View Full Version
Kamis, 05 Sep 2019

Menghentikan Bola Salju HIV, Mungkinkah?

 

Oleh: Arin RM, S.Si

Tren Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menggelindingsembari semakin membesar layaknya bola salju. Banyak faktor pemicunya, namun menurut Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kabupaten Blitar, Krista Yekti, penyebab tingginya jumlah pengidap ini diakibatkan faktor orientasi seksual.

Para pengidap ini biasanya menyukai perilaku seks tidak wajar seperti bergonta-ganti pasangan dan perilaku menyimpang lain, seperti homoseksual (faktualnews.co, 09/07/2019). Terbaru, sebanyak 175 pelajar pria di Tulungagung, Jawa Timur diduga pernah melakukan hubungan sesama jenis yang disebut sebagai lelaki seks dengan lelaki (LSL). Dari jumlah tersebut, 21 pelajar di antaranya positif tertular penyakit HIV (inwes.id, 31/07/2019). Di kota ini pula, mulai tahun 2006 tercatat sebanyak 2.449 jumlah penderita HIV/AIDS dan sekitar 500 di antaranya meninggal (mayangkaranews.com, 29/08/2019).

Mendudukkan Permasalahan

Dari paragraf di atas, diketahui bahwa HIV-AIDS di negeri ini menyebar karena adanya penyimpangan perilaku. Hal ini diperkuat juga oleh dr. Faizatul Rasyidah (helpsharia.com, 25/11/2019), yang menuliskan bahwa infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan di kalangan gay San Fransisco, tahun 1978. Dan pada tahun 1981, kasus AIDS yang pertama ditemukan di kalangan gay ini. Selanjutnya, budaya seks bebas menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC Desember 2002 dan hal ini semakin jelas terlihat dari pola penularan HIV/AIDS ke seluruh dunia.

Pola pertama, ditemukan pada kalangan homoseksual, biseksual, dan pencandu obat bius. Ini terjadi di Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand dan sebagian Amerika. Hingga akhir tahun 2005 di Amerika Serikat, transmisi melalui kontak seksual tetap menempati urutan teratas (72%). Pola kedua, ditemukan di kalangan heteroseksual dan ini terjadi di Afrika Tengah, Afrika Selatan, Afrika Timur, dan beberapa daerah Karibia. Kasus AIDS pada daerah ini sejalan dengan adanya perubahan sosial dan maraknya industri prostitusi. Sementara pola ketiga ditemukan di Eropa Timur, daerah Mediteranian Selatan, dan Asia Pasifik. Di sini penularan terjadi melalui kontak homoseksual dan heteroseks.

Seks bebas sebagai sumber penularan pertama dan utama HV/AIDS, juga terbukti di Indonesia. Kasus AIDS pertama ditemukan di Denpasar, Bali yang merupakan surga bagi penikmat seks bebas. Penyakit ini ditemukan pada seorang turis Belanda dengan kecenderungan homoseksual yang kemudian meninggal April 1987. Orang Indonesia pertama yang meninggal dalam kondisi AIDS juga dilaporkan di Bali, Juni 1988. Selanjutnya, Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan epidemi HIV/AIDS terkonsentrasi pada kelompok perilaku seks bebas.

Mengentikan Bola Salju HIV

Langkah menghentikan bola salju HIV adalah dengan melakukan penanganan tepat, sesuai akar masalah utamanya. Dengan diketahuinya seks bebas sebagai pintu utama penyebaran HIV, maka dapat dirunut juga akar masalah bagi problem tersebut di ranah individu, masyarakat, hingga negara. Pada ranah individu, seks bebas bisa menyebarluas lantaran kualitas keimanan yang tidak kokoh sehingga mudah tergiur tipuan kebahagiaan duniawi. Pada ranah masyarakat nampak dari tatanan kehidupan yang sekuleristik-materialistik, gaya hidup hedonis, serta rendahnya kepedulian sesama dalam konteks melaksanakan amar makruf nahi munkar. Dan pada ranah negara nampak pada tidak diberlakukannya kebijakan yang menjamin aman dan baiknya pergaulan laki-laki dan perempuan, belum tuntasnya problem kemiskinan sehingga ladang usaha berbahaya bagi kesehatan tetap dilakukan, serta belum diberlakukannya sanksi menjerakan pelaku kemaksiatan.

Apabila diringkas, semua itu dikarenakan tidak dipakainya aturan Allah ketika membuat aturan hidup. Sehingga pengabaian prosedur operasional dariNya menjadikan kesalahan praktik yang memantik kerusakan di berbagai sisi (Arruum: 41). Dan inilah yang lazim dilabeli sekular, menjadikan aturan Allah hanya di kotak ritual, sedangkan di selainnya dipasrahkan total pada manusia. Oleh karena itu paradigma berfikir untuk menyusun strategi penanggulangan haruslah fokus pada upaya mematikan akar masalahnya dan mata rantai penularannya.

Adapun langkah dapat dilakukan antara lain: pertama, mencegah kemunculan perilaku beresiko/penyimpangan perilaku sejak dini agar terlahir generasi baru yang bebas dari seks bebas dan narkoba. Upayanya adalah dengan mewujudkan keshalihan personal dan komunal masyarakat melalui edukasi, pemberlakuan aturan pergaulan yang benar, hingga pemberlakuan sanksi bagi yang melanggar. Kedua, membuat berhenti pelaku penyimpangan perilaku. Secara teknis dapat dilakukan dengan edukasi yang bersifat seruan, mewujudkan dukungan sistem untuk bisa berhenti seperti memastikan terpenuhi kebutuhan hidup, hingga ‘pemaksaan’ berupa sanksi tegas bagi yang tidak mau berhenti.  

Ketiga, bagi yang terbukti terinfeksi harus ditangani dengan ‘tepat’ termasuk dengan karantina yang sehat. Tanpa terjebak argumentasi bahwa karantina adalah perampasan hak. Sebab, jika berbicara hak, orang sehat yang jumlahnya lebih banyak dari penderita juga sama-sama memiliki hak tidak tertular. Untuk kepentingan pencegahan tiga langkah di atas, maka perlu melibatkan kerjasama yang apik dari sistem pendidikan, ekonomi, hukum, birokrasi, dan sosial budaya.

Semua elemen tersebut harus digerakkan melalui kebijakan politik agar memahami hakikat pergaulan bebas dan berkemauan kuat meninggalkannya. Semuanya mungkin jika serempak dilaksanakan dan didukung penuh dari ranah individu serta masyarakat. Dan keberadaan ketaqwaan di semua ranah adalah faktor penting yang membuat seseorang atau bahkan negara meninggalkan kemaksiyatan yang dilarang Allah, sehingga memang tidak bisa sekular dalam menyelesaikan kasus seperti ini. Artinya bola salju HIV harus dihentikan dengan menutup semua pintu pergaulan bebas dengan melibatkan konsep ilahiyah.

Dalam ajaran Islam secara ringkas diwujudkan dengan pemberlakuan sistem pergaulan Islam di sisi preventif dan sistem sanksi Islam di sisi kuratif. Juga diberlakukan sistem ekonomi Islam agar kebutuhan setiap individu terjamin merata, sehingga tidak ada alasan bermaksiyat lantaran himpitan ekonomi. Sehingga pada akhirnya, memang dibutuhkan penerapan sistem Islam sebagai penghenti gelindingan salju HIV secara total. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version