Oleh:
Eriga Agustiningsasi, S.KM || Penyuluh Kesehatan; Freelance Writer
“Sedang tidak baik-baik saja”. Begitu kiranya kata-kata yang dapat menggambarkan kondisi negeri kita hari ini. Bagaimana tidak? Angka kasus COVID-19 semakin melonjak tinggi, menjadi trending topik di negeri ini. Betapa ingin rasanya mengelus dada mendengar dan melihat berita kematian demi kematian terjadi akibar virus ini. Hingga saat ini, per 11 Juni 2021, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebesar 2.527.203, Sembuh 2.084.724, Meninggal 66.464 (Covid19.go.id, 11/07/2021).
Dilema, ketika diterapkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dengan berbagai istilah, mulai dari PSBB, PPKM, PPKM Mikro hingga PPKM Darurat yang kini diterapkan di Jawa dan Bali akibat penyebaran virus yang makin tak terkendali. Terjadi ketimpangan ekonomi di beberapa kalangan, terutama para pedagang. Karena tidak semua bisa menerapkan WFH (Work From Home).
Ditambah lagi, angka kasus bukannya turun, justru semakin naik dan korban banyak yang berjatuhan. Tenaga medis lelah dan bertumbangan. Rumah Sakit penuh. Hingga tempat makam pun penuh. Mobil ambulance berjejer rapi sangat panjang di rumah sakit menjadi pandangan yang biasa. Memang, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Meskipun vaksinasi menjadi prioritas saat ini untuk mengendalikan pandemi, tentunya ketaatan kepada protokol kesehatan harus tetap dilakukan. Mengapa? Karena vaksinasi tidak akan efektif jika hanya menjadi solusi yang berdiri sendiri. Maka butuh solusi lain untuk menguatkan. Vaksinasi berfungsi untuk mengurangi gejala yang timbul jika seandainya seeorang terkena COVID-19, namun tetap bisa menularkan ke orang lain jika tidak patuh pada protokol kesehatan (prokes).
Artinya, penularan akan semakin banyak, dan tentu angka kasus terkonfirmasi akan semakin tinggi. Namun dengan adanya vaksinasi, paling tidak, tidak menambah angka kasus terkonfirmasi dengan gejala berat yang harus memerlukan perawatan di Rumah Sakit, seperti yang kini terjadi. Oleh karena itu, ketaatan prokes menjadi hal yang mutlak yang harus dilakukan baik oleh individu, masyarakat dan tataran kebijakan negara.
Ketepatan penanganan pandemi menjadi hal mutlak dilaksanakan. Mulai dari testing, tracing hingga treatment dan taat prokes harus dilakukan. Ketaatan prokes menjadi PR hingga saat ini. Baik dalam level individu, masyarakat hingga tataran negara. Beberapa waktu yang lalu, 20 tenaga kerja asing (TKA) asal Tingkok, China tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan pada Sabtu (3/7/2021) malam.
Kedatangan 20 TKA tersebut pun menuai sorotan lantaran pulau Jawa dan Bali tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) Darurat. Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra mengatakan, peran pemerintah serta peran stakeholder berpengaruh besar terhadap apa yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam lingkungan tersebut. Hermawan mengatakan bahwa diperlukan koordinasi, komunikasi dan konsolidasi antara tokoh lingkungan atau aparatur pemerintah harus ditegakkan di lingkungan. Tujuannya agar masyarakat dalam ruang kecil (mikro) agar berkomitmen dan untuk melaksanakan serta menerapkan aturan PPKM Darurat dari pemerintah pusat guna memutus rantai penyebaran Covid-19 (Liputan6.com, 04/07/2021).
Maka jika kita menginginkan negeri ini bisa kembali normal, maka harus ada sinergi dari semua kalangan untuk menuntaskan pandemi ini bersama sama. Bukan salah satu yang berusaha taat prokes, namun orang asing bisa tetap masuk ke negeri kita. Agar masyarakat juga tumbuh kepercayaan, bahwa semuanya serius menuntaskan pandemi ini. Karena Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Sebenarnya istilah lockdown, tracing, testing, treatment sudah ada di era kejayaan Islam. Dalam Islam, penangangan pandemi dengan memisahkan antara yang sehat dengan yang sakit. Yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa, yang sakit diobati hingga sembuh. Dengan begini penularan bisa dicegah, penyebaran virus bisa terkendali. Tentunya dengan cara pandang meriayah (mengurusi) rakyat karena hal itu adalah sebuah kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Rasulullah Saw. bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Maka jika saat ini vaksinasi digencarkan namun di aspek yang lain longgar kebijakannya maka bukan hal yang tidak mungkin, pandemi ini akan semakin lama terselesaikan. Mau menunggu berapa juta kasus lagi? Mau menunggu berapa ribuan orang lagi yang meninggal? Bukankah ini bukan hanya persoalan angka, melainkan berbicara tentang nyawa manusia.*