View Full Version
Jum'at, 15 Oct 2021

Status Ibadah Menjadi Rutinitas

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Ada seseorang bertanya kepada Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah, “Aku membaca di salah satu buku nasihat, isinya: janganlah kamu jadikan ibadah kepada Allah semata kebiasaan (‘Aadah). Bagaimana caranya agar seorang muslim menjadikan ibadahnya kepada Allah adalah ibadah lillah, bukan semata kebiasaan/rutinitas yang biasa dikerjakan?

Beliau menjawab,

المعنى: لا تصلها كعادة؛ صلها قربة، أن تتقرب بها إلى الله، ما هو من أجل العادة. إذا صليت الضحى، صلها لأجل التقرب إلى الله، ما هو لأنها عادة. وهكذا إذا صليت التهجد بالليل، تصليها لأنها قربة، لأنها طاعة، ما هو لمجرد العادة، أو لأنه فعلها أبوك أو أم

Maknanya: janganlah kamu shalat seperti menjalankan kebiasaan atau sebatas rutinitas. Shalatlah sebagai upaya mendekatkan diri (qurbah), yaitu engkau mendekatkan diri kepada Allah dengan itu. Bukan semata itu sebagai kebiasaan (rutinitas). Apabila kamu shalat Dzuha, kerjakanlah itu untuk taqarrub kepada Allah, bukan karena kebiasaan saja. Demikian pula apabila kamu mengerjakan shalat tahajjud, kamu kerjakan itu karena ia adalah amal qurbah (mendekatkan kepada Allah) dan sebagai ketaatan. Bukan semata sudah menjadi kebiasaan atau karena bapak dna ibumu mengerjakan hal itu....

Kebiasaan /rutinitas  memiliki makna yang relatif. Pertama, kebiasaan bisa memiliki makna positif seperti seseorang membiasakan diri dengan kebaikan. Ia mengerjakannya dengan biasa / ringan tanpa beban.

Disebutkan dalam hadits,

الْخَيْرُ عَادَةٌ وَالشَّرُّ لَجَاجَةٌ وَمَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Kebaikan adalah kebiasaan (bagi seorang mukmin) dan keburukan adalah permusuhan. Dan barangsiapa Allah menghendaki kebaikan pada seseorang maka Allah akan memahamkan agama kepadanya." (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mempunyai tikar dan pada sebagian malam beliau gulung untuk dipakai shalat di atasnya. Orang-orang melaksanakan shalat dengan shalat beliau. Beliau menggelarnya pada siang hari. Pada suatu malam mereka semua berkumpul, seraya beliau bersabda: “Wahai manusia, hendaknya kalian melakukan amal sesuai dengan kemampuan kalian, karena Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan terus-menerus meskipun sedikit”. Apabila keluarga Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan suatu amal mereka menetapkannya.” (HR. Al-Bukhari  dan Muslim)

Abu Thayib berkata: “Setiap orang itu sesuai dengan kebiasaannya sepanjang waktu”.

Dan seperti yang diketahui bahwa di antara sebab istiqamahnya seorang hamba pada jalan menuju Allah adalah hendaknya ia mempunyai ketaatan yang selalu dilaksanakan dan dijaganya serta membiasakannya, tidak mengabaikan dan tidak meremehkannya, dan tidak malas. Begitulah amalan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam “daimah” (selalu), paten dan terus-menerus, dan keluarga beliau jika mereka melakukan amalan mereka mentetapinya.

Adat kebiasaan seperti ini adalah baik. Yaitu membiasakan diri dalam beramal shaleh dan berbuat baik.

“Al-‘Aadah” (adat kebiasaan) juga bisa memiliki makna negatif. Yaitu seseorang saat mengerjakan ibadah merasa sedang tidak beribadah. Ia melakukannya sebagai kebiasaan dan rutinitas sehingga tidak ada ruhnya. Ibadah model seperti ini sangat bahaya dan hendaknya ia waspada terhdapnya.

Sesungguhnya pahala itu diberikan pada ibadah yang diikuti dengan hadirnya hati dalam mengerjakannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun: 1-2)

Perkara yang sangat penting dalam ibadah adalah ikut sertanya hati dalam ibadah yang dikerjakan. Hati tidak lalai dari ibadah tersebut. Karenanya, janganlah mengerjakan satu ibadah dengan perasaan sebagai rutinitas atau adat kebiasaan semata. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version