View Full Version
Senin, 02 Jan 2023

Bercermin pada Fajar Sad Boy, Dekap Remaja Kita dari Gemerlap Viral Medsos

 

Oleh: Rana Fatinah

 

Viral adalah satu kata ajaib yang diincar oleh sebagian orang terutama remaja. Why? Karena seiring dengan viralnya satu reel atau video pendek, maka itu berarti cuan atau keberuntungan materi bagi  si pelaku. Ambil contoh Fajar si Sad Boy, julukan dia karena kontennya melulu sedih setengah nangis. Iya kalau nangis karena teringat dosa, itu keren cuy. Tapi ini nangis karena pesan whats up gak dibalas oleh pacarnya. Ya Allah, nauzhubillah.

Cowok nangis karena WA gak dibalas pacar? Duh, secemen itukah generasi Z ini? Tapi faktanya demikian. Dia langsung viral karena cengengnya itu tadi. Bukan tidak mungkin konten dia ini akan menginspirasi jutaan remaja lainnya untuk membuat konten  gaje (gak jelas) serupa itu. Gak perlu belajar rajin dan bekerja keras, hanya ekspesi melas mengundang simpati bahkan tertawaan dan bum, viral. Diundang podcast di sana-sini, endorse harga jadi melambung, duit pun jadi membubung. Remaja mana yang gak ngiler?

Sebelas dua belas dengan Dylan KW yang mempopulerkan ‘kamu nanyea, kamu bertanyea-tanyea’, Fajar Sad Boy DO (drop out) sekolah cuma sampe kelas 5 SD. Kalau Dylan KW masih mending, DO saat dia duduk di bangku SMP. Apa artimya?

Gemerlap medsos dengan ide viral yang mendulang cuan dan terkenal membuat banyak anak Indonesia dan remajanya semakin tidak peduli dengan pendidikan. Masih ingat kan dengan fenomena Jeje dan Bonge yang juga memutuskan putus sekolah dan aktif main medsos? Begitu juga dengan para seleb yang numpang tenar dengan kehadiran remaja viral ini. Hampir tiap saat Fajar Sad Boy muncul di posdcast mereka. Kenapa? Karena bakal menguncang banyak viewer atau orang yang nonton. Dan itu maknanya cuan.

Banyak orang yang peduli dengan nasib generasi bangsa ini pada protes melihat hal ini. Mereka heran kenapa hal-hal gak penting dan sama sekali tak bermanfaat itu diviralkan oleh para penggiat medsos? Padahal di luar sana banyak anak bangsa yang berprestasi tapi tenggelam suaranya karena tak mendapat panggung yang layak untuk diekspos. Lalu, salah siapakah ini?

Tak usah saling menuding. Semua pihak turut andil pada viralnya satu sosok atau kejadian.  Sebutlah aktivis medsos, yang bisa jadi itu adalah kita sendiri. Kita latah ikutan update dalam bentuk status, share, tweet atau apalah itu namanya hanya agar tidak ketinggalan. Plus juga mendapat respon banyak dari netizen karena sedang hangat-hangatnya. Bisakah kita berusaha untuk tidak ambil bagian dalam mendongkrak popularitas mereka?

Berharap aturan dari pemerintah, kayaknya terlalu muluk ya. Para pejabat di atas sana lebih asyik sibuk dengan persiapan pemilu dan jagoan masing-masing agar menang dan bisa balik modal. Nasib rakyat? Sudah sejak lama kan kita hidup seolah auto pilot di negeri ini, mencari jalan dan penghidupan nyaris tanpa turut campur pemerintah dengan segenap regulasinya. Bila pun ada biasanya malah mencekik rakyat kecil dan menguntungkan para pejabat konglomerat yang notabene sekutunya sendiri.

So, hal sederhana yang bisa kita lakukan hanyalah peduli di lingkungan terkecil. Jaga remaja di rumah kita, anak kita, keponakan, anak tetangga, teman anak-anak usia remaja, dan sebagainya. Jadilah teman bagi mereka, sering ajak merek ngobrol dan diskusi, sukur-sukur bisa diajak ngaji. Bola liar efek bebasnya era informasi dan teknologi semakin menjadi bola salju. Jika tidak hati-hati, bisa jadi kita atau orang yang kita sayangi akan digilas dan menjadi hilang dalam hiruk-pikuk viral tidak mendidik.

Semoga kita semua dikuatkan untuk menjadi bagian dari mereka yang berjuang menguatkan generasi. Cukup Fajar Sad Boy menjadi cermin bahwa perjuangan kita masih panjang. Ke depan, semoga yang viral adalah prestasi dan kebaikan remaja yang memang layak untuk disebarkan, bukan jiwa cemen yang nangis hanya karena pesan WA tak dibalas pacar. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version