View Full Version
Rabu, 22 Apr 2020

Jaga ‘Kewarasan’ Ibu, Bekal Melewati Badai Corona bersama Keluarga

Sekolah dari rumah yang lamanya sudah lebih dari dua minggu ini membuat para ibu darah tinggi. Anak-anak sudah pada kangen sekolah, tugas tiap mapel tiap hari bejibun, kebosanan semakin memuncak, dikit-dikit lapar bahkan rewel, benar-benar KLB alias Kondisi Luar Biasa. Kalau tidak disikapi dengan kepala dingin, bisa-bisa seluruh keluarga kena stress. Bagaimana tidak, kesehatan mental ibu adalah kunci sehatnya mental anggota keluarga yang lain.

Sekolah dari rumah seharusnya bukan memindahkan materi kurikulum di sekolah ke rumah. Bukan itu. Sayangnya, tidak semua guru memahami poin ini. Jadilah mereka memberi materi seolah-olah kondisi masih dalam tahap ‘wajar’. Parahnya, guru hanya memberi tugas ini dan itu tanpa menjelaskan materi tersebut. Walhasil para ibu di rumah yang kena batunya lagi. Anak bertanya padahal si ibu juga sama tak pahamnya. Si ibu pun emosi. Hal ini bisa diketahui dari maraknya percakapan WA bersileweran di medsos tentang para ibu yang protes akan kondisi ini dengan penuh emosi. Duh, kasihannya para ibu.

Bayangkan saja, anak sekolah dari rumah dan suami pun bekerja dari rumah. Anak dan suami sibuk menghadap laptop. Si ibu yang seharusnya bisa tenang dan menikmati ‘me time’ saat  mereka berada di sekolah dan kantor masing-masing, saat ini harus bersama 24 jam dikali sekian hari dan minggu. Pekerjaan rumah yang notabene tak ada habisnya, ditambah dengan tuntutan peran ibu mengajari anak di rumah. Belum lagi kondisi banyak penjual makanan matang pulang kampung karena efek Corona, si ibu pun harus berjibaku mengolah makanan sendiri. Betapa lelah jiwa raga ini.

Pantas bila ibu pun berubah jadi monster galak saat mengajari anak di rumah. Anak pun makin tantrum dan kangen dengan ibu guru di sekolah yang lembut dan baik hati. Si ibu yang tahu dan merasa tak dihargai semakin emosi, tak sabaran dan mudah marah. Dia pun berharap kapan badai Corona ini berlalu sehingga dia bisa menikmati bobok siang lagi dan beristirahat sejenak, sebelum bertemu lagi dengan buah hati dan suami tercinta.

Itu masih dari sisi ibu yang bisa dibilang cukup secara ekonomi dalam menghadapi badai Corona ini. Bagaimana dengan ibu yang penghasilan suami didapat dengan kerja harian, rumah ukuran RSSSSS (Rumah Sangat Sempit Sehingga Selonjor pun Susah Sekali)? Untuk dimakan hari itu saja tidak ada, karena suami tidak ada pemasukan. Belum lagi rengekan anak minta kuota karena harus segera mengumpulkan tugas. Larangan keluar rumah bila tidak perlu sangat susah diterapkan. Ke mana pun mereka bergerak, pasti bertatapan dengan anggota keluarga lainnya. Tidur, masak, belajar, bekerja (bila mungkin) dilakukan di ruangan yang sama. Sungguh, satu perjuangan tersendiri bagi para ibu untuk menjaga ‘kewarasan’ diri sebelum mewaraskan anggota keluarga lainnya.

Karena itulah diperlukan langkah-langkah tertentu agar kita semua bisa melewati badai Corona ini dengan sehat sentausa.

Agar tak stress, turunkan standar. Anak selalu menjadi prioritas pertama bagi ibu. Tak perlu harus sempurna dalam mengerjakan tugas. Biarkan anak mengerjakan semampunya, ibu pun membantu sebisanya. Bila tak bisa? Maka tak usah spaneng dan bawa santai saja. Yang penting ciptakan suasana nyaman dalam keluarga. Kedekatan batin dan kepercayaan anak bahwa ibu menyayanginya menjadi kunci penting di masa sulit ini. Kok bisa?

Saat belum ada uang untuk membeli kuota, anak akan tenang karena percaya bahwa ibu akan mengupayakan terbaik nantinya. Bisa diajak numpang wifi tetangga, bertanya tugas pada teman dekat rumah yang satu sekolah, atau bahkan ikut nongkrong sebentar di warung giras yang memberi wifi gratisan.

Anak juga tenang karena ibu tak marah-marah saat dia tak bisa mengerjakan tugas. Lha mau bagamana lagi, lha wong si ibu juga tak bisa ngajari. Yang penting anak tetap dalam kondisi mau belajar dan mengerjakan tugas bisa mungkin dengan riang gembira. Karena kondisi psikis ini adalah anti virus ampuh agar keluarga tetap sehat sejahtera.

Bagaimana dengan suami yang tak ada pemasukan? Pahami dulu bahwa rezeki itu bukan hanya berbentuk uang. Saat ini seluruh anggota keluarga sehat, itu rezeki tersendiri. Terbukanya pintu rezeki juga bukan hanya dari bekerja. Dia bisa dibuka dengan banyak istigfar, sedekah, bakti pada orang tua dan perbanyak ibadah sunah. Bukan tidak mungkin, ada tetangga sebelah rumah mengetuk pintu mengantarkan sayur dan lauknya. Bukan mustahil, teman lama yang tiap ditagih utang selalu alasan tiba-tiba datang membayar tanpa diminta. Banyak kejadian, teman yang sepertinya cuma kenal di medsos, tiba-tiba inbox tanya no rekening atau alamat rumah. Bantuan berupa sembako untuk bertahan hingga seminggu ke depan ada di tangan saat itu juga.

Kondisi saat ini memang sedang berat dan sulit. Tapi yakinlah selama masih ada umur, rezeki selalu punya jalan untuk datang. Tinggal di rumah saja dengan kondisi serba terbatas memang mudah melunturkan kesabaran. Kekompakan antar anggota keluarga untuk saling menguatkan dan menasehati dalam kesabaran menjadi kunci bisa terlaluinya masa ini dengan baik, insya Allah. Jadi tetap semangat ya, Bu! (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version