View Full Version
Ahad, 16 Apr 2023

Jepang Darurat Populasi, Islam Punya Solusi

 

                                                                              Oleh : Ummu Bisyarah

Gawat! Tahun lalu angka kelahiran di Jepang merosot tajam hingga mencetak rekor terendah baru yakni turun dibawah angka 800.000. Hal ini terjadi delapan tahun lebih cepat dari prediksi pemerintah. Jelas depopulasi akan terjadi lebih cepat pula (Channel News Asia 30/3). Banyak desa-desa yang sudah tak berpenghuni. Bahkan ada satu desa bernama Nagoro, desa kecil di lembah Iya, Pulau Shikoku yang penghuninya justru para boneka yang dibuat oleh warga setempat karena merasa kesepian. Dulu Nagoro berpenduduk 300 jiwa. Namun di tahun 2015 penduduknya turun drastis ,menjadi 35 orang. Sungguh miris melihat fenomena depopulasi ini.

Dikutip dari Reuter,  fenomena ini menyebabkan banyaknya penutupan sekolah-sekolah karena tidak adanya murid terutama di daerah pedesaan. Menurut data pemerintah jepang, ada sekitar 450 sekolah tutup setiap tahunnya. Bahkan antara tahun 2002 sampai 2-2- ini, ada sekitar 9.000 sekolah yang sudah menutup pintu mereka selamanya. Hal ini menjadi pukulan telak bagi pemerintah jepang untuk memikat kembali generasi mudanya yang hanya 10% dari populasinya untuk bersekolah disana.

Tak hanya jumlah murid di sekolah yang berkurang bahkan habis. Namun kini jepang juga darurat tenaga kerja. Pemerintah memperkirakah Jepang akan butuh pekerja asing empat kali lipat pada tahun 2040. Dengan minimnya tenaga kerja perekonomian jepang tak akan bisa berjalan. Oleh karenanya kini jepang sangat bergantung pada imigran, bahkan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, ingin mendatangkan banyak tenaga kerja asing yang mau dibayar murah.

Dilansir dari quora.com, penyebab rendahnya angka kelahiran di Jepang setidaknya dapat dikerucutkan menjadi 3 faktor. Pertama karena orang jepang workaholic (pekerja keras). Sudah menjadi sebuah tradisi di Jepang untuk menjadi orang yang gila kerja dan tidak menikah. Ke-2 karena biaya membesarkan anak di jepang sangatlah mahal. Bahkan ketika orang tua tidak bisa membesarkan anaknya dengan layak, maka akan dijatuhi hukuman. Ke-3 budaya patriaki yang masih mereka anut. Yakni yang masih menomorduakan wanita. Ketika wanita memiliki anak maka 90% pekerjaan rumahnya harus dia selesaikan sendiri. Inilah yang menyebabkan para wanita di jepang ogah memiliki anak. Selain itu mudahnya sarana hiburan seperti mabuk-mabukan, pornografi hingga perzinaan, sehingga orang-orang jepang tidak lagi membutuhkan pernikahan.

Bila kita melihat faktor diatas maka jelas ini adalah buntut dari penerapan ideologi yang mereka anut. Ideologi kapitalisme meniscayakan peraturan kehidupan bersumber dari akal manusia, dimana aturan bebas dibuat oleh manusia. Hal ini terwujud dengan adanya hak asasi manusia dan kebebasan berperilaku dalam masyarakat kapitalis. Sehingga manusia dibebaskan dalam berinteraksi dengan lawan jenisnya. Tolak ukur perbuatan hanya didasarkan pada untung rugi belaka. Sehingga memiliki anak akan dipandang sangat merugikan bagi mereka.

Dalam perekonomian pun kapitalis meniscayakan pasar bebas sebagai pedoman. Akibatnya para pemilik modal bisa mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, sementara rakyat miskin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka tak heran jika di jepang masyarakatnya gila kerja karena terhimpit kebutuhan hidup yang semakin mahal. Alhasil mereka akan berfikir ribuan kali untuk memiliki anak. Belum lagi pengarusan opini kesetaraan gender oleh para feminisme. Semakin membuat para perempuan ogah memiliki anak. Karena mengurus anak dinilai sebagai pekerjaan receh dan murahan, tidak menghasilkan cuan. Bahkan banyak perempuan yang berpendidikan tinggi dan sudah bekerja memilih untuk childfree.

Paradigma berfikir yang dibentuk oleh ideologi kapitalis ini ternyata berdampak luar biasa terhadap negara ini. Ancaman depopulasi hingga punahnya generasi kini menghantui. Bahkan berbagai macam kebijakan agar para perempuan mau memiliki anak sudah dilakukan. Mulai dari memberi tambahan uang hingga berbagai tunjangan. Namun tak juga berhasil mengubah paradigma berfikir mereka.

Islam Punya Solusi

            Bila kita menelisik negara-negara yang mayoritas muslim, maka akan kita lihat negeri-negeri ini justru akan menuai bonus demografi. Bahkan di Indonesia kini mengalami bonus demografi pada periode 2020-2030 nanti, dimana penduduk usia produktif akan jauh lebih banyak dibanding penduduk non produktif. Hal ini karena islam memiliki paradigma yang khas dalam memandang institusi keluarga dan pentingnya melanjutkan generasi.

            Islam memandang bahwa memiliki anak merupakan tugas mulia, yakni misi peradaban. Karena generasi yang akan datang merupakan generasi yang akan melanjutkan estafet dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Agar cahaya islam terus menerus menyinari dunia dengan kemuliaanya.  Oleh karenanya islam memiliki aturan yang sempurna dan paripurna dalam mengatur hal ini, mulai dari aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, aturan berumah tangga, hingga berbagai sistem kehidupan yang menunjang misi ini.

            islam memotivasi umatnya untuk menikah dan memiliki banyak anak sebagaimana anjuran Rosulullah saw. Anak dipandang sebagai ladang pahala bagi orang tuanya sebagaimana sabda rosulullah saw :

”Apabila 'anak Adam itu mati, maka terputuslah amalnya, kecuali (amal) dari tiga ini: sedekah yang berlaku terus menerus, pengetahuan yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakan dia,” (HR Muslim).

Maka mendidik anak adalah sebuah amal jariah untuk orang tuanya yang akan dipanen di akhirat kelak. Melihat motivasi ini maka tak heran jika kaum mulim berlomba-lomba untuk memiliki banyak anak.

            Selain itu islam juga memiliki aturan yang adil dalam membagi peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Maka tidak akan ada lagi anggapan bahwa menjadi ibu adalah pekerjaan yang murahan bahkan rendahan. Menjadi ibu sangatlah mulia dalam islam karena ibulah yang menjadi pendidik pertama dan utama dalam membentuk generasi penerus Islam. Hal ini juga ditopang dengan diterapkannya islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Mulai dari perekonomian, pendidikan dll. Wallahualambissawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version