View Full Version
Senin, 30 Sep 2019

Menentukan Arah Perjuangan Mahasiswa

Oleh. Ulfiatul Khomariah

(Founder Ideo Media, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)

Luarbiasa! Aksi demo mahasiswa membanjiri sejumlah daerah di Indonesia memprotes rencana pemerintahan Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang berisi pasal-pasal kontroversial.

Aksi demo mahasiswa digelar di berbagai kota mulai dari Riau, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, hingga Papua pada hari Senin (23/9/2019). Mereka mengusung tujuh tuntutan. Diantaranya mendesak RKUHP ditunda, revisi UU KPK yang baru disahkan, mengadili elite yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan, dan menolak pasal-pasal bermasalah RUU Pertahanan dan RUU Ketenagakerjaan. (CNNIndonesia, 23/9/2019).

Gelombang aksi mahasiswa tak berhenti di hari Senin saja, namun aksi terus berlanjut di hari-hari berikutnya disusul dengan aksi di berbagai kota-kota besar hingga kota kecil. Bahkan para mahasiswa berjanji akan mengadakan aksi yang lebih besar dari berbagai kampus di Indonesia apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi. Kondisi ini mengingatkan kita pada aksi mahasiswa pada tahun 1998 saat ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai kota hingga lahirlah gerakan reformasi melengserkan rezim Soeharto.

Sayangnya, pasca reformasi kondisi Indonesia tak kunjung membaik. Meskipun kebebasan pers membawa angin segar berupa terbukanya informasi, namun liberalisasi di berbagai bidang tetap menggerogoti, hingga akhirnya asing dan aseng semakin mudah menguasai negeri ini. Kekayaan alam dijual, rupiah melemah, kiprah BUMN dikurangi, keran impor dibuka lebar, hutan makin mudah dijarah dan budaya korupsi semakin beranak-pinak.

Dua dasawarsa reformasi ternyata tidak membawa Indonesia pada perubahan yang hakiki. Dulu, rezim Orde Baru mengangkat isu perubahan untuk menumbangkan rezim Orde Lama. Langkah ini juga diikuti rezim Orde Reformasi untuk mengakhiri rezim Orde Baru dengan isu utama mengganti rezim korup dan memperbaiki ekonomi yang sedang krisis. Hingga saat ini cara yang sama masih dilakukan untuk mengganti rezim.

Faktanya, meskipun gerakan reformasi mampu menggulingkan rezim, nyatanya budaya korupsi masih tetap eksis bahkan lebih massif, perekonomian masyarakat masih tetap terpuruk, dan kebijakan pemerintah tetap mengabdi kepada para kapitalis sang pemilik modal. Rezim saat ini pun tak ada bedanya dengan rezim sebelumnya yang menjalankan kebijakan liberal, yakni pro-pasar (kapitalis) ketimbang pro-rakyat. Sehingga pertanyaan besarnya, mampukah gerakan reformasi membuka lembaran baru bagi kesejahteraan indonesia?

 

Memahami Akar Masalah Negeri

Dari berbagai aspek kita bisa melihat bahwa kondisi Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelum reformasi, artinya tidak ada perubahan dan kemajuan yang signifikan yang terjadi. Karena dari awal memang reformasi digulirkan hanya sebatas bagaimana bisa menumbangkan rezim Soeharto saja. Reformasi tidak memikiran siapa orang yang ideal yang menjadi pengganti Soeharto dan sistem apa yang paling ideal untuk bisa membawa indonesia menuju kesejahteraan yang hakiki.

Padahal persoalan yang melanda indonesia sejatinya tidak hanya sekadar rezim yang berkuasa tapi sistem pemerintahan yang diterapkan, karena indonesia sudah berkali-kali ganti presiden namun perubahan ke arah kesejahteraan nampakmya masih jauh dari harapan. Bahkan sudah berbagai model, karakter dan latar belakang presiden yang memimpin, mulai dari kalangan militer, intellektual, tokoh agama, hingga masyarakat sipil, namun hasilnya tidak jauh berbeda.

Tak bisa dipungkiri, para politisi pun mengakui bahwa Indonesia adalah negara kapitalis-liberal. Politik berjalan atas asas kepentingan. Untuk memuluskan realisasi kepentingan, uang bekerja bak minyak pelumas. Politik transaksional terjadi di semua lini, baik di ranah Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Tiga elemen ini telah tergadaikan oleh rupiah. Satu persatu pejabat ditangkap KPK dan mayoritasnya adalah politisi. Maka wajar jika pada akhirnya mereka bersepakat melemahkan KPK dengan merevisi UU KPK.

Persoalan inilah yang memancing gelombang pergerakan mahasiswa menuntut presiden merevisi UU KPK yang baru disahkan. Hasilnya? Pemerintah tak bergeming. Suara mahasiswa hanya dianggap angin yang berlalu begitu saja. Eksekutif dan Legislatif telah sepakat bahwa RUU KPK harus disahkan. Maka bersiap-siaplah mahasiswa mendulang kembali kekecewaannya jika masih berharap pada belas kasih rezim.

Begitupun dengan RUU yang lainnya, Misal RUU KUHP. Meskipun presiden sudah meminta agar RUU KUHP ditunda untuk disahkan. Namun tidak menutup kemungkinan hal yang sama juga akan dilakukan sebagaimana pengesahan RUU KPK, palu akan diketok sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Maka mustahil akan terjadi perubahan yang hakiki jika masih berharap pada demokrasi dan sekadar reformasi.

 

Jadikan Islam Sebagai Mainstream Perjuangan

Perubahan hakiki dalam pandangan Islam adalah perubahan menuju penerapan syariah Islam secara kaaffah. Artinya, perubahan hakiki menyangkut perubahan rezim dan sistem. Bukan perubahan pada rezim saja, karena kita sudah punya banyak pengalaman panjang yang harusnya diambil pelajaran. Bahwa pergantian rezim hanya menghasilkan wajah, tanpa perubahan pada kebijakan sedikitpun.

Maka mahasiswa jangan terlena dengan bujuk rayu kepentingan yang pragmatis. Karena sudah sekian rezim berkuasa di Indonesia, namun semuanya gagal dalam meriayah rakyatnya. Semuanya gagal mewujudkan kesejahteraan. Dan selama rezim masih menjalankan sistem kapitalisme-liberal, selama itu pula Indonesia akan terus terjajah dan tak akan pernah berubah menjadi negara besar.

Oleh karena itu, mahasiswa harus memahami kondisi yang ideal untuk menentukan arah perjuangan. Karena apabila mahasiswa tidak memahami kondisi ideal yang di cita-citakan, maka menjadikan pergerakan mahasiswa tidak punya arah. Mahasiswa tidak boleh hanya mengandalkan semangat emosi saja. Namun harus berpikir cemerlang tentang visi dan konsep perjuangan yang hakiki agar tak mendulang kegagalan yang sama.

Lalu kondisi ideal seperti apa yang kita cita-citakan? apakah hanya sekedar perubahan yang bersifat fisik saja, tapi dari segi ruhiyah atau aspek sosial rusak? Atau perubahan yang hanya bersifat tambal sulam saja? Tidak! Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang fundamental (mendasar) dan substansial berupa perubahan yang sifatnya mendasar, yakni perubahan secara sistemik.

Perubahan sistem ini butuh asas yang benar sehingga terwujud kesahihan arah perjuangan. Revolusi yang benar tak akan terbeli oleh iming-iming uang dan kekuasaan. Persis seperti revolusi yang dilakukan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Ketika pemimpin Quraisy, melalui Abu Thalib, menawarkan iming-iming duniawi, Rasulullah Saw. menjawab dengan perkataan beliau yang mahsyur,

“Demi Allah. Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya aku tidak akan menghentikan dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa.”

Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh para mahasiswa, teguh dalam perjuangan. Tidak terlena dengan tawaran kekuasaan. Agar demikian, mahasiswa harus mendasarkan aktivitasnya pada asas yang sahih yakni akidah Islam. Islam harus dijadikan kaidah dan kepemimpinan berpikir. Sehingga, setiap tuntutan dan gerakan lahir dari kebenaran wahyu, bukan kepentingan pragmatis.

Maka sudah saatnya mahasiswa menyatukan arah pemikiran dan gerak perjuangan. Menjadi hal yang wajib bagi mahasiswa untuk berlepas diri dari ideologi yang menyesatkan yaitu kapitalisme-sekuler dan sosialisme-komunis menuju ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia yaitu ideologi Islam.

Mahasiswa akan menemukan kebangkitan yang hakiki apabila menjadikan Islam sebagai mainstream perjuangan. Tidak menjadikan Islam sebatas ibadah ruhiyah saja, namun ruang lingkup pemikiran wajib menjadi landasan berfikir mahasiswa. Wallahu a’lam bish-shawwab.


latestnews

View Full Version