View Full Version
Selasa, 07 May 2013

Jubir HTI: Muktamar Khilafah Akan Digelar di 31 Kota Seluruh Indonesia

JAKARTA (voa-islam.com) – Menyadari arti pentingnya khilafah dan betapa vitalnya bagi izzul Islam wal Muslimin, maka Hizbut Tahrir mengingatkan kaum Muslimin agar sama-sama berjuang menegakkan khilafah. Salah satunya caranya adalah dengan menyelenggarakan Muktamar Khilafah (MK).

“MK juga digelar di Kendari dan Yogyakarta,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto kepada wartawan yang meliput muktamar yang dihadiri sekitar 15 ribu peserta yang hadir dari berbagai daerah di Jawa Tengah.

Ismail pun menyebutkan, di Kendari sekitar 25 ribu umat Islam Sulawesi Tenggara menghadiri acara serupa di Stadiun Lakinende serta sekitar sepulur ribu peserta di Stadiun Mandala Krida, Yogyakarta.

Menurutnya, selain di tiga lokasi tersebut, di sepanjang bulan Mei – Juni 2013, bertepatan dengan bulan Jumadil Akhir – Rajab 1434 H, agenda HTI adalah menyelenggarakan MK di 31 kota di seluruh Indonesia. “Puncaknya pada 2 Juni di Gelora Bung Karno, Jakarta yang insya Allah akan diikuti sekitar 100 ribu peserta,” ungkapnya.

Ia menyatakan, acara ini diselenggarakan sebagai medium untuk mengokohkan visi dan misi perjuangan umat untuk tegaknya kembali kehidupan Islam. Visi dan misi ini penting untuk terus ditegaskan dan dikokohkan terlebih di tengah arus perubahan besar yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia. Seperti yang tengah terjadi di Timur Tengah, juga di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, juga Eropa dan Amerika Serikat.

Tema Perubahan Besar dunia Menuju Khilafah diambil, untuk mengingatkan bahwa perubahan sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan. “Akan tetapi, perubahan tanpa arah yang benar tidak akan memberi manfaat, seperti yang selama ini terjadi, termasuk di negeri ini,” pungkasnya.

Dikatakan Jubir HTI, “Syariah dan khilafah bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang,” saat konferensi pers di sela-sela acara Muktamar Khilafah, Ahad (5/5) di Stadiun Jatidiri, Semarang.

Tepat sekali ketika Imam Ghazali dalam kitab al-Iqtishâd fi al-I’tiqâd menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan khilafah dengan menyatakan ”al-dîn uss wa al-shulthâris – agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga.”

Wa mâ lâ ussa lahu fa mahdûm wa mâ lâ hârisa lahu fa dhâ’i’ – apa saja yang tidak ada pondasinya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang,” ujar Ismail mengutip pernyataan penulis serial kitab monumental Ihya Ulumuddin tersebut.

Tapi sayang sekali, payung dunia Islam itu kini telah tiada. Pada 1924, Musthafa Kemal Pasha keturunan Yahudi dengan dukungan Inggris, secara resmi menghapuskan  Khilafah Islamiyyah yang berpusat di Turki.

Akibatnya, umat Islam hidup bagaikan anak ayam kehilangan induk, tak punya rumah pula. Maka, berbagai persoalan, penindasan, penjajahan dan penistaan umat terus berlangsung hingga saat ini. “Maka, tepat sekali ketika para ulama menyebut hancurnya khilafah sebagai ummul jarâim (induk dari segala kejahatan),” simpul Ismail.  (desastian/joko)


latestnews

View Full Version