View Full Version
Sabtu, 09 Apr 2022

Inilah 3 Tips Menjadikan Keluarga Gembira di Bulan Ramadhan

 

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah

Bagaimana kabar ibu-ibu di sepuluh hari pertama Ramadhan tahun ini? Masihkah gembira di tengah gempuran kenaikan barang, BBM, juga pajak? Luka tapi tak berdarah, semua kenaikan barang dan pajak seusai pandemi jelas menyakitkan hati para ibu se-Indonesia, sebagai pemilik otoritas Pengatur Keuangan Keluarga, sementara pemasukan keluarga tidak ada kenaikan.

Padahal di bulan Ramadhan, sebagai bulan yang istimewa, ibu-ibu harus berjuang menyajikan hidangan yang halal dan bergizi tinggi bagi semua penghuni rumah. Dan anggaran untuk itu biasanya lebih besar dibandingkan bulan yang lain. Di bulan Ramadhan ini, anak-anak harus tetap konsentrasi menyerap dan memahami ilmu di sekolah. Ayah mereka juga harus kuat dan semangat dalam mencari nafkah. Puasa tidak boleh menjadi halangan berkurangnya kualitas aktivitas.

Meskipun penderitaan tak berujung menimpa keluarga muslim, Ramadhan harus disambut dan dijalani dengan gembira. Dan ibulah yang memegang peranan penting akan hidup dan padamnya kegembiraan di dalam rumah. Karena itu, penting menyusun langkah agar keluarga kita tetap ceria, di tengah kenaikan harga.

Langkah-langkah berikut bisa dilakukan:

Langkah pertama, aktivitas meningkatkan keimanan diri, suami, dan anak-anak kita.

Kita hidup di tengah gempuran kehidupan kapitalisme yang menjadikan materi sebagai standar hidup, kenikmatan jasadiyah adalah hal yang menjadi tujuan utama dan standar kebahagiaannya. Sangat kontras dengan kehidupan seorang muslim. Hidup seorang muslim adalah untuk beribadah dan beramal shaleh, tujuan utama hidupnya adalah untuk meraih ridha Allah.

Jadi, tidak perlu bersedih dengan varian takjil yang semakin berkurang. Segala sesuatu yang dihadapi dengan penuh ketawakalan, sepenuhnya bersandar kepada Allah, akan menjadikan kita senantiasa bersabar sekaligus bersyukur. Bersabar berbuah kekuatan, bersyukur berbuah kepedulian. Keduanya adalah sisi kehidupan menakjubkan dari orang-orang yang beriman.

Kedua, menciptakan suasana agar seisi rumah berlomba-lomba beramal sholeh di bulan Ramadhan ini.

Ibu mendorong dan mendukung suami dan anak-anaknya untuk tidak melewatkan bulan Ramadhan sebagai bulan yang bertabur berkah. Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan dibelenggu. Berlipat pahala dijanjikan oleh Allah di bulan ini. Beramal sunah diberi pahala amal wajib, beramal yang wajib dibalas dengan 70 lipat pahala. Di bulan ini ada sebuah malam yang yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan.

Mengisi Ramadhan tahun ini seakan-akan inilah Ramadhan terakhir di hidup kita. Belajar dari pandemi tahun lalu, yang menyisakan banyak kenangan. Kerabat, sahabat, tetangga yang sehat wal afiat di bulan Ramadhan tahun lalu, tahun ini beliau semua telah berpulang ke haribaan Allah SWT. Tak ada yang bisa memperkirakan umur kita berakhir kapan. Isi setiap detik Ramadhan kita dengan memenuhi yang wajib, perbanyak amalan sunah, menahan diri dari hal yang sia-sia, dan meninggalkan yang haram.

Langkah ketiga, last but not least,  disamping sabar dan tawakal menghadapi harga-harga naik, kita seharusnya menyadari bahwa kesempitan hidup yang kita alami terjadi karena kita jauh dari wahyu Allah. Sebagaimana dinashkan oleh Allah dalam Al Quran surat Thaha ayat 124 yang artinya:

 "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Kondisi sulit dan sempit kita alami saat ini terjadi karena sistem kehidupan sekuler yaitu sistem kehidupan yang memisahkan  atau berpaling dari syariat Allah. Kita ambil contohnya sistem ekonomi kapitalis dalam sistem sekuler. Sistem ekonomi ini membuang jauh aspek distribusi yang disyariatkan oleh Allah. Dalam Al Quran surat Al Hasyr ayat 7, Allah memerintahkan agar harta bisa bergulir di semua golongan masyarakat, bukan hanya di golongan kaya.

Sekarang, bisa kita lihat betapa sistem ekonomi kapitalis mengatur terpenuhinya kebutuhan manusia dengan memihak para pemilik modal besar. Minyak langka dan mahal, yang mendapat perlindungan adalah kartel besar. Sementara itu masyarakat yang berebut memperolehnya diabaikan bahkan dianggap merepotkan. Kenaikan BBM juga semakin menunjukkan bahwa para kapitalis di sektor ini yang dilindungi, agar tidak rugi berhadapan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Sementara itu, masyarakat semakin mengencangkan ikat pinggangnya, semakin prihatin dengan bertubi-tubinya ketidak pedulian pemilik kebijakan.

Kondisi ini bukanlah kondisi ideal bagi masyarakat, dan kita mampu untuk mengubahnya dengan pertolongan Allah. Kita pernah mendengar akan hangatnya hubungan para Khalifah dengan rakyatnya  di masa kejayaan Islam. Di bulan Ramadhan, sejak masa Umar bin Khatab, para  khalifah menyediakan tempat makan gratis bagi semua warga negara. Tentu saja jumlahnya tidak satu, tetapi menyebar di seluruh negeri. Para ibu tentunya bahagia saat itu. Tidak memikirkan kenaikan harga, bahkan menu buka puasa dan sahur.

Lebih dari itu semua, ketaqwaan yang menjadi maksud Allah memerintahkan puasa bagi orang yang beriman, hanya nyata terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah. Bukan hanya kesejahteraan yang didapat, tetapi juga ketumakninahan. Kegembiraan dan kebahagiaan yang langgeng karena taat kepada Allah SWT, menjalankan syariatNya. Wallahu a’lam bis showab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version