View Full Version
Jum'at, 14 Apr 2023

Hedonisme Treadmill , Apakah Itu?

 

Oleh : Tari Ummu Hamzah

 

Gaya hidup hedon memang sedang mejangkiti kehidupan kaum muslimin. Gaya hidup ini dipengaruhi oleh sosial media, lingkungan, serta pandangan mereka terhadap kehidupan. Hedonisme diperkuat oleh para artis dan influencer sosial media. Mereka menerima jasa endorsment dari beberapa produk-produk fashion dan kecantikan. Ada kerjasama dengan industri pakaian dan kecantikan. Sehingga tak jarang mereka tampil cantik dan anggun di sosial media.

Kondisi ini memancing masyarakat untuk ikut meramaikan jagad sosial media dengan pamer kecantikan bak artis kesayangan mereka. Sosial media menjadi ajang pamer dan lomba tampil paling keren, paling cantik, dan paling eksis. Sehingga sosial media yang awal penciptaannya sebagai media komunikasi, kini berubah fungsi menjadi ajang pamer. Bak alat olah raga treadmill, dimana seseorang seolah berlari tapi tidak beranjak kemana-mana. Itulah fenomena media sosial saat ini. Mereka bisa menetap di satu tempat, tapi sejatinya aktivitas mereka sedang berlomba gaya hidup mewah.

Dari sederet fakta tentang hedonisme para pemuda, ada hal yang perlu kita cermati. Bahwa gaya hidup seperti ini malah akan meningkatkan kecemasan dari dalam diri Seseorang. Cemas jika ada orang yang lebih unggul dari mereka.

Mereka seolah berlomba-lomba menggapai eksistensi diri yang tak ada habisnya. Seperti orang yang sedang berlari diatas treadmill, makin lama dia berlari maka hormon adrenalin dia akan naik. Hormon ini akan menjadikan seseorang untuk terus memacu aktifitas mereka. Sama halnya dengan aktifitas kehidupan hedon, mereka tak henti-hentinya memacu kesenangan hidup. Sampai pada akhirnya mereka menyaksikan hedonisme ini adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka, sulit untuk dilepaskan.

Jika fenomena ini bisa terjadi, maka timbul pertanyaan apa yang mendorong masyarakat untuk tetap bergaya hidup hedon? Padahal pemerintah sudah menetapkan pajak dan beacukai untuk barang mewah. Apa pula yang menyebabkan masyarakat untuk tidak ingin keluar dari jebakan hedonisme?

Bertahannya sebuah gaya hidup tidak lain karena lingkungan dan sarana yang memadai. Lebih tepatnya sarana yang mendukung dan mempertahankan eksistensi gaya hidup hedon. Faktanya lingkungan di sekitar kita saat ini bersifat liberal dan individualis. Sifat ini diciptakan oleh sistem kapitalis.

Sebenarnya dalam sistem ini hal paling menonjol ada soal perekonomian. Perekonomian tidak akan berputar tanpa adanya pelaku industri dan pasar. Bagaimana caranya menciptakan pasar yang loyal terhadap produk-produk industri? Kapitalis membuat skema-skema praktis berupa opini dan doktrin di sosial media, tentang gaya hidup modern dan modernisasi. Modernisasi mereka artikan sebagai mengkonsumsi fashion dan kecantikan. Jadilah masyarakat berlomba-lomba menjadi lebih konsumtif.

Apakah berhenti sampai di situ? Jelas tidak. Kapitalis akan menjadikan masyarakat loyal dengan produk-produk industri. Bagaimana caranya? Yaitu menyebar paham sekuler dan kebebasan. Masyarakat diarahkan pemikirannya untuk bebas bertingkah laku sesuai dengan keinginannya, termasuk konsumtif dan saling pamer. Akhirnya jadilah masyarakat lebih bebas menentukan pola pikir dan pola sikap.

Mereka menganggap jika selama aktivitasnya tidak merugikan orang lain maka tidak jadi masalah. Dari sini terlihat bahwa, kapitalis menciptakan masyarakat yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Padahal dunia itu tempat kesedihan dan kekecewaan. Jika sudah terjebak dalam sistem kapitalis ibarat orang sekarat, minum obat "mati" tidak meminum obat juga pasti "mati". Ini bermakna kapitalis hanya menghasilkan kesengsaraan tanpa punya solusi.

Lalu bagaimanakah Islam memandang kondisi ini?

Allah menciptakan manusia juga dengan kadar atau khasiat. Jika benda mati saja Allah berikan khasiat, maka manusia dalam penciptaanya juga dibekali dengan khasiat yaitu berupa naluri-naluri. Naluri untuk mempertahankan diri, naluri beragama, dan naluri melestarikan keturunannya. Jika kita berbicara soal eksistensi manusia, maka hal ini masuk dalam naluri mempertahankan diri. Mempertahankan keselamatannya, egonya, serta nama baiknya. Hak tersebut memang wajar menimpa manusia. Tapi akan menjadi masalah jika naluri ini difungsikan untuk mempertahankan hal-hal yang dilarang oleh Allah.

Untuk itu Islam menggiring pemeluknya untuk senantiasa menjaga aqidah dan menguatkan keimanan, agar tidak terjebak ke dalam pemikiran asing, sekuler dan liberal. Jika masyarakat sudah memahami hakikat keimanan kepada Allah, maka masyarakat akan disibukkan dengan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Untuk mejaga perlombaan dalam kebaikan ini jadi terasa sulit jika kita hidup berada dalam sistem kapitalis. Bak ikan yang sulit bernafas jika hidup di darat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya institusi Islam untuk mejaga aqidah ummat muslim. Institusi ini berfungsi sebagai pelindung dari serangan pemikiran asing sehingga kaum muslimin bisa terlihat dimuliakan olah agamanya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version