View Full Version
Rabu, 13 Jul 2022

Amalan-Amalan Pada Hari-Hari Tasyriq

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA*

Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari setelah hari Nahr (hari ke sepuluh Dzulhiijjah) yaitu hari ke sebelas, kedua belas, dan ketiga belas dari bulan Dzulhijjah.

Dinamakan dengan demikian, karena orang-orang menjemur daging-daging hewan kurban dan hadyu (sembelihan hewan yang diwajib atas orang yang berhaji tamattu' dan qiran) pada hari-hari itu. Menjemurnya di bawah terik matahari agar daging tersebut kering. (Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 3/546).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Hari tasyriq adalah tiga hari setelah Idul Adha (yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Disebut tasyriq karena tasyriq itu berarti mendendeng atau menjemur daging qurban di terik matahari." (Syarh Shahih Muslim: 8/18).

Hari-hari Tasyriq memiliki keutamaan yaitu hari-hari yang agung di sisi Allah ta'ala sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Abdullah bin Qarth, bahwa Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari Qarr." (HR. Ahmad).

Hari qarr adalah hari pertama dari hari-hari Tasyriq yaitu hari kesebelas dari bulan Dzulhijjah. Hari kedua Tasyriq dinamakan hari Nafr Awwal yaitu hari pertengahannya. Dan ketiganya dinamakan hari Nafr Tsani yaitu hari terakhirnya. (Lathaif Al-Ma'arif: 373).

Oleh karena keutamaan ini, maka disyariatkan melakukan amalan tertentu hari-hari ini, mulai hari terbit fajar pada hari kesebelas Dzulhijjah sampai terbenam matahari pada hari ketiga belas Dzulhijjah.

Di antara amalan-amalan yang disyariatkan (dianjurkan) pada hari-hari Tasyriq yaitu:

Pertama; Berkurban. Kurban adalah menyembelih hewan ternak berupa kambing untuk satu orang, dan lembu atau unta untuk tujuh orang, dengan tujuan untuk untuk mendekatkan diri kepada Allah ta'ala.

Kurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, yakni ketika beliau melaksanakan perintah Allah ta'ala untuk menyembelih putranya Ismail yang masih kecil, lalu Allah ta'ala menggantikannya dengan sembelihan yang agung berupa seekor domba pada saat ia hendak menyembelihnya. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur'an dalam surat Ash-Shaffat ayat 102-107.

Sunnah Nabi Ibrahim ini dilanjutkan oleh Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam sehingga ibadah kurban ini menjadi syariat dan syiar Islam yang terus diamalkan sampai hari Kiamat.

Allah ta'ala dan Rasul-Nya shallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berkurban. Allah ta'ala firman-Nya: "Maka shalatlah karena Rabb-mu dan berkurbanlah." (Al-Kautsar: 2).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallahu 'alaihi bersabda, "Barangsiapa memiliki keluasan (rizki) namun ia tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan Al-Hakim)

Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan menyembelih dua ekor domba yang bagus lagi bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau pada lambung keduanya“. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Kami pernah berkurban seekor unta di Hudaibiyah bersama Nabi shallahu 'alaihi wa sallam untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang pula. (HR. Muslim).

Kurban itu disyariatkan pada hari Nahr yaitu hari kesepuluh dari Dzulhijjah yang disebut juga hari raya Idul Adha. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah, ia berkata, "Aku menyaksikan Nabi shallahu 'alaihi wa sallam pada hari kurban bersabda, "Barangsiapa menyembelih kurban sebelum shalat (iedul Adha), hendaklah dia menggantinya dengan yang lain. Sedangkan barangsiapa yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelihnya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Begitu pula kurban disyariatkan pada hari-hati Tasyriq, sebagaimana sabda Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, "Seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan (kurban)." (HR. Ahmad)

*Kedua; * Berzikir kepada Allah ta'ala dengan zikir muqayyad dan zikir muthlaq. Zikir muqayyad adalah zikir yang disyariatkan khusus pada Nahr dan hati-hari tasyriq yaitu takbir setelah shalat-shalat wajib mulai ba'da shalat maghrib sejak terbenamnya matahari pada hari 'Arafah sampai ba'da shalat Ashar pada hari ketiga belas Dzulhijjah, takbir pada saat lempar jamrah selama 3 hari di Mina bagi jama'ah haji, takbir di rumah, pasar,, masjid dan jalanan. Semua zikir ini terikat dengan waktu khusus yaitu hari Nahr dan hari-hari Tasyriq. Maka dinamakan zikir muqayyad.

Zikir muthlaq adalah zikir yang disyariatkan kapan saja setiap waktu dan tidak terikat dengan waktu tertentu yaitu zikir-zikir setelah shalat-shalat wajib, basmallah dan takbir pada waktu menyembelih kurban, basmalah di awal makan dan minum dan tahmid setelahnya, dan zikir-zikir lainnya. Semua zikir ini diisyariatkan setiap waktu dan kapan saja termasuk pada hari-hari tasyriq. Maka dinamakan zikir muthlaq.

Perintah zikir ini berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah ta'ala berfirman, 'Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya." (Al- Baqarah: 203). Para ulama ahli tafsir menafsirkan "hari-hari yang telah ditentukan jumlahnya" adalah hari-hari tasyriq. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, Qatadah, 'Atha' bin Abi Rabah, Mujahid, Al-Hasan, dan kebanyakan para ulama.

Allah ta'ala juga berfirman, "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berdzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kamu, bahkan berdzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa:, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apapun." (Al-Baqarah: 200).

Adapun dari As-Sunnah, hadits yang riwayatkan dari Nubaisyah Al Hudzali, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Hari-hari Mina (hari-hari Tasyriq) adalah hari makan, minum dan zikir kepada Allah.” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Dalam hadits disebutkan, hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk memperbanyak dzikir yaitu takbir dan lainnya.” (Syarh Shahih Muslim: 8/18).

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu pernah mengucapkan, "Allahu akbar, Allahu akbar, Laa Ilaha Ilallah, wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamdu." (Ibnu Abi syaibah dengan sanad shahih)

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma juga pernah mengucapkan, "Allahu akbar Allahu akbar, Allahu akbar, wa lillahil hamd, Allahu akbar wa ajal, Allahu akbar 'ala ma hadana." (HR. Al-Baihaqi dengan sanad shahih)

Dan Imam Ishaq rahimahullah, ia meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan , "Allahu akbar, Allahu akbar, Laa Ilaha Ilallah, wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamdu."

Diriwayatkan oleh Imam Abdur Razzaq rahimahullah, yang di antara jalurnya terdapat pada Al-Baihaqi di dalam kitab As-Sunan Al-Kubra (3/316), dengan sanad shahih dari Salman Al-Khair radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Agungkanlah Allah dengan menyebut, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar kabira."

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah., “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. (Al-Baqarah: 185).

Ketiga; Memperbanyak doa. Kebanyakan para ulama salaf menganjurkan untuk memperbanyak doa pada hari-hari Tasyriq ini.

Imam 'Ikrimah rahimahullah berkata, "Disunnatkan mengatakan pada hari Tasyriq dengan doa, "Ya Tuhan Kami ! Berikanlah kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan jagalah kami dari api neraka." (Lathaif Al-Ma'arif: 374).

Imam Atha" rahimahullah, ia berkata, "Sepatutnya bagi orang yang pulang dari ibadah haji untuk mengatakan ketika pulang kepada keluarganya, "Ya Tuhan Kami ! Berikanlah kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan jagalah kami dari api neraka." (Lathaif Al-Ma'arif: 374).

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, kedua perkataan tersebut diriwayatkan oleh Abdun bin Humaid dalam tafsirnya. Doa ini merupakan doa yang paling lengkap untuk doa kebaikan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak doa darinya. Diriwayatkan bahwa doa ini merupakan doa beliau yang paling sering. Beliau jika berdoa menjadikan bersamanya. Karana doa ini mengunmpulkan kebaikan dunia dan akhirat. Al-Hasan berkata "Kebaikan di dunia adalah illmu dan ibaddah, dan kebaikan di akhirat adalah surga. Sofyan berkata, "Kebaikan di dunia ilmu dan rezki yang baik, dan kebaikan di akhirat adalah surga." (Lathaif Al-Ma'arif: 374).

Imam Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata, "Doa merupakan jenis zikir yang paling utama. Telah diriwayatkan oleh Ziyad Al-Jashshah, dari Abu Kinanah al-Qurasyi, bahwa ia mendengar Abu Musa Al-Asy'ari, ia berkata dalam khutbahnya pada hari Nahr, "Setelah hari Nahr itu terdapat tiga hari yang disebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan (jumlahnya), tidak ditolak doa pada hari-hari tersebut, maka mintalah keinginan kalian kepada Allah." (Lathaif Al-Ma'arif: 374).

Keempat; makan dan minum. Hari-hari tasyriq merupakan hari raya umat Islam bersama hari Nahr di mana hari ini dikhususkan untuk makan dan minum.

Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu "anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Hari 'Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita orang-orang Islam yaitu hari makan dan minum." (HR. Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh At-Tirmizi),

"Hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum dan zikir kepada Allah.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, diharamkan berpuasa pada hari-hari Tasyriq sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi shallahu 'alahi wa sallam mengutus Abdullah bin Huzafah berkeliling di Mina mengatakan, "Janganlah kalian berpuasa pada hari-hari ini, karena hari-hari ini adalah hari makan, minum dan zikir kepada Allah." (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang berpuasa hendaknya ia berbuka, karena hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum." (HR. Ahmad).

Dalam riwayat An-Nasa'i, "Hari-hari makan, minum, dan shalat." Dalam riwayat lainnya, "Sesungguhnya hari-hari Tasyriq itu bukan hari-hari berpuasa." (HR. An-Nasa'i)

Ath-Thabarani dalam kitabnya Al-Awsath meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallahu 'alahi wa sallam mengirim seorang yang berteriak (yang memberi pengumuman), "Janganlah kalian berpuasa pada hari-hari ini. Karena hari-hari ini adalah hari-hari makan, minum dan jima'." (HR. Ath-Thabarani)

Begitu pula diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni sama seperti riwayat At-Thabrani di atas. Imam Rajab rahimahullah berkata, "Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad padanya dhaif, "Hari makan, minum dan jima". " (Lathaif Al-Ma'arif: 372).

Namun, para ulama Asy-Syafi'iyyah membolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyriq jika ada sebab berupa nazar, kafarat atau qadha'. Adapun yang tidak punya sebab, tidak boleh tanpa ada khilafiah di antara para ulama. Mereka menjadikan ini sama seperti shalat pada waktu-waktu yang dilarang padanya. (Fiqhus Sunnah: 1/313).

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Dan sesungguhnya dilarang berpuasa pada hari-hari Tasyriq karena hari-hari itu adalah hari raya umat Islam bersama dengan hari Nahr, maka tidak boleh berpuasa di Mina dan selain Mina menurut Jumhur ulama, berbeda pendapat 'Atha" dalam perkataannya, "Sesungguhnya larangan itu dikhususkan bagi orang-orang yang berhaji di Mina. Dan sesungguhnya dilarang berpuasa sunnat pada hari-hari ini baik bersesuaian dengan kebiasaan atau tidak.

Adapun berpuasa pada hari-hari itu berupa puasa qadha' fardhu atau nazar atau berpuasa pada hari-hari itu di Mina bagi orang yang berhaji Tamattu' jika tidak mampu menyembelih hewan, maka dalam masalah puasa ini ada perbedaan pendapat ulama yang masyhur. Tidak ada perbedaan hari dari hari-harinya menurut pendapat kebanyakan para ulama kecuali menurut pendapat Malik, karena ia mengatakan pada hari ketiga darinya boleh puasa nazar khusus." (Lathaif Al-Ma'arif: 376-377)

Demikianlah penjelasan mengenai amalan-amalan yang disyariatkan pada hari-hari Tasyriq. Semoga kita bisa mengamalkannya. Mengingat hari-hari Tasyriq adalah hari-hari yang paling agung di sisi Allah setelah hari Nahr sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Wallahu 'alam.

*) Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)


latestnews

View Full Version