View Full Version
Ahad, 14 Aug 2022

Karhutla Terjadi Lagi, Tidak Ada Asap Kalau Tidak Ada Api

 

Oleh:

Fita Rahmania, S. Keb., Bd. || Aktivis Fikrul Islam

 

ASAP membumbung tinggi di dataran Pulau Sumatera. Pertanda si jago merah tengah asyik melalap seisi hutan di sana. Benar saja, Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali terjadi, tepatnya di wilayah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, Senin (8/8/2022).

Kali ini, hutan yang terbakar terjadi di Desa Tanjung Medan, Kecamatan Rokan IV Koto, seluas 25 hektar. Kepala Seksi (Kasi) Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rokan Hulu Marundung Tua Simbolon mengatakan, kebakaran hutan terjadi sejak Minggu (7/8/2022) sekitar pukul 14.00 WIB. Titik api terpantau dari Lapan. (Kompas.com, 11/8/2022)

Sebelumnya, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), luas hutan dan lahan terbakar di Provinsi Riau sepanjang Januari hingga Juli 2022 tercatat mencapai 1.060,85 hektare. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu terjadi di seluruh kabupaten dan kota di provinsi tersebut.

Kasus Karhutla di Indonesia seolah tak pernah menemui titik akhir. Sejak akhir tahun 2021 saja, berdasarkan hasil monitoring hotspot oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah ditemukan sejumlah 1.385 titik panas. Adapun Karhutla terluas berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Papua, dan Riau.

Predikat Indonesia sebagai pusat paru-paru dunia sepertinya tak layak disandang lagi. Sebab, hutan Indonesia kini sedang menghadapi ancaman serius. Dikutip dari kbr.id, tim peneliti dari Duke University pada 2019 mengungkapkan bahwa tingkat deforestasi Indonesia masih tinggi sehingga mengundang kekhawatiran global. Salah satu bentuk deforestasi atau penghilangan hutan adalah dengan menebang/ membakar pohon demi pembukaan lahan baru untuk keperluan industri.

Seakan mengamini hal tersebut, laman idntimes.com melansir data Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2019 yang menjelaskan bahwa setiap harinya, terdapat sekitar 50 hektar hutan Indonesia mengalami kerusakan sejak 2007. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang mengalami kerusakan hutan tercepat. (its.ac.id, 11/08/2022)

Permasalahan ini tentu tidak bisa dianggap enteng. Pasalnya, pembukaan lahan secara besar-besaran dapat memunculkan banyak dampak negatif bagi bumi. Mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, peningkatan emisi efek rumah kaca, hingga hilangnya daerah resapan air.

Belum lagi pengaruh negatif pada kondisi sosial di sekitar yang juga ditimbulkan. Misalnya, pembakaran hutan Papua di tangan perusahaan asing membuat kelestarian hutan yang dijaga turun-temurun oleh masyarakat Papua rusak. Terlebih lagi, efek buruk kesehatan yang dapat langsung dirasakan masyarakat sekitar.

Karhutla yang diakibatkan oleh unsur kesengajaan dengan motif apapun harusnya tidak dapat dibenarkan. Apalagi pemerintah ikut andil dalam kepentingan tersebut, sekalipun berkedok menambah pundi-pundi negara.

Seperti diketahui, tahun lalu MA (Mahkamah Agung) telah menolak kasasi jaksa atas kasus karhutla di Kalteng seluas 2.600 hektare. Dengan putusan yang diketok pada 3 November 2021 tersebut, perusahaan sawit inisial KS tetap bebas dari tuntutan ganti rugi kebakaran hutan Rp935 miliar, yang akan digunakan untuk pemulihan serta pengaktifan kembali fungsi lahan dan ekologis.

Sikap pemangku kebijakan yang plin plan dan tidak tegas hanya membuat kerugian pada alam yang dampaknya juga akan dirasakan manusia. Hutan adalah milik umat yang kepemilikannya harus dikembalikan pada umat, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Hutan punya peran penting bagi manusia sebagai paru-paru bumi yang menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia.

Oleh karena itu, hutan harus kita jaga bersama. Dalam Islam hutan adalah milik umat sehingga tidak boleh dimiliki dan dikuasai perorangan atau swasta. Semua orang boleh memanfaatkan hutan tapi harus tetap menjaganya. Aktifitas merusak hutan atau lahan milik umat dengan cara membakar secara besar-besaran harus dihentikan dan mendapatkan hukuman berat agar memberi efek bagi siapa saja yang merusak hutan. Dan yang terpenting, pemerintah harus punya keberanian untuk mengambil alih hak kepemilikan hutan yang terlanjur diberikan pada swasta dikembalikan pada umat.*


latestnews

View Full Version