View Full Version
Kamis, 23 Apr 2020

Hikmah di Balik Wabah bagi Ibu Rumah Tangga, Adakah?

 
Oleh: Yulweri Vovi Safitria 
 
Sejak pemerintah memberlakukan sosial distancing, phisycal distancing hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB), proses belajar-mengajar daring pun dilaksanakan dari rumah. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dampak tersebut tentu saja sangat dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk orang tua. 
 
Kurang lebih dari sebulan, orangtua khususnya ibu "dipaksa" menjadi guru bagi putra dan putri mereka. Tidak sedikit keluh kesah ibu dalam menghadapi perilaku dan tingkah anaknya. Anak terkesan malas-malasan mengerjakan tugas, sehingga membuat si ibu emosi, anak pun ikut stres, sebab dimarahi setiap kali lalai dalam mengerjakan tugas. Hal tersebut membuat anak tidak betah belajar dengan orang tua. Anak-anak merasa dididik dan diajarkan orangtua lebih menakutkan ketimbang diajarkan guru di sekolah.
 
Tak bisa dipungkiri, sistem pendidikan kapitalis sekuler membuat para ibu syok ketika harus mendampingi anak-anak usia sekolah untuk belajar. Selama ini, full day school telah membuat orang tua merasa "bebas" dari mengajari anaknya. Dengan separuh harinya dihabiskan di sekolah, membuat ibu bernafas lega, bahkan libur sekolah di akhir pekan dianggap sebagai musibah. Sehingga kebijakan pemerintah untuk stay at home membuat para ibu kelabakan.
 
Pun, tidak ada persiapan dan bekal yang diberikan oleh pemerintah dalam kebijakan ini. Ditambah lagi sistem sekuler tidak mempersiapkan bagaimana peran orangtua khususnya Ibu sebagai madrasatul ula, yang berperan dan berkewajiban mendidik putra-putrinya. Sekularisme juga telah menjauhkan peran ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Belum lagi penyetoran tugas melalui media online yang tidak semua orang bisa melakukannya, semakin membuat orangtua kalang kabut.
 
Begitulah pendidikan yang tidak berlandaskan aturan Islam. Semua berjalan sesuai tuntutan yang pada dasarnya tidak sesuai fitrah manusia. Padahal Islam telah mengatur bagaimana pendidikan yang paling tepat dan sesuai dengan fitrah manusia. 
 
Dengan adanya kebijakan belajar di rumah, harusnya mengembalikan peran Ibu. Merekatkan kembali hubungan antar anggota keluarga. Yang paling penting, bagaimana memberikan pemahaman kepada orangtua khususnya Ibu. Betapa pentingnya peran Ibu. Mengajarkan tauhid dan akhlak yang mulia sejak dini. Sebab sekolah tidak hanya mengejar nilai akademik semata melainkan mengejar penilaian Allah, halal dan haram, terikat dengan hukum Syara'. 
 
Maka saat wabah ini datang, kita pun patut bersyukur. Punya banyak waktu untuk semakin mendekat kepada Sang Pencipta. Merengkuh anak-anak dalam asuhan sesuai syariat. yang mungkin selama ini, saat mereka full day school pernah terlupakan. Serta saling menguatkan dan bersabar atas musibah yang menimpa. Sebab tidak ada satupun  kejadian yang menimpa melainkan telah tertulis di Lauhul Mahfuz.
 
ما أصاب من مصيبة فى الأرض ولا فى أنفسكم إلا فى كـتب من قبل أن نبرأهاۚۚإن ذلك على الله يسر
 
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Qs. Al-Hadiid: 22)
 
Wallahualam Bisshawab. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: Google

latestnews

View Full Version