan cara aktif terlibat, khususnya dalam kegiatan ekonomi atau produksi.

Itulah mengapa akhirnya terus dipropagandakan program-program pemberdayaan ekonomi perempuan (PEP). Karena dengan PEP ini diharapkan akan ada separuh masyarakat yang terangkat dari kemiskinan. Bahkan keterlibatan perempuan diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara dan menghapus problem kemiskinan dunia secara perlahan. Bahkan,  PBB terus mempropagandakannya dan kesetaraan gender secara mutlak adalah prasyarat bagi suksesnya capaian target mengeliminasi 100% kemiskinan global di tahun 2030.

jika dilihat ide ini sangat berbahaya bagi umat khususnya kaum perempuan, karena kesetaraan gender justru sangat bertentangan dengan Islam. kaum perempuan akan terjebak dan dieksploitasi sebagai penopang tegaknya hegemoni sistem kapitalisme yang hampir runtuh, yakni dengan mendorong mereka menjadi mesin penggerak industri kapitalisme sekaligus menjadi objek pasar mereka, proyek-proyek ini juga akan melunturkan fitrah perempuan sebagai pilar penyangga utama keluarga dan penyangga masyarakat yang justru dibutuhkan untuk membangun peradaban Islam cemerlang. Andaikan seorang perempuan/ibu bekerja full diluar rumah demi menopang ekonomi keluarga dan negara maka akan meruntuhkan struktur bangunan keluarga dan masyarakat hingga tak ada lagi jaminan bagi munculnya generasi terbaik pembangun peradaban. perempuan akan abai dan  kehilangan fokus untuk memberi kontribusi terbaik bagi keluarga dan ummat.

Narasi yang kini terus dibangun di tengah-tengah masyarakat khususnya kaum gender bahwa perempuan terlibat untuk mengentas kemiskinan adalah paradigma yang salah, karena  akibatnya akan menghancurkan fitrah perempuan itu sendiri sebagai ummu  wa rabbatul bayt yang memiliki fungsi politis dan strategis sebagai pencetak generasi cemerlang. Dengan merebaknya kemiskinan hari ini harus kita sadari bukan karena perempuan tidak ikut andil dalam membangun  perekonomian tapi akibat cengkeraman sistem ekonomi kapitalisme global yang terbukti rusak dan membawa kerusakan sekaligus mengokohkan penjajahan di dunia Islam. Maka apa yang mereka opinikan ini hanyalah tipuan dan kebohongan. karena kemiskinan bisa tuntas bilamana dunia mau mengganti sistem yang salah dengan menerapkan sistem Islam sehingga mampu melepaskan jeratan perempuan dari belenggu kemiskinan, penindasan, dan kriminalitas yang terus mencengkram saat ini..*


latestnews

View Full Version