View Full Version
Selasa, 05 Oct 2021

Khitan Perempuan Disoal, Ada Apa?

 

Oleh:

Ernadaa Rasyidah || Penulis Bela Islam

 

AKHIR-AKHIR ini kembali masif didengungkan tuntutan pencegahan bahkan pelarangan terhadap aktivitas sunat perempuan, yang dinilai sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Mereka berdalih sunat perempuan merugikan perempuan, belum terbukti secara ilmiah serta dinilai suatu bentuk kekerasan berbasis gender.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan bahwa pemerintah serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) atau sunat perempuan. Kasus ini juga sering disoroti dunia internasional bahkan dinilai merupakan suatu pelanggaran terhadap HAM. (kompas.com 01/10/2021).

 

Fatamorgana Perlindungan Perempuan

Sekilas terlihat apa yang diserukan adalah bentuk perlindungan pada perempuan, namun sebagai seorang muslim kita harus menelusuri lebih dalam adanya agenda terselubung berupa penyerangan pada syariah Islam. Terlebih khitan atau sunat bagi perempuan bukan hanya sekedar tradisi turun temurun tetapi sesuatu yang disyariatkan dalam Islam.

Bukan kali pertama, bahkan berkali-kali kaum feminis menyerang hukum-hukum Islam tentang perempuan, dengan dalil logika yang lemah. Misal kewajiban menutup aurat, kebolehan poligami, perwalian, larangan safar bagi perempuan lebih dari sehari semalam kecuali disertai mahramnya, kepemimpinan suami, pembagian waris dan sebagaianya, mereka pandang sebagai bentuk keterbelakangan dan ketidakadilan berbasis gender. Padahal aturan tersebut adalah bentuk perlindungan dan penjagaan hakiki yang berasal dari zat yang menciptakan dan mengatur manusia, yaitu Allah Swt. 

Seruan perlindungan dan perjuangan hak-hak wanita yang dilakukan oleh kaum feminis yang menuntut kesetaraan antar laki-laki dan perempuan di segala aspek, nyatanya semakin membuat perempuan jauh dari fitrahnya. Bahkan pembangkangan atas nama kesetaraan peran dan finansial menjadi momok dalam rumah tangga khususnya keluarga muslim.

Dorongan untuk eksis di ruang publik dan meninggalkan ranah domestik, terbukti menjadi keran meningkatnya kasus-kasus kekerasan dan pelecehan bagi perempuan. 

Perlindungan semu ala feminisme adalah hal yang wajar, solusi tambal sulam juga menjadi kepastian dari ide turunan sistem sekular yang menihilkan peran agama dalam kehidupan. Kebebasan individu harus dijunjung tinggi, begitupun prestasi tertinggi seorang perempuan diukur pada pencapaian materi semata.

Adapun HAM yang menjadi jargon untuk melindungi kaum perempuan, hanyalah omong kosong. Nyatanya HAM seperti pisau bermata dua, yang tajam jika sesuai dengan nafas sekulerisme dan tumpul bagi  Islam. Jika sunat perempuan dikatakan melanggar HAM, lantas dimana letak hak dan kebebasan bagi seorang meyakini hal tersebut bagian perintah dan praktek beragama? bukankah kebebasan beragama juga sesuatu yang diagungkan di dalamnya? inilah salah satu bukti standar ganda ala HAM yang di gembor-gemborkan Barat dan pengusungnya.

 

Islam Melindungi Tanpa Memandang Gender

Tidak bisa dipungkiri, sejak ketiadaan sistem Islam baik laki-laki maupun perempuan berada dalam keterpurukan di segala lini kehidupan. Kebodohan, kemisikinan, ketidakadilan menjadi menu sajian yang dipertontonkan setiap hari. Keadaan ini adalah buah penerapan sistem kehidupan yang jauh dari panduan agama.

Dalam sistem kapitalis sekuler hari ini, perempuan sering menjadi kelas kedua dalam pemenuhan hak-hak mereka. Hal tersebut berawal dari persepsi bahwa perempuan adalah objek yang bisa di eksploitasi. Kemudian muncullah ide feminisme sebagai bentuk perlawaan yang menuntut penyetaraan gender. Bukannya memberikan solusi, malah menambah keruh keadaan saat perempuan justru diposisikan untuk menyaingi laki-laki.

Islam sebagai sistem kehidupan,  memandang permasalahan perempuan dan laki-laki sebagai permasalahan manusia, tidak terpisah. Laki-laki dan perempuan bukan diciptakan untuk saling menyaingi melainkan untuk saling melengkapi. Laki-laki diwajibkan menjadi penanggung jawab dan pencari nafkah keluarganya, adapun perempuan diwajibkan sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Mereka memiliki porsi dan fitrahnya masing-masing untuk bersama-sama meraih derajat takwa. Firman Allah SWT : “… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu…” (TQS Al-Hujurat [49] : 13).

 

Hukum Islam Tentang Sunat (khitan) Perempuan

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para fuqoha tentang hukum sunat baik bagi laki-laki maupun perempuan, dari dalil-dalil yang dikemukakan pendapat Imam Ibnu Qudamah menyatakan, ”Adapun hukum khitan, hukumnya wajib atas laki-laki dan suatu kemuliaan (makrumah) atas perempuan, tidak wajib atas mereka.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 1/141).

Meski terdapat perbedaan mengenai hukumnya, namun mereka sepakat bahwa sunat bagi perempuan adalah yang disyariatkan. Nabi Saw. pernah bersabda kepada perempuan tukang khitan,”Jika kamu mengkhitan [perempuan], maka hendaklah kamu sisakan dan janganlah kamu berlebihan dalam memotong.” . (HR Abu Dawud). 

Adapun diantara tujuan, Ibnu Taimiyah menjelaskan tujuan sunat laki-laki adalah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit kepala penis, dan suci dari najis adalah syarat untuk melakukan ibadah salat.

Sementara tujuan khitan perempuan adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena apabila wanita tidak dikhitan maka syahwatnya sangat besar.” (Majmu’ Fatawa 21/114).

Maka sudah selayaknya sebagai seorang muslim meyakini setiap yang disyariatkan Allah pasti mengandung kebaikan untuk manusia. Adalah logika absurd jika ada seorang muslim yang mengatakan sunat perempuan sebagai bentuk kekerasan seksual dan merupakan bentuk kriminalisasi pada syariah jika terjadi pelarangan atasnya. Bahkan, penyerangan terhadap syariah sebenarnya adalah penyerangan terhadap Islam yang harus kita lawan. Waalahu'alam bi shawwab.*


latestnews

View Full Version