View Full Version
Selasa, 22 Jan 2019

Setelah Ikrar Syahadat, Harus Umumkan Keislaman?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan sahabatnya.

Ada seorang pemuda yang masuk Islam. Ia berasal dari keluarga pemeluk Kristen. Bahkan bapaknya tokoh gereja. Dipastikan keluarga bereaksi keras terhadap pilihannya untuk menjadi muslim. Apakah ia harus mengumumkan keislamannya di hadapan keluarganya?

Perlu dipahami, proses masuk Islam itu sangat mudah dan ringan. Sebenarnya tidak harus didaftarkan ke lembaga formal dan tidak harus dilaksanakan dengan acara resmi. Beginilah cara masuk Islam di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Seseorang datang ke beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu diajak masuk Islam. Jika ia menerima maka ia cukup mengucapkan dua kalimat syahadat.

Kemudian diberitahukan kepadanya kewajiban bagi orang yang masuk Islam seperti mengerjakan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, kewajiban-kewajiban pokok lainnya. Dengan sebab ini ia memiliki hak seperti muslimin lainnya. Sebagaimana pula ia memiliki kewajiban sebagaimana mereka. Inilah kewajiban baginya setelah mengetahui kebenaran.

Adapun memaklumatkan keislamannya di hadapan keluarga besarnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jika tidak ada kemudharatan besar atas diri dan keislamannya maka lebih utama ia maklumatkan. Namun, jika sebaliknya, maka ia boleh menyembunyikan keislamannya dengan tetap melaksanakan kewajiban-kewajban dalam dien sesuai dengan kemampuannya secara maksimal. Ini sesuai dengan kondisi orang beriman dari keluarga Fir’aun yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌ مِّنْ ءَالِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَٰنَهُ

Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya.” (QS. Ghaafir: 28)

Allah tetap menyebutnya sebagai mukmin padahal dirinya menyembunyikan keimanannya di hadapan kaumnya. Ia tetap mengerjakan kewajiban-kewajibannya dengan sembunyi-sembunyi karena takut ditangkap dan dibunuh oleh Fir’aun.

Dari sini, setiap muslim yang khawatir dibunuh dan disiksa dengan siksaan berat boleh menyembunyikan imannya sehingga Allah buka jalan untuk memaklumatkan keislamannya itu.

Bahkan, jika terpaksa harus menghadiri perayaan kegamaan dan hari raya mereka–karena sangat khawatir mereka akan membunuh atau menyiksa dirinya- maka sebagian ulama membolehkan untuk menghadiri perayaan itu dengan keingkaran hati terhadapnya.

Berarti dirinya dalam kondisi genting, darurat, dan terpaksa. Allah telah nyatakan dalam Al-Qur’an seorang muslim yang dalam kondisi darurat (terancam) boleh mengucapkan kalimat kekufuran dengan disertai keingkaran hati.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّ بِٱلْإِيمَٰنِ

Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” (QS. Al-Nahl: 106)

Kalau mengucapkan saja boleh, maka hanya menyembunyikan –lebih ringan dari berucap- lebih boleh.

Ringkasnya, jika ia mampu mengumumkan keislamannya di luar keluarganya maka itu lebih baik agar ia mendapatkan hak sebagai muslim dari saudara-saudaranya. Adapun mengumumkan keislamannya di hadapan keluarga besarnya tidak harus segera. Ia tunggu moment pas sehingga terhindar dari mudharat besar. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

 

** Foto hanya ilustrasi saja.


latestnews

View Full Version