Oleh:
Ernadaa Raayidah || Penulis Bela Islam
INDONESIA adalah negeri dengan limpahan kekayaan alam yang dimiliki, terbentang luas pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Memiliki aneka ragam suku, budaya, bahasa iuga kepercayaan dan agama yang menjadi khasanah di mata dunia dan layak untuk diperbincangkan. Tidak kita pungkiri, jika segala potensi ini terkelola dengan baik, akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri.
Sayangnya fakta menunjukkan bahwa perbedaan nyatanya justru menimbulkan konflik, ketimpangan sosial bahkan seringkali dianggap mengancam kerukunan di tengah-tengah masyarakat. Apa sebenarnya yang salah?
Geliat upaya untuk memberikan solusi atas permasalahan yang menimpa negeri patut untuk kita apresiasi sebagai wujud kepedulian akan masa depan bangsa. Banyak pihak yang menilai, bahwa upaya untuk menghilangkan konflik dengan mengaruskan sikap inklusif (keterbukaan). Sayangnya keterbukaan ini justru berubah menjadi peleburan nilai-nilai khususnya dalam kepercayaan dan agama. Agama sebagai pengatur dalam kehidupan, kerap tersandra dengan klaim kebenaran. Posisi agama hanya dipandang sebelah mata sebagai solusi dalam kehidupan.
Semua sepakat bahwa keberagamaan merupakan hal sunnatullah, hal yang alami dalam dimensi kehidupan manusia. Karenanya keberagamaman harus dijaga bersama, namun pertanyaanya bagaimana merawat keberagaman sehingga mampu mendatangkan keberkahan, yang bukan hanya dirasakan individu dan masyarakat, tapi hingga tatanan negara?.
Tentu tidak hanya mengandalkan inklusivisme atau keterbukaan, tidak juga dengan tawaran moderasi yang justru menjadikan agama yang sakral lagi suci, harus tunduk pada budaya yang notabene adalah kesepakatan manusia. Karena, bagaimana mungkin nilai tertinggi harus mengikuti kesepakatan manusia yang selalu relatif dan terbatas.
Islam dan Budaya
Relasi Islam dan budaya sangat jelas patokannya. Islam sebagai agama yang terpancar darinya aturan-aturan, mampu mensolusi segala permaslahan, dengan tanpa merubah kedudukannya sebagai wahyu yang berasal dari zat yang maha sempurna. Dalah Islam, syariah adalah tolak ukur yang bersipat pasti dalam menentukan benar dan salah. Maka, kedudukan budaya sebagai objek yang mengikuti tolak ukur syara'.
Misal, pakaian adat yang merupakan kearifan budaya lokal, seperti songkok, ikat kepala bagi laki-laki, maka boleh diamalkan. Akan tetapi, jika pakaian itu menampakkan aurat, maka tidak boleh digunakan bagi seorang muslim, karena Allah telah merinci aturan batasan aurat baik laki-laki maupun perempuan.
Kenyataanya, kedudukan budaya lokal yang didengungkan dalam kerangka inklusivisme dan moderasi Islam justru sebaliknya, menjadikan agama sebagai objek yang harus menyesuikan dengan budaya. Hal ini tentu akan mengkerdilkan peran Islam sebagai agama, sekaligus upaya mendangkalkan akidah umat karena menganggap kesepakatan manusia lebih tinggi posisinya daripada Islam yang berasal dari Allah. Terlebih di negeri yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan muslim terbesar dunia mampu menjadikan Islam sebagi furqan, yakni pembeda antara hak dan batil, tidak terkecuali dalam menilai sebuah budaya.
Allah Swt. telah menyampaikan bahwa keragaman adalah hal yang sunnatullah, dalam QS Al Hujurat : 13, yang artinya "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Dari ayat diatas jelas bahwa keragaman, sesungguhnya bukanlah masalah. Bahkan keragaman setara di hadapan Allah, yang bertujuan untuk saling mengenal. Di akhir ayat, Allah menegaskan yang paling mulia adalah yang bertakwa, artinya takwa adalah capaian tertinggi untuk meraih kemuliaan sebagai hamba di hadapan pencipta. Ayat ini sekaligus membalikkan logika para pembenci yang menganggap Islam anti terhadap kebhinekaan.
Budaya dalam Kacamata Islam
Budaya atau adat-istiadat atau diistilahkan dalam bahasa Arab sebagai al-‘adat atau al-‘urf adalah produk pemikiran, hanya saja tidak dalam bentuk materi, tetapi non-materi. Karena itu adat atau budaya adalah bagian dari peradaban.
Karenanya sebagai seorang muslim, wajib melakukan seleksi terhadap budaya, apakah sesuai dengan Islam atau justru bertentangan. Karena amal seorang muslim wajib terikat dengan syariah, yang kelak akan dipertanggung jawabkan dihadpan pencipta, Allah Swt. Singkatnya, Islam wajib menjadi standarisasi atas budaya. Budaya yang sesuai dengan Islam boleh untuk diamalkan, sebaliknya yang bertentangan dengan Islam, maka haram dijalankan.
Sejarah telah mencatat, kegemilangan Islam sebagai sebuah peradaban telah menyatukan keragaman dalam prinsip persamaan dan persaudaraan, mengikat dalam kalimat tauhid Laa ilaha illallah. Karena itu, umat Islam harus waspada terhadap setiap upaya menjauhkan umat dari Islam. Berbagai propaganda dan jebakan yang tampak seolah membela Islam atau dengan narasi kemajuan Islam akan tetapi sesungguhnya semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar. Wallahu'alam.*