Sahabat VOA-Islam...
Di tengah kebahagiaan kaum muslim yang sebentar lagi akan menyambut hari Raya Idul fitri 1437 H, kabar terkait berbagai masalah bangsa tetap saja menyapa. Salah satunya mengenai bertambahnya utang pemerintah Indonesia. Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementrian Keuangan, pada senin 27 Juni 2016 melaporkan bahwa hingga akhir Mei 2016, utang pemerintah pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Jumlah tersebut naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016, yaitu Rp3.279,28 triliun. Sebagian besar utang pemerintah adalah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).
Saya mengerti rasanya punya utang. Tidak nyaman. Rasanya menjadi orang yang tidak mandiri. Meski berutang memang dibolehkan dalam Islam, tetapi tetap saja lebih bahagia bila tidak punya utang. Namun sepertinya tidak demikian dengan pemerintah. Ada mindset yang selama ini dibangun, yaitu utang adalah baik untuk menambah produktifitas. Dengan utang maka dana yang dimiliki lebih besar untuk mengadakan pembangunan. Cara berfikir yang demikian, menjadi prinsip dalam sistem kapitalis demokrasi sekarang ini. Itu makanya, meski utang sudah menumpuk, pemerintah tak segan untuk menambah utang. Pada awal Juni dikabarkan bahwa pemerintah berencana menarik pinjaman dari Bank Dunia senilai USD400 juta atau setara dengan Rp54,4 triliun (kurs Rp13.500 per USD). Padahal selama ini, utang Indonesia terhadap World Bank sudah cukup besar, bahkan merupakan utang multilateral terbesar yaitu sebesar Rp218,86 triliun.
Sikap tenang menghadapi tumpukan utang ditunjukkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil. Beliau berkata bahwa tidak ada sebuah negara dan sebuah perusahaan bisa berkembang terkecuali bersedia menggunakan utang. Yang terpenting kata beliau, utang digunakan untuk kegiatan produktif, seperti membangun jalan, jembatan, kereta api bandara, pelabuhan dan lain sebagainya. Selama Indonesia berutang, kenyataan berkata lain, utang bukannya memberi sumbangan kemajuan, ia justru memiskinkan. Apa yang dialami negara-negara berkembang seperti Indonesia, utang menjerat penerima utang untuk berbuat sekehendak pemberi utang. Berdirinya berbagai perusahaan asing di Indonesia dan menguasai sumber daya alam di negeri kita tak terlepas dari pengaruh jerat utang dari negara-negara barat.
Lebih dari itu, masalah utang Indonesia bukan sekedar karena jumlahnya yang banyak, akan tetapi utang tersebut mengandung riba. Riba yang diistilahkan dengan bunga, diharamkan oleh Allah Swt. Berfirman Allah Swt,
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al Baqarah: 275).
Bayangkan, riba yang sangat dimurkai Allah Swt menjadi bagian penting bagi aktivitas perekonomian Indonesia. Utang menjadi pembiayaan kedua terbesar setelah pajak, untuk membangun negeri kita. Pantas saja negeri kita banyak masalah, rasanya jauh dari berkah Allah Swt. Kita dijajah asing dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Benarlah firman Allah Swt, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96).
Kita tentu tak ingin kondisi negeri kita terpuruk berkelanjutan. Kita ingin hidup kehidupan kita dalam segala aspek diberkahi Allah Swt. Maka, ubah cara pandang hidup kita. Islamlah satu-satunya cara pandang hidup yang shahih, memiliki aturan yang lengkap untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup kita, termasuk problem ekonomi. Islamlah satu-satunya prinsip hidup yang menyelamatkan kita dunia dan akhirat. Kembalikan pengaturan negeri ini pada syariah Islam dengan institusi Khilafah ‘ala minhajjin nubuwah, insya allah negeri kita akan terbebas dari jerat utang. Wallahu a’lam bishawab. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Eva Arlini, SE
(Tim Media Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Sumut)