JAKARTA (voa-islam.com)—Akhir-akhir banyak pihak yang menggulirkan program perjalanan haji dan umrah kepada masyarakat dengan cara mengutang. Salah satunya adalah dilakukan lembaga keuangan syariah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Yusnar Yusuf menyoroti persoalan ini.
Kiai Yusnar mengatakan haji dan umrah merupakan ibadah yang dilakukan umat Islam yang memiliki kesanggupan, termasuk aspek finansial.
"Islam tidak menganjurkan untuk berhutang kecuali dalam keadaan terpaksa. Berbalik 180 derajat, kini malah perbankan syariah yang didasari pembentukannya dengan syariah Islam malah melakukan promosi besar-besaran untuk mengajak umat Islam berutang," kata Yusnar seperti dikutip Antara, Ahad (28/2/2016).
Ruh perbankan syariah dilandasi dengan terbitnya UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah dinilai menjadi pemicu tinggginya daftar tunggu umrah dan haji.
"Tak heran jika daftar tunggu haji semakin panjang akibat pembiayaan utang ini, rata-rata 19 tahun. Diperkirakan, pertumbuhan daftar tunggu itu akan terus meningkat," kata dia.
Utang, menurut Yusnar bisa menjadi penyebab perceraian. Dari dua juta pasangan yang diteliti Kementerian Agama, 74.599 di antaranya memutuskan untuk bercerai karena himpitan ekonomi. Selain itu kemungkinan puluhan ribu jemaah umrah tertipu dan terlantar akibat umrah biaya murah ditenggarai adanya peran utang.
"Perbankan syariah lebih banyak mengandalkan produk pembiayaan. Parahnya pembiayaan banyak untuk umrah dan haji. Ini tidak benar dan menjadi bank yang tidak mandiri. Market share hanya kisaran 4,5 persen. Apalagi dana setoran haji disetor disana. Bisa saja mereka manfaatkan buat memutar dana tersebut ke sektor pembiayaan umrah dan haji," kata Yusnar.
Jika bank syariah mempromosikan utang maka menurut Yusnar tak ada bedanya dengan bank konvesional.
"Nabi tidak pernah menganjurkan umatnya untuk berutang, kecuali dalam keadaan terpaksa. Sama ketika Nabi Saw berhutang pada wanita Yahudi untuk memperoleh makanan, Nabi memberikan baju perangnya sebagai jaminan bahwa beliau akan membayarnya, ingat itu," tegas Yusnar.
"Nabi tidak pernah menganjurkan umatnya untuk berutang, kecuali dalam keadaan terpaksa. Sama ketika Nabi Saw berhutang pada wanita Yahudi untuk memperoleh makanan, Nabi memberikan baju perangnya sebagai jaminan bahwa beliau akan membayarnya, ingat itu."
Jika keadaan tersebut terus berlangsung, Yusnar mengancam akan membuat surat resmi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali soal tersebut.
"Jika tidak ada juga reaksi maka kami akan mengajukan naskah akademik kepada DPR RI untuk merivisi UU 21/2008. Naskah akademik revisi UU 21/2008 itu sedang kami proses. Jangan manfaatkan ibadah untuk keuntungan apalagi mengajarkan umat Islam untuk berutang soal ibadah, ini akan menjadi budaya buruk nantinya ke depan," tegas Yusnar.* [Syaf/voa-islam.com]