"Didiklah anak-anakmu dengan hal yang berbeda dengan keadaanmu sekarang karena anak-anak telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zaman engkau." (Umar bin Khattab)
Sahabat VOA-Islam...
Masa depan anak ada di tangan orang tua. Orang tua mana yang tidak menginginkan anaknya menjadi orang sukses di masa mendatang? Orang tua mana yang ingin keadaan anaknya lebih buruk dari keadaan dirinya? Secara naluriah tentu saja tidak ada. Akan tetapi, untuk memperoleh semua itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Apalagi dengan berbagai tantangan dunia modern saat ini menjadikan hilangnya harapan terwujudnya masa depan anak. Contohnya adalah maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Berita terakhir yang membelalakkan mata datang dari daerah Lumajang, bahwa berdasarkan data P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Lumajang, selama 2016 ini telah terjadi 11 kasus asusila yang menimpa anak di bawah umur.
...jika anak-anak sudah tidak aman di rumahnya, maka ke mana lagi mereka harus kembali dan beristirahat untuk mengoptimalkan perkembangan dirinya?
Dari kasus asusila terhadap anak yang terjadi, ia mengungkapkan, seluruh korbannya adalah anak di bawah umur bahkan balita dengan pelaku orang tua seperti kakek, bapak tiri, bapak kandung bahkan guru. Salah satu kasus yang terjadi yaitu ayah kandung yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri disaat ibunya bekerja di pasar untuk membantu peekonomian keluarganya. (suarasurabaya.net,14/3).
Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kasus-kasus ini menunjukkan tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak. Sebab, jika anak-anak sudah tidak aman di rumahnya, maka ke mana lagi mereka harus kembali dan beristirahat untuk mengoptimalkan perkembangan dirinya? Orang tualah yang seharusnya menjadi tameng bagi anak untuk terhindar dari bahaya tidak lagi menjadi jaminan. Orang tua bertanggung jawab dalam medidik dan membina anak dalam memahami kehidupan serta meraih impian-impian besar anak di masa mendatang.
Berbagai solusi telah dijalankan oleh Negara dalam mengatasi merebaknya kekerasan seksual terhadap anak, seperti tercantum dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak pasal 64 (3) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana Anak pasal 9, bahwa anak sebagai korban berhak mendapatkan rehabilitasi dari lembaga maupun di luar lembaga. Kemudian diatur pula ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa korban tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum baik medis, rehabilitasi psiko-sosial. Negara pun juga telah memberikan sanksi pidana bagi pelaku kekrasan seksual terhadap ini.
Peran negara tentu paling besar dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak. Sebab, pada hakikatnya negara memiliki kemampuan untuk membentuk kesiapan individu, keluarga serta masyarakat. Namun, fenomena kekerasan seksual terhadap anak yang semakin memprihatikan dapat ditafsirkan sebagai kegagalan Negara dalam menjamin rasa aman dan perlindungan terhadap anak-anak. Negara telah melakukan “pembiaran” munculnya kekerasan seksual disekitar anak-anak.
Hal ini terihat bahwa negara gagal dalam menjamin para ibu untuk konsentrasi dalam mendidik, memantau, dan menjaga anak-anaknya. Tidak sedikit para ibu saat ini harus membantu kepala keluarga (suami) dalam menafkahi keluarga. Hal ini disebabkan kurangnya lapangan kerja yang disediakan oleh negara.
Negara pun gagal menciptakan suasana takwa yang terus hidup di tengah-tengah masyarakat. Negara seharusnya membina warga negaranya sehingga mereka menjadi manusia yang bertaqwa dan memahami hukum-hukum agama termasuk tentang pergaulan. Pembinaan ini dilakukan baik di sekolah, di masjid, dan di lingkungan perumahan. Akan tetapi pada faktanya, kurikulum pendidikan hanya memasukkan materi agama dengan porsi sedikit.
Selain itu, peran negara dalam mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat tidak terlihat. Media massa di dalam negeri bebas menayangkan hal-hal yang berbau pornografi dan tindakan lain yang memberikan kontribusi masyarakat kepada tindakan seksual atau mendorong terjadinya hubungan di luar pernikahan. Seharusnya melalui media, negara memberikan pendidikan bagi masyarakat, menjaga aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Bila ada yang melanggar ketentuan ini, negara bisa menjatuhkan sanksi kepada penanggung jawab media.
Negara harusnya membuat aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat berdasarkan hukum-hukum Islam. Aturan ini bertujuan mengelola naluri seksual pada laki-laki dan perempuan dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaan naluri seksual ini yaitu melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Namun saat ini, aurat dipertontonkan dan seks diumbar sembarangan. Terbiasanya orang melihat aurat perempuan dan melakukan seks bebas, mengakibatkan munculnya penyimpangan seksual terhadap anak.
Negara wajib menjatuhkan hukuman tegas terhadap para penganiaya dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak
Negara wajib menjatuhkan hukuman tegas terhadap para penganiaya dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pemerkosa dicambuk 100 kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Pelaku kekerasan seksual dibunuh. Termasuk melukai alat kelamin anak kecil dikenai denda 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238). Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan seksual terhadap anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan direhabilitasi dan ditangani secara khusus untuk menghilangkan trauma.
Negara juga berperan dalam mencegah masuknya isme dan budaya yang bertentangan dengan Islam atau membahayakan kehidupan masyarakat seperti liberalisme, sekulerisme, homoseksualisme dan sejenisnya dari saluran mana pun. Media massa, buku, bahkan orang asing yang masuk sebagai turis atau pedagang dilarang membawa atau meyebarkan hal tersebut. Bila mereka melanggar, dikenakan sanksi berdasarkan hukum Islam.
Penerapan hukum secara utuh ini akan menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak secara tuntas. Anak-anak dapat tumbuh dengan aman, menjadi calon-calon pemimpin, calon-calon pejuang dan calon generasi terbaik.
Namun, yang mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawab seperti di atas, tidak lain hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Rezki Amalia Latif
(Mahasiswi Pascasarjana Teknik Lingkungan ITS 2015)