Oleh : Zahbiadina latifah
(Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta)
Indonesia Darurat Perzinaan
Zina secara fiqhiyah merupakan melakukan aktivitas hubungan suami-istri diluar ikatan pernikahan. Di Indonesia sendiri publik kembali geger. Kasus zina bukan hal yang tabu lagi saat ini. Setelah beberapa kondisi terkait yang ada sekarang, seperti terungkapnya prostitusi online, wacana kontroversial lokalisasi (sebut saja salah satunya Gang Dolly), ide sertifikasi PSK yang baru-baru saja digagas oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan praktik prostitusi artis dengan bayaran fantastis yang semu itu semakin menambah maraknya persoalan negeri ini.
Bagaimana tidak, Menteri Sosial Khofifah Indar mengatakan, jika PSK dilegalkan maka aborsi, pornografi, free sex, korupsi, dan perbuatan tidak bermoral lainnya akan semakin meningkat. Saat ini saja, seperti yang diungkap oleh Direktur Rehabilitasi Tuna Susila, Sonny W Manalu bahwa jumlah pekerja seks komersial (PSK) baik di dalam maupun di luar lokalisasi mencapai 150.000, begitu ujarnya di ruang kerjanya Kementrian Sosial (Kemensos) 16/4/2015. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat Indonesia merupakan negara mayoritas muslim dan muslim terbesar di dunia.
Pandangan Hidup Liberal Legalkan Perzinaan
Maraknya kasus perzinaan (baca : pelacuran) dengan berbagai motif alasannya, baik pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun sebagai gaya hidup menggambarkan secara jelas bahwa masyarakat Indonesia sedang mengalami darurat gaya hidup liberal dan permissif, yaitu bebas dan lepas dari tuntunan agama serta menganggap boleh berperilaku (sebagai perwujudan Hak Asasi Manusia/HAM) dan berbisnis apapun tanpa peduli halal haram. Akibatnya ketakwaan rendah dan tuntunan gaya hidup konsumtif lagi mewah melahirkan maraknya perzinaan.
...pandangan liberal yang berasal dari Barat ini sebagai penganut ideologi Kapitalis menganggap hubungan pria dan wanita sebagai pandangan yang bersifat seksual semata
Di samping itu pula, pandangan liberal yang berasal dari Barat ini sebagai penganut ideologi Kapitalis menganggap hubungan pria dan wanita sebagai pandangan yang bersifat seksual semata. Oleh karena itu, dengan terencana, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual dalam rangka membangkitkan naluri seksual agar semata-mata dipenuhi.
Mereka menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan pada diri manusia, baik terhadap fisik, psikis, maupun akal. Maka wajar, bila ada kontra dibalik penutupan lokalisasi (ditambah dengan alasan sumber devisa negara), ada ide absurd sertifikasi pelegalan pelacuran, pelegalan kawasan prostitusi, berbagai media seperti dalam bentuk cerita, lagu, gambar, video yang sarat akan mengundang naluri seksual, dsb.
Pandangan liberal ini lengkap dengan arah sekulerisme yakni peniadaan peran aturan agama dalam ranah publik, hanya sebatas aturan yang bersifat individu saja yang menjadi pijakan berfikir masyarakat dan tatanan bernegara. Masyarakat sudah begitu terbiasa dengan gaya hidup campur baur antara pria dan wanita yang tidak semestinya, seperti di rumah-rumah, tempat rekreasi, pantai, kolam renang, jalan, dan tempat lainnya.
Semua ini muncul karena pandangan ini mengarahkan anggapan tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan penting, maka mereka sengaja atau mewajarkan untuk mewujudkan, sebab merupakan bagian dari gaya hidup.
Islam Solusi Paripurna Mengatasi Masalah Perzinahan
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memiliki aturan komprehensif sebagai solusi. Sementara itu, pandangan kaum muslim dan aturan Islam terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, buka semata pemenuhan hasrat seksual.
Dalam konteks itulah Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang sebagai perkara yang dapat mendatangkan marabahaya. Oleh karena itu Islam melarang pria dan wanita berkhalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (non-mahram). Islam juga membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan dalam kehidupan umum, serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.
Perlu penyadaran melalui dakwah bahwa seluruh masyarakat sesungguhnya membutuhkan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan negara yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk sebuah instutusi, Khilafah Islamiyah
Maka, jika yang dilakukan masyarakat ataupun yang diterapkan negara adalah hal-hal yang bertentangan dengan aturan Islam adalah sebuah kemaksiatan dan dosa.
Adapun ada jalur-jalur yang seharusnya dilakukan oleh negara secara simultan (tidak sebagian) agar dapat mengeliminasi bahkan menghilangkan perizanaan dan ditutup rapat adalah :
Penyelesaian masalah perzinaan membutuhkan pemahaman untuh terhadap akar masalah, baik karena faktor internal maupun eksternal. Selanjutnya harus ditempuh langkah-langkah integral untuk menutup semua terjadinya perzinaan. Karena jika usaha mengatasi masalah ini hanya dengan melaksanakan sebagian perbaikan tanpa menyadari sumber kerusakannya maka bisa dikatakan gagal memahami akar masalah. Padahal kegagalan ini sama artinya dengan membiarkan berkembangnya masalah menjadi semakin kompleks.
Perlu penyadaran melalui dakwah bahwa seluruh masyarakat sesungguhnya membutuhkan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan negara yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk sebuah instutusi, Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam bissawab. [syahid/voa-islam.com]
Sumber :
http://nasional.sindonews.com/read/996306/18/ide-absurd-lokalisasi-sertifikasi-psk-1430533354
http://news.merahputih.com/nasional/2015/04/16/wow-jumlah-psk-di-indonesia-capai-56-ribu/11502/
Buletin Dakwah, Cermin Wanita Shalihah edisi 54 : Islam Solusi Paripurna Masalah Prostitusi
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1421/2001. Nidzam Ijtima’I fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam). Bogor. Pustaka Thariqul ‘Izzah