View Full Version
Sabtu, 05 Jan 2013

Orang Luar Lhokseumawe Jangan Urus Aturan Larangan Ngangkang

BANDA ACEH (voa-islam.com)  – Menanggapi aturan baru Walikota Lhokseumawe adalah hak eksklusif penduduk setempat. Kritikan yang berkembang selma ini kebanyakan datang dari penduduk luar kota Lhokseumawe merupakan hal yang tidak pada tempatnya. Setuju atau tidak tentang aturan itu adalah hak mutlak penduduk Kota Lhokseumawe.

Demikian kata aktivis kebudayaan PuKAT (Pusat Kebudayaan Aceh Turki) Thayeb Loh Angen, Sabtu (5/1/2013) di Banda Aceh dalam sebuah diskusi dengan aktivis lintas kebudayaan. Kata dia, siapapun penduduk luar Kota Lhokseumawe yang mengomentari hal tersebut dianggap suka ikut campur urusan orang lain dan hanya mencari nama di media saja.

“Ini bukan artinya saya mendukung kebijakan pemerintah Kota Lhokseumawe tentang larangan tersebut atau karena asal saya dari sana, tidak sama sekali. Saya katakan ini karena inilah kebenarannya. Setiap wilayah dan daerah punya hak eksklusif. Ini salah satunya,” kata Thayeb.

Rektor Institut Sastra Hamzah Fansuri ini mengingatkan supaya orang-orang mengurus daerahnya atau keluarganya masing-masing. Menurutnya, ini negara demokrasi, setiap daerah punya hak dan kebudayaannya.

“Orang Aceh atau Indonesia jangan seperti istilah hadih maja Aceh, ‘Keubeue grop paya guda coat iku (kerbau turun ke paya tapi malah kuda yang ketakutan sampai teak ekornya-red). Lucu jika aturan Lhokseumawe diprotes oleh orang Aceh Utara, apalagi Banda Aceh atau Jakarta. Itu tidak pada tempatnya. Sebaiknya orang mengurus daerah atau keluarganya masing-masing,” kata Thayeb.

“Saya minta kepada Walikota Lhokseumawe dan DPRK-nya, silakan saja atur kota ini sebagaimana yang dikehendaki rakyat, tanggapan orang luar adalah ibarat suara nyamuk di luar kelambu, tidak berarti apa-apa,” kata Thayeb.

Sebelumnya, setelah Pemkab Aceh Barat memberlakukan larangan perempuan memakai celana jeans, kini giliran Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor.

Perempuan duduk ngangkang di atas sepeda motor dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam dan adat istiadat setempat.

Pemkot Lhokseumawe akan menyosialisasi dulu pelarangan ini kepada masyarakat mulai pekan depan, sebelum diterapkan secara penuh.

"Pemerintah hanya meneruskan budaya dalam masyarakat yang akan hilang," kata Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya, Rabu (2/1/2013).

Pemkot belum memastikan bentuk aturan yang akan diberlakukan itu, karena akan berkonsultasi dulu dengan berbagai pihak termasuk ulama, kemudian usai pertemuan akan dipastikan bentuk aturan yang akan ditetapkan.

"Dalam beberapa minggu ke depan akan segera diimbau pada masyarakat di desa-desa," ujar Suaidi. [Widad/thayeb]


latestnews

View Full Version