View Full Version
Jum'at, 13 Jun 2014

I Stand on The Right Deen

Sahabat Muda Voa Islam,

Pernyataan kreatif “I stand on The Right Deen” sudah mulai marak di antara teman-teman yang memunyai pilihan untuk tidak memilih. Di saat media sosial mulai marak promo jagoan masing-masing menuju pilpres 9 Juli 2014, ada pemuda-pemuda yang memunyai sikap independen.

Dua capres dan cawapres yang akan maju memperebutkan RI-1, sebetulnya sebelas dua belas alias sama saja. Tulisan ini dibuat tidak untuk menelanjangi keburukan atau menyanjung 'kebaikan’ mereka. Hal ini sudah jelas dan terang-benderang bahwa di antara kedua pasang tersebut belum terlihat itikad baik untuk tunduk pada aturan Ilahi.

Prinsip memilih yang paling sedikit mudharatnya sering dijadikan senjata oleh beberapa pihak. Padahal apa sih mudharat yang lebih besar daripada hukum Allah yang diabaikan? Pada poin inilah kata-kata ‘I stand on the right Deen’ menemukan fungsinya. Ketika tidak ada satu pun calon yang bisa dipilih, mengapa memaksakan diri untuk memilih?

Tidak setiap pilihan yang ada di hadapan, kita bisa memilihnya. Bisa saja pilihan yang ada itu adalah jebakan. Kamu ingat nggak soal multiple choice atau pilihan ganda ketika Unas? Meskipun katanya dibuat oleh pakar, tetap saja pada pilihan ganda itu ada beberapa soal yang opsi jawabannya tidak bisa dipilih semua. Atau mungkin pada soal SBMPTN saat kamu mau masuk ujian masuk perguruan tinggi negeri. Ketika kamu ragu, kamu pasti memilih mengosongkan jawaban kan? Bila tidak, jawaban salah akan mengakibatkan skormu dikurangi. Kalau banyak salahnya daripadanya benarnya, wah...bisa-bisa malah minus tuh.

Sama, begitu juga dalam kehidupan. Tinggalkan apa yang meragukan. Tinggalkan juga apa-apa yang memang tidak bisa dipilih karena alasan syar’i. Bayangkan bila kamu dihadapkan pada pilihan yang dua-duanya kamu nggak suka. Misal kamu alergi ikan laut. Menu yang terhidang di hadapan cuma ada ikan kakap dan udang. Apa iya kamu akan memaksakan diri memakannya hanya karena ada dua pilihan itu saja yang tersaji? Padahal resikonya alergi kamu bisa kambuh dan kamu harus masuk rumah sakit karenanya. Hiii...ngeri banget kan?

Begitu juga dengan ajang pemilu legislatif tempo hari dilanjutkan dengan pemilu presiden yang akan datang. Pemilu legislatif memilih wakil-wakil untuk membuat undang-undang, mengubah halal menjadi haram dan haram menjadi halal. Tergantung banyaknya suara. Nah...pasangan presiden dan wakil presiden terpilih kelak yang akan menjalankan undang-undang tersebut sebagai fungsi eksekutif yang diembannya. Lalu, dimana letak Islam?

Islam sebatas ritual boleh-boleh saja. Islam dalam bentuk politik yang mengurusi kemaslahatan rakyat banyak, nanti dulu. Bila itu dianggap selaras dengan ide sekulerisme, pluralisme, liberalisme (SIPILIS) maka boleh-boleh saja. Tapi bila ada indikasi mengancam kebebasan mereka untuk berbuat kerusakan di muka bumi (meskipun ngakunya berbuat kebaikan sih), maka Islam harus dikandangkan lagi. See, ternyata Islam harus diayak dulu agar sesuai dengan pesanan sang majikan.

Jadi, bila ini yang terjadi pada keberadaan dua kandidat capres tersebut, mengapa harus memaksakan diri memilih? Ingat, makna syahadat bukan hanya pengakuan sekadar di mulut saja. Syahadat memunyai konsekuensi besar bahwa ilah kita hanya Allah. Ilah di sini bermakna luas termasuk posisi diri sebagai hamba yang sebenarnya. Namanya hamba ya harus nurut pada apapun, tanpa pilih-pilih terhadap aturan Allah. Kecuali bila syahadat kita palsu atau main-main, maka dengan mudah kita akan mencari ilah lain dan rela diatur oleh hukum selain yang berasal dari-Nya. Nadzubillah.

Maka, I stand on the right deen adalah satu-satunya solusi ketika dari dua pasang kandidat tidak ada yang berniat apalagi bertekad untuk kembali kepada hukum Allah.

Maka, I stand on the right deen adalah satu-satunya solusi ketika dari dua pasang kandidat tidak ada yang berniat apalagi bertekad untuk kembali kepada hukum Allah. I stand on the right deen adala pernyataan ketegasan sikap bahwa kita tidak memilih right atau left side sebagaimana propaganda para pendukung kubu kedua pasang capres. Bila usia propaganda ini cuma berdurasi lima tahunan, maka I stand on the right deen berdurasi selama bumi masih berputar dan mentari masih bersinar. Usianya lebih lama daripada usia kita sendiri.

Berlanjut ke generasi berikutnya, terus dan terus hingga nanti di padang mahsyar diputuskan siapakah yg akan berada di ‘right side’ dan siapa pula yang ternyata di ‘left side’. Selama waktu menuju ke ‘sana’, kita akan selalu berada dalam barisan ‘I STAND ON THE RIGHT DEEN’ dan itu adalah Islam dengan seluruh aturannya. Wallahu alam. [riafariana/adivammar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version