SURAT PEMBACA:
LGBT: Penyimpangan Terhadap Fitrah Manusia
Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) semakin marak diperbincangkan setelah Mahkamah Agung Amerika mengesahkan perkawinan sesama jenis pada tanggal 26 Juni 2015 lalu. Hal ini tidak hanya berdampak pada lima puluh negara bagian di Amerika saja, tetapi berdampak pula bagi negara-negara di Eropa dan di Asia, termasuk Indonesia.
Kaum LGBT di Indonesia ikut serta menampakkan eksistensinya dengan melakukan aksi parade di bundaran HI Jakarta dengan mengibarkan bendera khas LGBT yang bernuansa pelangi. Beberapa pernikahan sejenispun sudah mulai berani diselenggarakan di negeri yang mayoritas muslim ini, diantaranya adalah di Bali dan Boyolali. Selain itu, Facebook pun turut menyediakan stiker khusus yang mendukung pelegalan ini. Para publik figur banyak pula yang mewarnai foto profil mereka dengan warna pelangi.
Pelegalan LGBT atas nama HAM (hak azasi manusia) seolah menjadi kekuatan tertinggi yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Masyarakat perlahan semakin toleran terkait hal ini dan menganggap hal yang lumrah. Astagfirulloh..
Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia, tentunya harus belajar dari sejarah bagaimana Alloh swt melaknat kaum Nabi Luth yang terkenal sebagai penyuka sesama jenis. Perkawinan sesama jenis tidak lebih dari sekedar pemuasan nafsu belaka. Hal ini bahkan tidak pernah ditemui dalam dunia binatang sekalipun. Manusia merupakan makhluk yang sempurna penciptaannya. Manusia memiliki akal, sehingga manusia seharusnya mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Manusia tidak mungkin menginginkan derajatnya sama atau bahkan lebih rendah dari binatang.
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk melestarikan keturunan umat manusia. Ilmu pengetahuan memberitahukan bahwa proses pembuahan pada manusia adalah bertemunya sel sperma (yang terdapat pada laki-laki) dengan sel telur (ovum yang terdapat pada perempuan). Maka dapat disimpulkan bahwa LGBT bukanlah fitrah manusia, melainkan suatu penyimpangan seksual. Alloh swt berfirman dalam Q.S. An-Nisa ayat 1 yang artinya: “Wahai manusia. Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan Alloh menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” Alloh swt hanya menciptakan dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan saja.
Islam memerintahkan agar anak-anak sejak dini dididik untuk memahami jenis kelaminnya beserta hukum-hukum yang terkait, seperti memisahkan tempat tidur anak-anak, mengajarkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta batasan antara laki-laki dan perempuan. Rosululloh saw melarang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki (HR Bukhari). Rasululloh saw pun bersabda “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.” (HR Muslim).
Selain perlindungan dari keluarga dan masyarakat, negara pun memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga keamanan, kenyamanan serta keselamatan warga negaranya. Negara harusnya mampu memberhentikan akses pornografi dan pornoaksi baik berupa bacaan (misalnya buku, komik) maupun tontonan (seperti televisi, DVD, internet).
“Siapa yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as, maka bunuhlah pelaku dan pasangan (kencannya)” (HR Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah). Sanksi ini tidak dapat dilakukan oleh individu ataupun masyarakat, melainkan oleh negara. Negara yang menerapkan Islam secara paripurna (kaffah). Wallohu a’lam bish showab.
Demikian surat pembaca ini saya sampaikan. Atas perhatian Anda, saya ucapkan terimakasih. Farida Septiany, Bandung