View Full Version
Selasa, 10 Mar 2020

Jangan Risau dengan Musibah Dunia

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Musibah bisa menimpa fisik, keluarga, harta, dan tempat tinggal seseorang. Ia sakit lalu meninggal. Dan semisalnya. Semua ini musibah dunia. Semua ini terkategori musibah ringan. Selama tidak berimbas kepada agama seseorang.

Musibah terbesar adalah musibah yang menimpa agama. Musibah agama membawa kesengsaraan dunia dan akhirat. Tidak ada kebaikan dalam musibah ini. Tidak boleh berharap ujian musibah ini.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam meminta kepada Allah agar musibahnya tidak menimpa agamanya. Ini juga pengajaran bagi kita semua, agar berlindung kepada Allah dari musibah buruk ini.

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

(Ya Allah) Janganlah Engkau jadikan musibah kami adalah yang terjadi pada dien kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia sebagai tujuan terbesar kami dan puncak dari ilmu kami. . . ”(HR. Al-Tirmidzi)

Musibah agama adalah musibah yang menimpa keimanan. Musibah yang merusak iman atau mengurangi kesempurnaannya. Di antaranya adalah keyakinan batil dan rusak, memakan yang haram, berhenti dari amal ketaatan dan terjerumus dalam kemaksiatan-kemaksiatan, tidak bersyukur ketika mendapat nikmat, dan tidak sabar tatkala menghadapi musibah, dan semisalnya.

Sesungguhnya musibah terbesar yang menimpa hamba adalah musibah yang  menimpa agamanya. Musibah ini jauh lebih dahsyat daripada musibah kehilangan istri, anak, dan harta. Bahkan hilangnya seluruh dunianya dirasa lebih ringan daripada yang menimpa agamanya. Kenapa bisa seperti itu? Karena agama adalah kekayaan yang paling mahal dan berharga bagi seorang mukmin. Dengan agama, dia akan memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.

Bukti lain bahwa Dien (agama) merupakan harta kekayaannya yang termahal adalah diharamkannya mengangankan dan meminta kematian kecuali ketika khawatir agama terfitnah. Hal itu tidak lain karena dien seorang mukmin lebih mahal baginya daripada nyawanya.

Termasuk musibah agamanya adalah salahnya tujuan dan orientasi hidup. Tidak lagi keridhaan Allah dan balasan baik di sisinya. Tapi memburu popularitas dan berharap harta kekayaan dunia. Seluruh pikiran dan potensinya ditujukan untuk dunia. Ia lalai dari kehidupan akhirat. Ini bagian dari musibah agama yang mengerikan.  

Tidak ada kebaikan dalam musibah agama. Tidak boleh berharap mendapat musibah ini. Karenanya, saat seorang muslim diuji dengan musibah pada kesehatannya dan hartanya, hendaklah ia tetap bersyukur dan memuji Allah Jalla wa ‘Alaa. Sebabnya, ujian musibah itu bukan mengenai agamanya.

Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’abul Iman, dari Syuraih al-Qadhi rahimahullah, ia berkata:  

إني لأصاب بالمصيبة فأحمد الله عليها أربع مرات: أحمده إذ لم تكن أعظم مما هي , وأحمده إذ رزقني الصبر عليها , وأحمده إذ وفقني للاسترجاع لما أرجو فيه من الثواب , وأحمده إذ لم يجعلها في ديني

Ketika aku tertimpa musibah, aku memuji Allah empat kali atas musibah itu: aku memuji Allah karena tidak ditimpakan musibah yang lebih besar dari itu, aku memuji Allah karena aku diberi kesabaran atasnya, aku memuji Allah karena memberiku taufiq untuk beristirja’ dan memohon kebaikan dengannya, dan aku memuji Allah karena tidak menimpakan musibah terhadap agama ku.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menjaga agama kita dan memberi taufiq dalam ketaatan. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version