View Full Version
Rabu, 24 Feb 2021

Jangan Salahkan Nikah Muda

 

Oleh:

Keni Rahayu || Ibu Muda dan Influencer Dakwah Millenial

 

NIKAH muda. Selalu aja ada bahasan tentangnya. Di Indonesia batas usia menikah paling muda adalah 19 tahun. Pernikahan usia muda di Indonesia memang dibatasi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah mencegah kekerasan anak & perempuan di bawah umur. Hmm, begitu kah?

Bukankah menikah adalah salah satu syariat Allah? Rasul pun bersabda: menikah adalah obat bagi dua pasangan yang jatuh cinta. Maka, jangan salahkan MBA (Married By Accident, hamil dulian) jika semua tontonan merangsang syahwat, tapi pernikahan dipersulit. Ujung-ujungnya, pengajuan dispensasi usia pernikahan meningkat.

Angka pengajuan dispensasi menikah di Gunungkidul meningkat signifikan. Data dari Pengadilan Agama Wonosari mencatat tren peningkatan jumlah pengajuan dispensasi nikah di Bumi Handayani. Meski demikian, kenaikan signifikan terjadi dalam dua tahun terakhir. Panitera Pengadilan Agama Wonosari Muhammad Udiyono mengatakan naiknya pengajuan dispensasi kawin disebabkan beberapa faktor. Salah satunya ada faktor hamil duluan, sedangkan dari sisi usia belum memenuhi syarat untuk menikah (Harian Jogja, 16/2/21).

Menikah itu fitrah, kenapa dipersusah? Sistem kapitalismelah biang keroknya. Ideologi ini memandang bahwa pernikahan dini merampas masa depan anak, terlebih anak putri. Ditambah ancaman-ancaman bahaya reproduksi jika usia ibu terlalu muda. Kalau sudah MBA, apakah nasib nasab si janin tidak berbahaya? Toh sudah terlanjur hamil, dinikahkan keduanya juga tak mengembalikan hak sang calon anak. Naudzubillahi min dzalik.

Pandangan miring terhadap nikah muda, dan berbagai mitos yang didapati para pelaku atau calon pelakunya adalah target besar liberalisasi dan sekularisasi. Faktanya, berbagai kekhawatiran seputar nikah muda ada banyak faktor penyebabnya. Yang pasti bukan "sekedar" usia muda yang katanya rentan itu. Tapi tenang, Islam sudah punya solusi terhadap itu semua. Cekidot.

Pertama, mitos seputar semakin muda usia pengantin semakin rentan bercerai. Kata siapa? Faktanya, usia bukan indikator kedewasaan. Ketidaksiapan pernikahan bukan hanya dialami yang berusia muda, yang berusia cukup saja masih banyak yang belum siap menikah. Artinya, solusi mengatasi ketidaksiapan menikah bukan melarang nikah muda, tapi mendewasakan pelakunya dengan sistem pendidikan Islam.

Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu memanusiakan manusia, memahamkan hakikat hidupnya, mempersiapkan kesiapan hidup untuk menggapai bekal masuk ke syurga. Peserta didik dibekali aqidah, syariah dan fiqh. Outputnya adalah menciptakan manusia berkepribadian Islam. Kalau calon pengantin sudah paham hal-hal begini, mungkinkah terjadi perceraian akibat nikah dini? Pikir lagi. Tersebab menikah bagi seorang hamba adalah menggenapi separuh agama, bukan memenuhi syahwat semata. 

Kedua, faktor ekonomi memperberat beban nikah dini. Betul. Ekonomi juga jadi salah satu alasan perceraian. Tapi, bukan hanya perceraian yang nikah dini loh. Pasangan menikah yang sudah hidup setengah abad, jika ekonomi tak memadai juga berpotensi bercerai. Maka, solusinya bukan mencegah nikah muda tapi menyediakan lapangan pekerjaan untuk pribumi, mempersiapkan skill para calon suami dalam sistem pendidikannya. Nah, itu hanya realistis dalam Islam.

Coba lihat hari ini, bukankah keseriusan pemerintah dipertanyakan: mempersulit nikah muda sebab hendak menjaga kesejahteraan ekonomi pasangan suami istri tapi menerima para TKA bekerja di Indonesia? Pikir lagi. 

Dalam sistem Islampun, swasembada pangan diupayakan. Kebutuhan primer di-riayah negara demi rakyat memenuhi kebutuhannya. Sandang, pangan, papan, listrik, termasuk internet diatur mudah oleh negara. Jika kebutuhan rakyat terpenuhi, masihkah gerbang perceraian terbuka karena faktor ekonomi?

Ketiga, mitos pencegahan nikah muda demi kesehatan reproduksi. Dalam Islam, baligh merupakan sebuah tanda agung dari Allah bahwa sang hamba "sudah dewasa", sudah matang akalnya, termasuk fisik yang dimilikinya. Tersebab jelas perubahan fisik adalah indikator utama sampainya manusia di usia baligh. Maka, menyatakan "dewasa" sebatas usia, meski baligh telah dikandung badan termasuk kegiatan menafikan sunatullah.

Sejatinya, sistem sosial dan media hari inilah yang menjadi biang kerok para pemuda "dewasa sebelum waktunya". Tontonan yang mengandung syahwat didukung. Interaksi laki-perempuan bebas tiada terbendung.

Tentu berbeda dengan sistem Islam. Negara berusaha menjaga konten media agar sesuai dengan syariat Islam. Tidak ada konten memuat tsaqofah asing seperti pacaran, dan umbar aurat. Interaksi laki-perempuan diatur dan dibatasi. Ditambah lagi, sanksi bagi pelaku zina seperti pelakor dihukum rajam agar jera.

Jika faktor-faktor penyebab cerai ini bisa diatasi, apa masih mau mengkambinghitamkan nikah muda? Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version