View Full Version
Senin, 23 Nov 2020

Menerima Bantuan Biaya Nikah dari Orang Tua yang Bekerja di Bank

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam ahtas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Haramnya riba tertera jelas dalam Al-Qur’an dan sunnah. Termasuk dosa besar. Bahkan pelakunya diancam perang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Riba menghancurkan keberkahan harta dan kehidupan pelakunya. Padahal setiap orang yang meribakan hartanya menginginkan untung besar darinya.

وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.” (QS. Al-Ruum: 39)

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Besarnya dosa riba berimbas kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Bukan saja pengambil untung dari riba (pemakannya) yang diancam laknat dan dosa besar, tapi juga orang yang memberikan keuntungan riba, pencatatnya, dan saksi-saksinya.

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaknat pemakan riba, pemberi makan (keuntungan) riba, dua orang saksinya, dan pencatatnya.” (HR. Ahmad dan Ashabus sunan. Imam al-Tirmidzi menyatakan shahih)

Dari sini, maka orang-orang yang bekerja di lembaga keuangan ribawi seperti bank konvensional terkena ancamannya.

Bagaimana kalau pekerja di bank Konvensional memberi bantuan, seperti seorang ayah memberi bantuan nikah untuk anaknya?

Syaikh Ibnu Ustaimin rahimahullah pernah ditanya tentang soal serupa, “Al-Hamdulillah, Allah telah memberi hidayah kepadaku. Aku akan segera menikah, insya Allah dalam waktu dekat. Masalahku, orang tuaku –semoga Allah menunjukinya- menjalani bisnis riba. Dia akan membiayai pernikahanku ini. Aku sangat bingung. Aku belum bisa menyiapkan mahar pernikahanku. Sebenarnya, aku juga sangat berat menerima bantuan orang tuaku yang didapatkan dari harta haramnya. Berarti saya akan menunda pernikahan sampai beberapa tahun kedepan. Apa yang harus saya lakukan?

Beliau rahimahullah menjawabnya dengan memberikan satu kaidah yang penting untuk diketahui penanya dan para pembaca:

ما حرم لكسبه؛ فهو حرام على الكاسب فقط. وأما ما حرم لعينه؛ فهو حرام على الكاسب وغيره

Apa yang diharamkan karena mengusahakannya maka ia haram bagi orang yang mengusahakannya saja. Adapun yang diharamkan karena bendanya, maka ia haram bagi pekerja dan selainnya.

Contohnya: seseorang mengambil harta benda seseorang, ia ingin memberikannya kepada orang lain sebagai jual beli atau pemberian. Kami katakan: ini haram, karena harta ini diharamkan fisiknya.

Sedangkan pekerjaan yang diharamkan, seperti pekerjaan dari jalan riba atau menipu –atau yang serupa- maka harta ini haram bagi pekerjanya saja. Tidak haram bagi siapa yang mengambilnya dengan cara benar. Dalilnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menerima hadiah dari Yahudi dan menyambut undangan mereka. Belia makan makanan mereka dan membeli barang dari mereka. Sudah maklum, Yahudi berdagang dengan cara riba sebagaimana disebutkan di Al-Qur’an tentang mereka.

Berangkat dari kaidah ini, aku katakan kepada penanya: ambillah seluruh kebutuhannya untuk menikah dari harta bapakmu; ia halal bagimu dan tidak haram.” (dinukil dari Fatawa Islamiyah)

Penjelasan beliau rahimahullah, diperkuat dengan satu kaidah yang disampaikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,

“Apabila seorang muslim melakukan satu transaksi yang diyakininya boleh lalu menghasilkan uang maka boleh bagi selainnya dari kaum muslimin untuk bermu’amalah terhadap harta tersebut walaupun ia tak meyakini bolehnya mu’amalah itu.”

Dari sini harus dibedakan harta haram yang didapatkan dari mencuri, menipu, dan semisalnya dengan harta yang didapatkan dari perkerjaan yang diharamkan seperti bekerja di bank ribawi atau dengan akad-akad yang diharamkan.

Yang pertama tidak boleh bermu’amalah dengan harta itu bagi siapa yang tahu asal muasal hartanya itu.

Yang kedua, sebagian ulama menilainya boleh bermu’amalah dengan pemiliknya dan memanfaatkan hartanya dalam jual beli, hibah, dan selainnya. Wallahu a’lam. [PurWD/voaislam.com]


latestnews

View Full Version