View Full Version
Sabtu, 12 Nov 2022

Medanku Banjir, Yuk Kita Berfikir!

 

Oleh: Lisa Herlina

 

Setiap pergantian pemimpin, penuntasan banjir di Medan menjadi wacana yang terus digaungkan. Saat ini banjir  menjadi bencana yang menghantui Kota Medan. Dalam beberapa waktu terakhir, eskalasi banjir di Kota Medan terus mengalami peningkatan.

Di pesisir kota Medan tepatnya kecamatan Medan Belawan, rumah-rumah warga digenangi banjir. Kelurahan Bagan Deli, ketinggian air sampai 1 meter. Dan akses jalan menuju ke pelabuhan Belawan juga digenangi banjir. (SindoNews, 25/10/2022)

Kemudian warga Tanjung Pura dan kecamatan Besitang juga merasakan dampak banjir setinggi mencapai 50 cm. Curah hujan yang sangat tinggi juga tidak dapat mengalirnya aliran sungai Batang Serangan sehingga pintu air tidak dapat dibuka (Antara Sumut, 02/22/2022).

Sementara itu banjir juga merendam Langkat dan Aceh. Arus transportasi darat melalui Jalinsum (Jalan Lintas Sumatera) tujuan Aceh maupun sebaliknya belum bisa dilalui sampai Sabtu kemarin, 5/11/2022. Kondisi terakhir dilaporkan 70% Jalinsum di Aceh Tamiang maupun jalan provinsi di kawasan dataran rendah, ketinggian air mencapai 1-2,5 meter. Akibatnya, aktivitas kendaraan di kabupaten yang berbatasan dengan kabupaten Langkat lumpuh (Medanbisnisdaily).

Selayang Pandang Penyebab Banjir

Medan, adalah kota yang dilintasi oleh lima DAS (Daerah Aliran Sungai) di Sumatra Utara. Antara Lain, DAS Asam Kumbang, Belawan, Batangkuis, Deli dan Percut.

Peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU), Onrizal mengatakan, salah satu penyebab banjir adalah hilangnya daya dukung pada (DAS) yang ada di Kota Medan.

Tata kelola DAS menjadi hal penting untuk memitigasi bencana. “Jika salah kelola, bukan manfaat yang akan kita dapatkan, melainkan bencana. Oleh karena itu bagaimana kolaborasi yang diinginkan, mengoptimalkan DAS itu,” kata Onrizal dalam dialog Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumut bertema ‘Menjaga kelestarian kawasan DAS di Sumatra Utara’ di Kota Medan, Kamis (20/10/2022) lalu.

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara juga menemukan pencemaran mikroplastik pada Sungai Deli, Medan. Ini menunjukkan bahwa kondisi hutan pada DAS yang melintasi kota Medan mengalami kerusakan signifikan. Tutupan hutan pada DAS hilang hingga 80 persen. Bahkan ada sungai-sungai di Kota Medan tutupan hutannya malah nihil.

Kondisi ini juga diperparah dengan faktor lainnya. Berbagai kegiatan pembangunan dan kebijakan telah merubah fungsi kawasan DAS. Kemudian penyempitan badan sungai yang membuat daya tampung terhadap jumlah air yang masuk menjadi berkurang. Ditambah lagi pembuangan limbah rumah tangga dan industri ke sungai.

Padahal 22 Desember 2019 silam, bapak Gubernur Edy Rahmayadi telah membuat deklarasi Medan Bebas Banjir 2022 di lapangan Merdeka  bersama PLT Walikota Medan Ir. Akhyar Nasution. 

Upaya tambal sulam yang ditawarkan sistem berbasiskan liberalisme sekulerisme saat ini menunjukkan bahwa konsep pemerintah setempat tidak mampu dalam menyelesaikan akar masalah penyebab banjir. Sebab tolak ukur pemegang kebijakan adalah untung rugi. Bukan pada kemaslahatan org banyak disamping juga pelestarian lingkungan hidup. Salah satu akibatnya masyarakat tidak menyadari betapa bahaya akibat bila membuang limbah sampah ke sungai, jika pun ada tempat membuang perlu mengeluarkan biaya di masing-masing rumah, ungkap salah seorang warga di Medan Amplas. Mereka pun memilih jalan pintas dalam membuang sampahnya termasuk ke sungai terdekat.

Cara Islam Menangani Banjir

Khilafah (sistem pemerintahan Islam) tidak akan berfikir berulang kali untuk merealisasikan tindakan mitigasi. Sistem keuangan negara yang berbasis Baitul Mal menjadikan negara memiliki keuangan yang kuat dan stabil. Sehingga siap untuk menangani bencana.

Beberapa poin yang dilakukan khilafah dalam menangani banjir adalah:

Pertama, jika banjir disebabkan daya tampung tanah. Khilafah akan membangun bendungan yang mampu menampung curahan air. Bukti bendungan yang masih kokoh yang dibangun pada masa kekhilafahan dengan bermacam type, bisa kita lihat sampai sekarang salah satunya bendungan Shadravan, Kanal Satuan, Bendungan Jareh, Kanal Farhat, Bendungan Mizan yang berada di provinsi Khuzestan, Iran Selatan. Sementara di Spanyol ada juga bendungan yang kehebatan konstruksinya bertahan hingga sekarang berada di sungai Turia.

Kedua, Khilafah memetakan daerah dataran rendah yang rawan terkena genangan air. Membuat kebijakan agar masyarakat dilarang membangun pemukiman di wilayah tersebut. Jika cukup dana, khilafah akan membangun kanal baru atau resapan. Jika sebab tertentu terjadi penurunan tanah yang mengakibatkan terkena genangan air dan banjir, khilafah sebisa mungkin menangani genangan itu.  Jika tak memungkinkan, khilafah akan mengevakuasi penduduk disana untuk dipindahkan ke daerah lain dengan memberikan ganti rugi. Maa Syaa Allah.

Ketiga, secara berkala khilafah akan mengeruk lumpur-lumpur di sungai atau daerah lain agar tidak terjadi pendangkalan.

Keempat, memberi sangsi bagi siapa pun yang mengotori sungai.

Kelima, Khilafah membangun sumur resapan baru di kawasan tertentu.

Keenam, Khilafah memiliki badan khusus sigap bencana yaitu biro At-Tharawi.

Demikianlah kehebatan sistem khilafah yang tidak bisa dilakukan oleh sistem saat ini. Maka sudah sepantasnya kita mencontohnya. Juga aqidah warganya yang terjaga ketika menyadari bahwa kehidupan ini adalah semata-mata beribadah kepada Allah. Melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, termasuk meninggalkan perkara maksiat ataupun yang berujung pada kerusakan lingkungan dan hajat hidup orang banyak. Sebab tak lain bencana itu timbul karena ulah tangan manusia.

Kita diingatkan pada Kalamullah Surah Ar-Ruum ayat 41 : Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). Wallahu a'lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version