Oleh: Nurhayati, S.S.T.
Kini kasus kemacetan bukan lagi menjadi hal yang lumrah di jantung ibu kota negara, Jakarta namun kemacetan sudah hampir menjadi kebiasaan dikota manapun di Indonesia. Namun apa jadinya jika orang yang terjebak macet memakan waktu hingga 22 jam dengan panjang kemacetan 15 Km. Ini terjadi di Jambi mulai tanggal 28 Februari hingga 1 Maret lalu, terlihat dalam tangkapan kamera kemacetan terjadi oleh ribuan mobil truk yang memadati jalan Nasional Jambi.
Jalan yang harusnya memudahkan akses transportasi justru jalan ini dijadikan sebagai jalan yang digunakan oleh supir-supir truk pengangkut batu bara. Lebih parahnya jalan ini juga dalam keadaan banyak lubang. Sedang pemerintah dan pejabat terkait yang harusnya bertanggung jawab saat ini saling lempar kesalahan.
Seperti yang disampaikan oleh Gubernur Jambi saat permohonan maafnya ke masyarakat Jambi namun ia juga mengatakannya bahwa izin batubara bukan Gubenur yang mengeluarkan, termasuk jalan nasional tidak ada kewenangan menutup jalan tersebut (okejambi.pikiran-rakyat.com, 1/3/2023)
Dari kemacetan ini juga menyebabkan kerugian materiil besar seperti yang dipaparkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengungkapkan, kerugian pengusaha truk mencapai belasan miliar (Cnbcindonesia.com, 3/3/2023).
Kemacetan Jambi dan Buruknya Tata Kelola Para Pejabat dalam Sistem Sekuler
Birokrasi dalam sistem hari ini ditengah peliknya permasalahan terkait tata kelola pelaksanaanya memperlihatkan kepada kita bahwa dalam mengatur urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak mereka tidak mampu. Hal ini terlihat dari aksi lepas tangannya pejabat dan memberikan kewenangan penggunan dan pembangunan jalan Nasional jambi ke lintas Kementerian hingga ke unit terkecil yaitu pemerintah daerah (Gubernur).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Irjen Pol Hendro Sugiatno mengatakan, masalah angkutan batu bara bukan berada di wilayah kewenangannya, melainkan ada di Kementerian atau Lembaga lain. Masalah perizinan penggunaan jalan nasional kewenangan ada di PUPR. Dalam aturan, hasil tambang minerba/ batu bara wajib menggunakan jalan khusus, aturan itu ada di Kementerian ESDM dan Gubernur (Cnbcindonesia.com, 3/3/2023).
Penggunaan jalan Nasional yang didominasi adalah truk pengankut batu bara harusnya menjadi perhatian oleh seluruh elemen pemerintahan sebab pembangunan jalan adalah sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Bagaimana kita lihat bahwa truk yang mengangkut logistik dan bahan makanan harus terlambat dalam distribusi dikarenakan macet. Padahal jalan adalah fasilitas umum yang seharusnya dapat dinikmati masyarakat dengan mudah dan nyaman. Pembagian jalan menurut penanggung jawabnya ikut berpengaruh terhadap keadaan jalan yang berdampak kepada manusia.
Fenomena macet Jambi harus ditangani segera sebab jika dibiarkan maka ini akan menganggu kondisi perekonomia masyarakatnya dan imbasnya juga adalah lingkungan. Jalanan umum tidak boleh digunakan untuk segelintir pengusaha batu bara saja, mereka harus memiliki peruntukkan jalan sendiri agar tidak menganggu stabilitas transportasi umum lainnya.
Paling penting adalah penguasa tidak hanya hitung-hitungan terhadap pembangunan fasilitas publik terlebih anggaran yang ada justru dialokasikan pada pembangunan jalan di IKN. Sebab sejak dulu pembangunan IKN sudah banyak mendapat banyak kritik dari berbagai pakar mulai dari pemborosan anggaran sampai dampak lingkungan jika mega proyek IKN ini tetap dijalankan. Sungguh terlalu!
Pandangan Islam Terhadap Fasilitas Publik
Dalam Islam jalan adalah salah satu kepemilikan umum, yang berarti bisa digunakan oleh setiap rakyat tanpa kecuali dengan tidak mengganggu aktivitas maasyarakat. Jalan yang layak dilalui dan memberikan kelancaran kepada urusan rakyatnya adalah tanggung jawab utama penguasa.
Penguasa dalam Islam dalam menjalankan tugasnya adalah bukan berdasarkan ambisi dan target yang berbasis materi semata. Penguasa seperti ini menjalankan amanah kepemimpinan berdasarkan keimanan kepada Alla aza wa jjala. Potret seperti ini didapatkan ketika pemimpinnya bukan hanya beragama Islam tapi memahami akan hukum-hukum Islam dan menjalankan hukum syara’ sebagai bentuk keterikatannya sebagai hamba Allah dimuka bumi ini (khalifatul ardhi).
Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka".
Kemacetan di Jambi memperlihatkan kepada kita buruknya ketika sistem kehidupan tidak diatur dengan hukum Allah maka yang dihasilkan adalah keburukan dan ketidaknyaman. Belum lagi tidak ada pihak yang mau dipertanggungjawaban, saling lempar kesalahan yang dilakukan oleh penguasa adalah bukti nyata mereka tidak mampu mengurus urusan rakyatnya. Wallahu ‘alam bishowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google