View Full Version
Kamis, 12 Dec 2013

Mengungkap 15 Ciri Pengikut Syi'ah di Indonesia

Menurut Syi’ah bahwa Taqiyah atau taqqiya wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Al Quran Syi’ah adalah sama dengan Al Quran Ahlus Sunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Taqiyh mirip dengan sekutu yahudi lain yang gemar menampilkan wajah yang penuh topeng tipu daya dan pura-pura.

Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah. Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran; 

Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.  

Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. 

Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. 

Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan

Menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:

  1. Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.
  2. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.
  3. Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
  4. Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.
  5. Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang lain.
  6. Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.
  7. Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.
  8. Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum.
  9. Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
  10. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)
  11. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
  12. Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.
  13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.
  14. Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah. Oleh sebab itu Anda akan dapati;
  15. Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

Dasar Doktrinal ‘Taqiyah’

Secara umum taqiyyah adalah strategi menyembunyikan keyakinan di hadapan musuh untuk menghindari terjadinya bencana (Alatas 2002: 142). Dalam pengertian ini, meskipun konsep ini sering dianggap sebagai khas Syi’ah, praktiknya sangat umum khususnya bagi kelompok penganut agama atau aliran minoritas yang berada di bawah penguasa otoritarian yang opresif. Hanya saja mereka tidak menggunakan konsep taqiyyah.

selengkapnya klik gambar:

Dalam pandangan sebagian besar kaum Sunni, konsep taqiyyah memiliki makna negatif yang identik dengan kebohongan dan kemunafikan. Oleh sebab itu, Jalaluddin Rahmat mengusulkan untuk tidak menggunakan istilah taqiyah untuk menyebut praktik tersebut. Sebagai alternatifnya, ‘pendekatan yang luwes dan silaturrahmi’, misalnya, adalah istilah netral yang bisa diterima secara umum. Dengan penggunaan istilah netral tersebut, prakteik taqiyah dapat dibenarkan.

Bagi kelompok Syi’ah, taqiyah tentu saja dipahami secara positif. Jalaluddin Rahmat (1998:1viii) yang mengutip pandangan Khomeini menulis bahwa taqiyah berbeda dengan kemunafikan. Kalau kemunafikan adalah penyembunyian kekufuran dan penampakan keimanan, taqiyah adalah sebaliknya yakni penampakan kekafiran dan penyembunyian keimanan karena alasan-alasan tertentu. Mereka mengakui bahwa ajaran dan praktik taqiyah mempunyai landaan doktrinal yang kokoh dalam ajaran islam. Mereka biasanya menggunakan sejumlah dalil naqli maupun dalil aqli untuk melegitimasi praktik taqiyah dimaksud. Selain itu, taqiyah juga diyakini sudah dipraktikkan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, dan praktik tersebut dibenarkannya. Salah satu dalil naqli yang paling sering dipakai adalah ayat al-Qur’an (3:28) yang artinya:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia daripertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali”

Menurut mereka, taqiyah dibenarkan tidak hanya karena alasan takut tetapi juga demi persatuan di kalangan kaum Muslimin. Berkenaan dengan tipe ini yakni taqiyah mudarat. Jalaluddin Rahmat (Rahmat 1998:1ix) mengutip fatwa khomeini:” yang dimaksud dengan taqiyah mudarat ialah taqiyah yang dilakukan untuk mempersatukan kaum muslimnin dengan menarik kecintaan para penentang dan memperoleh kasih sayang mereka; bukan karena menghawatirkan adanya ancaman seperti taqiyah khauf”. Dalam praktiknya, seseorang menyembunyikan sikap sesungguhnya, termasuk sikap negatif terhadap kelompok lain yang berbeda paham dengan menampilkan tindakan yang positif sehingga dapat mencapai ukhwah islamiyah. Singkatnya, bagi penganut Syi’ah Indonesia terdpat dua tipe taqiyah yakni taqiyah karena takut dan taqiyah untuk persaudaraan yang memiliki landasan doktrinal yang kokoh.

[Nahimunkar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version