View Full Version
Kamis, 28 Jul 2022

Hore, Amalku Sudah Banyak!!

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Perjalanan tahun 1443 Hijriyah hampir usai. Kita berada di penghujungnya. Beberapa hari lagi kita memasuki tahun baru 1444 H. Selayaknya, kita mengintrospeksi diri dengan habisnya waktu setahun ini. Salahs atunya, tentang amal shalih kita.

Jika kita sudah kerjakan amal shalih bukan berarti kita boleh langsung berbangga. Lalu berkata, “Hore, Amalku Sudah Banyak”. Karena sejatinya tidak ada jaminan amal tersebut sudah pasti diterima. Jika sudah diterima, tidak ada jaminan bahwa amal tersebut akan tetap terjaga hingga akhir hayat kita.

“Hore, Amalku Sudah Banyak”, bisa menjadi bumerang untuk pemilik amal. Dengan kalimat itu, ia merasa cukup beramal. Sudah banyak amalnya sehingga tak perlu lagi sungguh-sungguh dan meningkatkannya.

Perlu kita ketahui, karunia dan nikmat Allah terus turun kepada kita sepanjang hidup ini. Selalu ada nikmat dan karunia baru untuk kita setiap saatnya. Karenanya, kita harus wujudkan syukur baru atas nikmat baru itu.Sehingga jangan pernah merasa cukup untuk bersyukur dengan menggunakan nikmat untuk ibadah dan taat kepada Allah –Dzat Pemberi Nikmat-.

“Hore, Amalku Sudah Banyak” bisa menjadi ekspresi bangga diri (ujub). Yaitu merasa diri ini istimewa, bangga diri, dan bersorak sorai dengan amal lisan dan anggota badannya; dengan amal terpuji dan tercelanya. (Afaat ‘Ala Thariq, Dr. Al-Sayyid Muhammad Nuh: 117)

Ibnul Mubarak rahimahullah menjelaskan ujub dengan ungkapan lebih ringkas,

أن ترى أن عندك شيئاً ليس عند غيرك

“Engkau melihat dirimu memiliki sesuai yang tidak ada pada diri orang lain.” (Siyar A’lam Nubala’: 1/407)

Orang ujub selalu melihat dirinya hebat dengan segudang kelebihan amal. Sebaliknya, melihat amal orang lain jauh di bawah dirinya. Ia memandang orang lain dengan pandangan kecil dan rendah.

Terkadang orang yang ujub tertipu dengan dirinya sendiri. Yaitu saat ia memandang kecil  amal orang lain lalu berbangga diri dengan amal yang tak dimilikinya. Namun anehnya, ia merasa memiliki semua itu.

Jika ia memiliki amal-amal terebut lalu merasa dirinya lebih unggul dari yang lain maka ini disebut sombong.Keduanya adalah dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keduanya adalah dosa makhluk terlaknat, Iblis laknatullah ‘alaih.

Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang seseorang memandang diri sendiri hebat dan benar-benar bertakwa yang semua itu telah terjamin dengan surga untuknya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

فَلا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰ

Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. Al-Najm: 32)

Sebagaimana pula Allah melarang seseorang menyebut-menyebut amalnya untuk kebanggaan dan merendahkan orang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)

Menyebut-nyebut sedekah adalah buah dari merasa banyak sedekah dan berbangga dengannya. Memandang banyak sedekah dan membanggakannya adalah ujub. Sementara ujub (berbangga) diri adalah keburukan yang sangat besar.

Ibnul Mubarak rahimahullah berkata,

لا أعلم في المصلين شيئاً شراً من العجب

“Aku tidak mengetahui ada keburukan yang lebih besar pada diri orang-orang shalat daripada ujub.” (Siyar A’lam Nubala’: 1/407)

Terkadang seseorang serius sekali menangkal riya’ dalam amalnya. Namun sayang, ia tak menyadari adanya ujub yang menghilangkan pahala dalam amal yang dikerjakannya. Karenanya, wajar saja jika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyifati ujub sebagai salah satu dari 3 amal yang menghancurkan.

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِه

Tiga perkara yang menghancurkan: kebakhilan dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri.” (Dihassankan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’: no. 3045)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

وَكَثِيرًا مَا يَقْرِنُ النَّاسُ بَيْنَ الرِّيَاءِ وَالْعُجْبِ فَالرِّيَاءُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالْخَلْقِ وَالْعُجْبُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالنَّفْسِ وَهَذَا حَالُ الْمُسْتَكْبِرِ فَالْمُرَائِي لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } وَالْمُعْجَبُ لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } فَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } خَرَجَ عَنْ الرِّيَاءِ وَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } خَرَجَ عَنْ الْإِعْجَابِ

Dan sering orang-orang menggandengkan antara riyaa’ dan ujub. Riyaa termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong. Orang yang riyaa’ tidak merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ “Hanya kepadaMulah kami beribadah”, dan orang yang ujub tidaklah merealisasikan firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan”. Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ maka ia akan keluar lepas dari riyaa’, dan barangsiapa yang merealisasikan firman Allah  وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ maka ia akan keluar terlepas dari ujub.” (Majmuu’ Al-Fataawaa 10/277)

Penutup

Benar bahwa dosa adalah penghancur dan pembinasa. Namun terkadang dengan dosa terbuka pintu rahmat bagi pelakunya yang bertaubat dan terbebas dari ujub. Orang yang ujub pasti akan binasa dengan amalnya. Dan seoga Allah selamatkan kita darinya dan tidak berbangga, “Hore, Amalku Sudah Banyak.” Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version