View Full Version
Ahad, 08 Jan 2023

Tingkat Perlindungan Anak Rendah, Hak Anak pun Dijamah

 

Oleh: Sunarti

 

Masyarakat kembali dikejutkan dengan pemberitaan hilangnya seorang anak berinisial MA (6). Dikabarkan dalam banyak media, sosial media maupun pertelevisian bahwa bocah M tersebut hilang pada saat bersama keluarganya berbelanja di mall.

MA yang dinyatakan hilang, telah ditemukan bersama pelaku penculikan tersebut. Menurut CNN Indonesia, Kepolisian berhasil menangkap pemulung yang menjadi pelaku penculikan anak perempuan di Jakarta Pusat, IS (42) pada Senin (2/1) setelah sempat buron.

Tak cukup sampai di sini, ternyata penculik bocah berusia 6 tahun ini adalah seorang eks narapidana. S pernah dipenjara tujuh tahun lantaran kasus pencabulan anak di bawah umur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan baru bebas sekitar 2021 lalu.

Lantas, atas dasar apa S melakukan penculikan anak di bawah umur?

Jika memang saat ini tidak ditemukan pelecehan seksual atas hasil visum, bisa saja hari-hari ke depan, kalau memang belum tertangkap, bisa saja MA akan menjadi pelampiasan nafsu bejat pelaku.

Tabiat Pedofil

Pedofil merupakan sebutan untuk orang yang memiliki ketertarikan atau nafsu seksual terhadap anak-anak atau remaja di bawah usia 13 tahun. Sebagian besar pedofil adalah pria, tetapi wanita juga bisa mengalami gangguan seksual ini.

Bentuk penyimpangan seksual yang dilakukan seorang pedofil disebut pedofilia. Penyimpangan ini termasuk bagian dari gangguan seksual parafilia (Alodokter).

Jika anak-anak telah dekat dengan pengidap pedofil ini, bukan tidak mungkin MA akan menjadi korban berikutnya oleh si S yang nyatanya dia adalah eks narapidana dengan kasus pencabulan anak. Karena faktanya tujuh tahun penjara tidak membuatnya berperilaku baik, tapi malah melakukan penculikan. Ini menunjukkan hukuman tidak memberi efek jera bagi pelaku kejahatan.

Penyebab Munculnya Banyak Kasus yang Menimpa Anak-anak

Tidak ada asap jika tidak ada api. Artinya, tidak ada akibat jika tidak ada sebabnya. Maraknya kasus penculikan anak dan juga pelecehan seksual terhadap anak, tentu banyak faktor yang menjadi pemicunya. Persoalan yang mendasar adalah terpisahnya aturan Sang Pencipta dari kehidupan atau disebut sekulerisme.

Sekulerisme yang diadopsi di berbagai negara sangat sarat dengan berbagai persoalan yang terjadi. Kasus pada anak-anak hanya salah satu dari sekian banyak problematika yang muncul.

Dalam paham sekuler, kebebasan berperilaku diserahkan kepada individu masing-masing. Ini menyebabkan individu yang hidup di dalam sistem ini merubahnya menjadi individu yang jauh dari aturan Tuhannya. Kehidupan sehari-hari cenderung pada perilaku yang bebas tanpa landasan keimanan.

Karena jauh dari nilai-nilai keimanan, maka perbuatan tidak lagi didasari dengan rasa takut kepada Sang Pencipta. Jadilah segala pemenuhan kebutuhan hajat maupun penyaluran naluri didasarkan pada keinginan manusia saja. Tidak lagi ada standar halal atau haram.

Sementara itu di lingkungan tempat tinggal selalu dipenuhi dengan suasan yang mendorong untuk melakukan aktivitas yang buruk (melanggar hukum Allah). Contoh saja tayanan pornografi, kekerasan dan hal-hal lain yang justru mengajari masyarakat untuk menirunya. Sayang memang, tontonan yang tidak bisa dijadikan tuntunan berkeliaran dengan leluasa. Tayangan di media sosial yang sangat mudah diakses oleh semua orang berisi konten yang tidak mendidik.

Kondisi ini diperparah dengan hukum yang berlaku tidak memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan terhadap anak. Bukannya taubat, justru terkesan semakin parah perilakunya.

Butuh Solusi yang Mendasar

Perlindungan terhadap hak-hak anak saat ini memang sangat rendah. Bahkan upaya KPAI maupun LSM yang telah berupaya maksimal, namun faktanya persoalan yang menimpa anak-anak tak kunjung terselesaikan dan tersolusikan. Akibat sistem yang sekuler, kehidupan anak-anak menjadi tidak nyaman dan penuh dengan marabahaya yang kapan saja bisa menerkamnya. Mereka yang lemah dan sangat membutuhkan perlindungan, sudah seharusnya mendapatkan perlindungan agar kehidupan mereka aman. Karena anak-anak adalah individu-individu calon penerus bangsa. Di tangan mereka ada harapan besar untuk melanjutkan, memikul tanggung jawab sebagai generasi emas pengemban peradaban mulia (yaitu peradaban Islam).

Jika saat ini masih mengharapkan pada sistem sekuler yang nyata-nyata telah tampak keburukannya, maka sudah seharusnya tidak lagi dipakai untuk mengatur kehidupan. Saatnya kita semua berpikir bagaimana nasib anak-anak pada kehidupan mendatang. Saatnya pula kita kembalikan semua kepada Sang Pencipta, termasuk taat terhadap seluruh hukumNya.

Sebab hanya hukum Allah yang bisa menyelesaikan problematika yang terjadi saat ini. Dalam aturan Islam, perlindungan terhadap seluruh warga negara menjadi tanggung jawab besar negara. Setiap tindakan yang membahayakan keselamatan, maka akan dilakukan tindakan yang tegas. Baik berupa pelecehan seksual, penculikan, penyekapan hingga pemerkosaan serta menghilangkan nyawa, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas.

Keimanan yang kuat akan dibentuk mulai dari tingkat individu, masyarakat dan negara yang menjaganya. Pensuasanaan keimanan ini dibentuk sejak dini, baik tingkat individu, keluarga dan masyarakat, serta difasilitasi oleh negara. Sebab negara adalah pelindung bagi seluruh rakyat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version