Oleh: Sunarti
“Hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.” Artinya, seseorang yang jatuh ke dalam kesalahan yang sama. Peribahasa ini cocok disematkan pada kondisi yang terjadi saat ini. Pasalnya, problematika kehidupan setiap hari bukan semakin mereda, tapi semakin lama semakin menjadi. Bukan tanpa ada solusi untuk menyelesaikannya, namun solusi selama ini juga tidak membawa keberhasilan. Alih-alih problematika kian berkurang, justru kian bertambah angkanya.
Sebut saja kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini. Tidak hanya dialami oleh orang dewasa, namun juga anak-anak SD, bahkan mahasiswa yang konon mereka adalah kaum intelektual. Mereka mengambil keputusan singkat di tengah persoalan yang mereka hadapi tanpa tahu perbuatan mereka dilaknat oleh Sang Pencipta.
Kasus bunuh diri mahasiswa pada pertengahan bulan Oktober ini telah mencapai empat kasus. Dikutip dari Tempo.co, dalam bulan Oktober telah terjadi empat kasus mahasiswa yang diduga bunuh diri. Kasus terakhir terjadi pada mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro pada Rabu Malam, 11 Oktober 2023. Korban berinisial EB ini masih berusia 24 tahun dan dia ditemukan tewas di kamar kosnya di daerah Tembalang, Semarang.
Kasus serupa terjadi sehari sebelumnya yaitu mahasiswi Universitas Negeri Semarang yang juga ditemukan dalam keadaan tewas di area pintu keluar Mall Paragon, Semarang. Korban berinisial NJW ini juga diduga bunuh diri dengan jatuh dari lantai empat area parkir (Tempo.co).
Korelasi antara Tingginya Kasus Bunuh Diri dan Kesehatan Mental
Padahal beberapa hari lalu baru saja diperingati hari Kesehatan Mental Sedunia dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai masalah kesehatan mental di seluruh dunia.
Tema yang diusung tahun ini adalah ‘Mental Health is a Universal Human Right’. Tema ini dipilih untuk menekankan bahwa kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang harus diakui dan dihormati.
Melansir laman resmi WHO, tema ini juga diusung untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan mendorong tindakan yang mendukung dan melindungi kesehatan mental setiap orang sebagai hak asasi manusia universal. Sedangkan secara nasional mengusung tema “Sehat Jiwa bagi Semua Orang."
Kesehatan mental telah menjadi isu penting bagi masyarakat dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Pasalnya, tidak sedikit masyarakat dari berbagai kalangan usia yang didiagnosis menderita sejumlah jenis gangguan mental. Pada sebagian besar orang, gangguan mental ini bisa membuat orang memilih jalan pintas berupa bunuh diri sebagai cara mereka melepaskan dari beban yang dirasakan.
Dalam laman Halodoc.com disebut jika ada beragam faktor yang bisa memicu keinginan bunuh diri muncul, mulai dari masalah ekonomi, sosial, hingga riwayat gangguan mental. Tak dapat dimungkiri, gangguan jiwa atau masalah kesehatan mental nyatanya berkaitan dan bisa meningkatkan keinginan seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Disebutkan pula pada laman yang sama bahwa sebagian besar kasus bunuh diri seringnya terjadi karena gangguan jiwa seperti stres yang berujung depresi, gangguan bipolar, PTSD, skizofrenia, hingga gangguan kepribadian ambang batas alias borderline personality disorder.
Dari semua jenis masalah mental yang ada, depresi disebut sebagai penyebab tersering muncul keinginan bunuh diri. Bahkan, orang dengan depresi berat cenderung nekat dan berakhir dengan melakukan aksi bunuh diri.
Pengaruh Penerapan Sistem Sebuah Negara
Aturan yang berlaku dalam sebuah negara sangat besar pengaruhnya terhadap warganya. Mau tidak mau, warga negara akan terbawa arus untuk mengikuti apa yang ditetapkan oleh penguasanya. Fenomena yang terjadi saat ini adalah bukti nyata Kapitalisme-sekularisme yang dianut negeri ini telah membawa penghuninya mengalami banyak persoalan. Sebab sistem tersebut menjauhkan manusia dari Tuhannya dan mengukur kebahagiaan dengan banyaknya materi. Ditambah dengan asas manfaat sebagai patokan.
Jauhnya manusia dari Tuhannya bisa menyebabkan kekosongan ruh dalam diri seseorang. Meski secara perwujudannya Tuhan dihadirkan saat manusia beribadah, namun di saat-saat yang lain, Tuhan hanya sebagai simbol saja. Terlebih, aturan Tuhan tidak pernah disentuh dalam kehidupan sehari-hari oleh individu, kelompok maupun negara.
Wajar jika muncul banyak persoalan yang tidak kunjung berhenti. Sementara manusia sedang lemah secara iman, karena kehadiran Tuhan (Allah) hanya menyertai saat ibadah saja.
Patokan benar dan salah tidak lagi bisa dipikirkan secara jernih. Sehingga banyak orang memilih jalan pintas sebagai solusinya. Sungguh ini solusi yang salah besar.
Berikutnya, masyarakat dibuat fokus pada urusan materi dan hidup tanpa ada tameng yang kuat dari agama maupun negara. Justru fasilitas yang disediakan negara berupa kehidupan ribawi, kebebasan dan kecenderungan bertahan hidup telah membuat manusia menerapkan hukum rimba, siapa yang kuat, dia yang menang. Tak ayal jika persaingan ketat memperoleh harta, prestis makin menggila. Lepas dari mereka menempuhnya dengan jalan yang haram. Semua ditabrak tanpa aturan yang tegas.
Negara tak lagi memiliki kekuatan hukum yang tegas. Alih-alih memikirkan persoalan rakyat, negara malah tersibukkan dengan urusan individu-individu yang menjabat di sistemnya.
Sistem Islam Pemberi Solusi
Islam mendudukkan iman dalam diri individu sebagai sebuah ketaatan mutlak kepada Allah SWT. Standar kebahagiaan diukur dari keridhaan Allah semata, bukan banyaknya harta layaknya sistem sekuler. Demikian pula standar perebutan didudukkan pada halal-haram, bukan pada kebebasan ala kapitalis.
Dengan semua ini, manusia tak terbawa arus untuk mengikuti hingga tergila-gila pada urusan dunia. Kehidupan dunia yang dijalani semata sebagai wasilah dalam ketaatan kepada Rabbnya.
Islam mendudukkan imans dalam diri individu sebagai sebuah ketaatan mutlak kepada Allah SWT. Standar kebahagiaan diukur dari keridhaan Allah semata, bukan banyaknya harta layaknya sistem sekuler. Demikian pula standar perebutan didudukkan pada halal-haram, bukan pada kebebasan ala kapitalis.
Dengan semua ini, manusia tak terbawa arus dan tergila-gila pada urusan dunia. Kehidupan dunia yang dijalani, semata sebagai wasilah dalam ketaatan kepada Rabbnya. Bukan sebagai standar kebahagiaan.
Masyarakat yang memiliki peran sebagai pengontrol dalam ketaatan juga sangat penting perannya. Ketika ada sesuatu yang melanggar hukum syara', masyarakat yang akan memberikan peringatan. Standar ketaatan pada masyarakat juga sama, yaitu taat kepada Allah SWT.
Yang lebih penting lagi adalah peran negara. Sebagai perisai dari individu dan masyarakat, negara sangat memperhatikan kebutuhan pokok maupun kebutuhan tersier warganya.
Negara juga memberikan fasilitas yang terbaik untuk kesehatan fisik dan mental bagi seluruh warga negara tanpa membedakan apakah dia muslim maupun non muslim. Adalah hak yang sama memberikan fasilitas kesehatan yang memadai.
Edukasi keimanan terus menerus dipupuk dan dijaga oleh negara. Hal-hal yang menyebabkan keresahan masyarakat akan segera diselesaikan. Negara akan menjaga stabilitas kehidupan masyarakat agar ketentraman bisa terjaga, serta masyarakat bisa fokus pada ibadahnya. Urusan ekonomi dan lainnya, negara menjadi pelayan untuk rakyat.
Demikian perbandingan antara sistem sekular-liberal. Peran penting aturan sangat berpengaruh terhadap kehidupannya rakyat yang ada di dalamnya. Termasuk kesehatan mental warga negara juga dipengaruhi oleh sistem yang berlaku. Islam jika diterapkan akan sesuai dengan fitrahnya manusia. Dan perlindungan terkuat terhadap kesehatan mental adalah riayah dan penerapan sistem oleh negara. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google