View Full Version
Sabtu, 25 Apr 2020

Cerita Ramadan dari Norwegia

 

Oleh: Savitry Khairunnisa

Alhamdulillah sejauh ini puasa berjalan lancar. Hanya terasa ngantuk, yang sangat wajar. Ramadhan tahun ini jatuh di musim semi, di mana siang sudah mulai lebih panjang dibandingkan malam.

InsyaAllah di awal Ramadhan kami di Norwegia akan menjalani puasa selama 16,5 jam. Tiap hari durasinya bertambah 2-3 menit. Hingga di ujung Ramadhan nanti kami berpuasa 18,5 jam. Masih tetap panjang dibandingkan durasi normal. Namun alhamdulillah nggak selama tahun-tahun sebelumnya.

Di puncak musim panas beberapa tahun lalu, kami sampai berpuasa hampir 20 jam! Laparnya hilang. Hanya tersisa dahaga, kantuk, dan badan lemas terkiwir-kiwir. Alhamdulillah kami tetap hidup. Alhamdulillah Allah kasih kekuatan untuk kaum muslim di negara belahan utara, yang musim panasnya sangat panjang. Bahkan di wilayah yang semakin dekat dengan Kutub Utara, matahari tidak pernah betul-betul tenggelam selama musim panas (Juni - Juli). Tentu ada fatwa khusus dari para ulama untuk menentukan durasi puasa di tempat seperti ini.

Alhamdulillah Haugesund, tempat tinggal kami, termasuk di tengah Norwegia. Kalaupun puasa kami di musim panas tergolong sangat panjang, tapi bukan yang terlama. InsyaAllah masih manusiawi. Dan alhamdulillah selama ini kami tetap sehat wal'afiat dan semangat menjalani rangkaian ibadah Ramadhan.

Bagaimana kami membagi waktu dan menjaga stamina selama berpuasa lebih dari 16 jam selama sebulan, nanti saja saya ceritakan, ya.

Intinya, puasa kali ini memang berbeda. Tidak ada kemeriahan di masjid. Biasanya masjid selalu ramai, terutama menjelang waktu berbuka. Meski hampir tengah malam, umat muslim Haugesund semangat berkumpul, ngabuburit, berbuka, menikmati hidangan gratis dan lezat sumbangan jamaah, hingga melaksanakan tarawih hingga jauh malam.
Tahun ini semua tidak ada. Hening.

Kita semua, di mana pun di dunia, sedang diuji kesabaran. Bagaimana menjaga spirit Ramadhan meski hanya di rumah bersama keluarga. Justru inilah kesempatan emas untuk mengeratkan lahir dan batin seluruh anggota keluarga.

Momen 24 jam berkumpul terus tanpa bisa keluar seenaknya, membuat orang jadi kreatif mencari solusi. Pengajian dan tadarrus bersama, saling bercerita, masak bareng, dan berbagi tugas rumah tangga.

Di atas itu semua, ada hikmah dari kondisi sekarang. Di mana kebanyakan kita terpaksa dikunci dan mengunci diri di rumah masing-masing. Keluar hanya jika ada keperluan yang betul-betul penting. Seharusnya kita bisa lebih khusyuk dalam ibadah. Waktu tidak habis di jalan.

Di rumah pun tantangan kita juga tidak berkurang. Gimana caranya supaya nggak mati gaya di rumah. Gimana supaya waktu nggak cuma habis dengan gadget.

***

Bulan puasa kami kali ini, cuaca sangat bersahabat. Cerah dan cukup hangat. Padahal selama beberapa minggu terakhir selalu hujan, mendung, berangin, dingin. Lalu sehari menjelang Ramadhan, kami dihadiahi langit biru cerah dan awan putih yang indah sekali.

Semoga ini pertanda baik. Bahwa bumi sudah hampir selesai memulihkan dirinya, untuk kita semua. Untuk hidup yang lebih baik, lebih bersih, lebih sehat, lebih bersahabat dan menghargai alam. Kehidupan yang bukan hanya memikirkan diri sendiri, tapi keberlanjutan generasi berikutnya di bumi yang hanya ada satu. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Koleksi pribadi penulis

Savitry 'Icha' Khairunnisa

latestnews

View Full Version