View Full Version
Jum'at, 14 Mar 2014

Begini Seharusnya Pemuda

Di suatu malam yang indah, saat bulan menerangi bumi , seorang bapak datang menemui saya. Dia mengadukan prihal anaknya yang baru beranjak dua puluh tahun dari usianya. Sambil duduk, ia mengungkapkan “saya tak tahu lagi, apa yang mesti saya lakukan terhadapnya. Saya benar-benar bingung menghadapinya.“

Saya balik bertanya “Apa maksud Anda? Apakah mengadukan salah satu jenis kesalahan dan kenakalan anak Anda? Apa ia tidak shalat? Tidak belajar dengan baik? Ataukah, ia tidak ghodhul bashor (menundukkan pandangannya), sebenarnya apa yang menjadi persoalannya?”

Saya terkejut, tatkala ia berkata dengan penuh emosi “Wahai Doktor, justru sebaliknya, saya mengadukan saya yang sangat rajin dan komitmen terhadap perintah agama. Ia selalu mencari tahu hokum setiap masalah, baik yang sepele maupun yang besar; apakah ini halal ataukah haram?”

“Hampir setiap sholatnya dikerjakan di masjid. Hari–harinya selalu dilalui dengan membaca buku-buku besar dan kitab-kitab rujukan yang tebal. Setiap harinya selalu berbicara tentang Palestina, Irak, Sudan dan Chechnya. Sikap pedulinya jauh lebih besar dari pada usianya,” lanjut sang bapak.

Ia menambahkan, “Saya sudah menesehatinya agar meninggalkan semua itu dan hidup layaknya para pemuda sekarang. Saya ingin agar anak saya juga bemain, bargaul dan bersenang-senang sebagaimana pemuda yang lain. Wahai Doktor, nasehatilah saya, apa yang harus saya lakukan pada anak saya?”

Saya menarik nafas dalam-dalam. Setelah berpikir dan merenung sejenak, saya berujar, ”Nasehat saya, Anda harus lebih banyak berinteraksi dengan anak Anda dan belajar darinya. Betapa banyak orang tua yang memerlukan arahan dan bimbingan. Tetapi sebaliknya, tak sedikit anak- anak yang meskipun masih muda mendapat “hikmah” yang tak kunjung didapatkan oleh orang tuanya selama bertahun-tahun?”

Kisah di atas memiliki banyak sekali manfaat yang bisa diambil untuk dijadikan sebagai motivasi bagi pemuda dan renungan bagi orang tua.

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang lima perkara : Tentang masa mudanya, untuk apa ia gunakan, tentang usianya untuk apa dia habiskan, tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa dia belanjakan, serta tentang ilmunya, apa yang diperbua tdengan ilmunya. (HR. Tirmidzi). [PurWD/voa-islam.com]

  • Tulisan dikirim oleh Anton Karimul Fasya, diambil dari tulisan DR. Raghib As-Sirjani.

latestnews

View Full Version